Narasi

Resolusi 2023: Membebaskan Dunia Pendidikan dari Infiltrasi Radikalisme

”Itu adalah bukti bahwa virus ini (Radikalisme) tidak mengenal status sosial. Guru bisa kena,” Kepala BNPT RI Komjen Pol Boy Rafly.

Kutipan di atas adalah tanggapan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) atas ditangkapnya seorang oknum guru berinisial AR di Kabupaten Sumenep pada Oktober 2022 lalu. Diketahui, AR ternyata bukan hanya guru, tetapi juga seorang kepala sekolah (kepsek) yang memegang kendali kebijakan kelembagaan sekolah.

AR ditangkap oleh Densus 88 bersama NH dan SG. NH, belakangan diketahui merupakan Koordinator Jamaah Islamiyah (JI) di wilayah Madura. Sedangkan SG adalah warga sipil biasa. Sebelumnya, pada Mei 2022, Densus 88 juga telah mengamankan IA (22), seorang mahasiswa di salah satu kampus di Malang yang diketahui juga berpaham radikal.

”Fenomena Gunung Es”

Dua kasus di atas dengan jelas menunjukkan bahwa senyatanya, dunia pendidikan kita telah tercemari oleh paham-paham radikal-intoleran. Meski sepanjang 2022 kasus yang terbongkar tidak seberapa, akan tetapi hal itu tidak bisa disepelekan begitu saja. Sebab, boleh jadi, dua kasus itu hanyalah fenomena gunung es yang baru muncul dan terlihat di permukaan. Yang bisa jadi, masih ada sindikat-sindikat besar yang belum terungkap dan terbongkar.

Selain alasan di atas, alasan lainnya juga karena radikalisme adalah gerakan militan yang tidak pernah padam; ia adalah gerakan yang terus menyala pun menuai banyak tantangan. Puncaknya adalah meradikalisasi semua subjek dan merebut kekuasaan negara. Dan, untuk menyukseskan agendanya itu, segala cara dilakukan. Yang salah satunya adalah melakukan infiltrasi radikalisme melalui dunia pendidikan kita.

Dunia pendidikan adalah lahan subur bagi proses radikalisasi. Sebab, di dunia pendidikan, generasi bangsa bukan hanya dibekali ilmu pengetahuan, tetapi juga dibentuk pola pikir dan orientasi hidupnya. Karena itu, jika kita mengklasifikasikan infiltrasi radikalisme yang terjadi dunia pendidikan dan non-dunia pendidikan, maka bisa dikatakan ancaman infiltrasi radikalisme yang terjadi di dunia pendidikanlah yang sangat berbahaya.

Sebab, dengan infiltrasi radikalisme berhasil masuk ke bangku pendidikan, maka hal itu akan semakin mempercepat radikalisasi generasi bangsa. Dan, pada tahap selanjutnya, generasi bangsa yang kita siapkan untuk memegang estafet kebangsaan di masa depan, akan terkontaminasi oleh paham-paham radikal yang akan merobohkan pilar-pilar kebangsaan kita di masa depan. Ini mengerikan. Karena itu, ancaman infiltrasi radikalisme di dunia pendidikan ini harus kita cermati dan kita perhatikan serius.

2023 sebagai Momentum Memperkuat Wawasan Kebangsaan para Pendidik/Guru

Secara matematik, pihak yang paling mungkin membawa paham radikal ke dunia pendidikan adalah pendidikan atau guru itu sendiri. Khususnya di lembaga-lembaga pendidikan. Sebab, secara kapasitas dan relasi kuasa, hanyalah pendidik atau gurulah yang memiliki potensi untuk menyebarkan paham radikal kepada peserta didik atau siswa. Karena itu, guna membersihkan dunia pendidikan kita dari infiltrasi radikalisme dan paham intoleran maka tidak ada jalan lain kecuali memperkuat wawasan kebangsaan para guru atau pendidik.

Sejauh ini, wawasan kebangsaan para guru atau pendidik masih jarang diperhatikan atau bahkan bisa dikatakan lepas kontrol.  Sehingga, fenomena yang terjadi, semua orang bisa menjadi guru atau tenaga pendidik – pun background dan latar belakangnya tidak jelas: setuju Pancasila atau sebaliknya, anti Pancasila.

Karena itu, hal ini perlu dibenahi. Artinya, wawasan kebangsaan guru yang selama ini jarang diperhatikan, di tahun 2023 ini juga harus diperhatikan. Dan, pemerintah daerah (pemda) melalui dinas pendidikan terkait juga bisa mengambil peran untuk menguatkan wawasan kebangsaan para pendidik/guru ini. Artinya, penguatan wawasan kebangsaan para guru ini akan sukses bila ada sinergi dari para  pemangku kebijakan tanpa harus menunggu instruksi dari pemerintahan pusat.

Lembaran baru tahun 2023 telah dimulai. Maka, sangat disayangkan bila lembaran tahun baru ini tidak kita manfaatkan untuk membangun optimisme baru. Khususnya dalam hal membersihkan dunia pendidikan kita dari infiltrasi paham radikal dan paham intoleransi lainnya.

This post was last modified on 4 Januari 2023 11:45 AM

Farisi Aris

Recent Posts

Jebakan Beragama di Era Simulakra

Banyak yang cemas soal inisiatif Kementerian Agama yang hendak menyelenggarakan perayaan Natal bersama bagi pegawainya,…

8 jam ago

Melampaui Nalar Dikotomistik Beragama; Toleransi Sebagai Fondasi Masyarakat Madani

Penolakan kegiatan Natal Bersama Kementerian Agama menandakan bahwa sebagian umat beragama terutama Islam masih terjebak…

8 jam ago

Menanggalkan Cara Beragama yang “Hitam-Putih”, Menuju Beragama Berbasis Cinta

Belakangan ini, lini masa kita kembali riuh. Rencana Kementerian Agama untuk menggelar perayaan Natal bersama…

8 jam ago

Beragama dengan Kawruh Atau Rahman-Rahim dalam Perspektif Kejawen

Dalam spiritualitas Islam terdapat tiga kutub yang diyakini mewakili tiga bentuk pendekatan ketuhanan yang kemudian…

8 jam ago

Natal Bersama Sebagai Ritus Kebangsaan; Bagaimana Para Ulama Moderat Membedakan Urusan Akidah dan Muamalah?

Setiap menjelang peringatan Natal, ruang publik digital kita riuh oleh perdebatan tentang boleh tidaknya umat…

1 hari ago

Bagaimana Mengaplikasikan Agama Cinta di Tengah Pluralitas Agama?

Di tengah pluralitas agama yang menjadi ciri khas Indonesia, gagasan “agama cinta” sering terdengar sebagai…

1 hari ago