Rumah ibadah, apapun agamanya, merupakan simbol keadaban dan relijiusitas sebuah masyarakat. Di dalamnya, umat beragama berkumpul mempertajam spiritualitasnya kepada Tuhan dan mengembangkan kisi-kisi kehidupan sosial lewat ajaran agama. Karena harus diakui bahwa ajaran agama tak sekedar bicara soal urusan akhirat, melainkan juga soal tetek bengek urusan dunia.
Dalam konteks itulah, rumah ibadah menjadi simbol kehidupan sehari-hari yang melekat dalam kepribadian manusia. Mereka yang beragama Islam menjadikan masjid sebagai tempat ‘konsolidasi sosial’ selain untuk beribadah maupun belajar. Demikian pula dengan penganut agama lainnya, seperti Kristen dan gerejanya, maupun Hindu dan Budha di Pura dan Wiharanya.
Oleh karena itu, dalam ajaran agama peran rumah ibadah sangat vital dalam membangun masyarakat yang berkeadaban. Menjaga rumah ibadah, termasuk rumah ibadah agama lain, adalah sebuah kewajiban agama. Sebaliknya, merusak dan menganggu ketentraman beribadah adalah tindakan terlarang. Bahkan Alquran menyiratkan bahwa Allah menjaga semua rumah ibadah dari berbagai agama.
Andai Allah tidak mencegah (keberingasan) sebagian manusia atas manusia lain, pastilah akan dirusak Kuil-kuil, Gereja-gereja, Sinagog-sinagog, Masjid-masjid, (padahal) di dalamnya (selalu) sering disebut nama Allah. Sungguh Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh Allah benar-benar Maha kuat Maha perkasa. (Q.S. Al Hajj: 40).
Ada banyak poin penting yang dapat diambil pelajaran dalam ayat tersebut. Diantaranya adalah penjagaan rumah ibadah adalah hak Allah. Dengan demikian, melakukan perusakan terhadap keberadaan rumah ibadah apapun telah melanggar hak ketuhanan yang Dia miliki. Allah pun berperan besar menjaga keberadaan rumah ibadah agar tidak menjadi sasaran kebrutalan sebagian manusia atas lainnya.
Keterlibatan ‘tangan Tuhan’ dalam menjaga rumah ibadah dapat dipahami dari cara Allah menurunkan ajaran agama kepada manusia. Lewat perantara seorang Nabi dan Rasul kebaikan dan upaya mencegah kebrutalan manusia diajarkan. Ajaran ketuhanan yang disampaikan para Nabi itulah yang menuntun manusia untuk bisa menghargai manusia lainnya dan menciptakan keharmonisan di dunia.
Karena itu pulalah, ajaran agama yang benar berasal dari Tuhan pasti tidak akan memuat unsur kekerasan yang menghalalkan penghancuran rumah ibadah. Bagaimana mungkin jika Tuhan telah menyatakan diri mencegah perusakan rumah ibadah di satu sisi, namun di sisi lainnya Ia justru mengajarkan para hambanya untuk melakukan tindakan anarkis. Suatu paradoks yang tidak mungkin ada pada sifat Tuhan.
Pelajaran lain yang bisa dipetik dari ayat ini pula adalah soal pengakuan Allah atas fungsi rumah ibadah sebagai tempat menyebut dan mengingat kebesaran Tuhan. Selaku penguasa semesta alam Dia pasti tahu bahwa konsep Tuhan dalam masing-masing rumah ibadah itu jelas berbeda. Gereja, Sinagog, maupun Masjid pasti memiliki ‘Tuhan’ yang berbeda. Namun ternyata dalam ayat ini, Allah tidak terlalu mempersoalkannya. Dia pasti sangat memahami bahwa Dzat-Nya selama ini dipahami secara berbeda oleh umat manusia, sesuai ajaran yang didapat dari para Nabi dan pemuka agamanya masing-masing.
Kesadaran akan kehadiran Tuhan sejatinya telah Allah titipkan dalam diri setiap manusia. Dalam sebuah riset ilmiah pernah disebut keberadaan satu saraf yang terletak di otak manusia bernama ‘God Spot’ atau ‘Titik Tuhan’. Disadari atau tidak, dengan bantuan eksternal (Nabi atau kitab suci) atau tidak, keberadaan Tuhan dan kesadaran akan adanya hakikat mutlak yang menguasai segala hal sudah tertanam dalam diri manusia. Sederhananya, dalam diri manusia Tuhan telah menitipkan ‘chip’ dalam perangkat lunak otak manusia yang memberikan sinyal atas kehadiran-Nya.
Perangkat lunak, ‘chip’, maupun software yang tertanam dalam diri manusia perlu diaktifkan untuk memancarkan sinar-sinar ketuhanan secara lebih kuat. Salah satu cara pengaktifannya adalah lewat ajaran agama. Dan sebagaimana disinggung sebelumnya agama memerlukan rumah ibadah untuk mengkonsolidasikan ajaran dan pengikutnya (umat). Dengan begitu, merusak rumah ibadah sama dengan merusak kesadaran manusia atas keberadaan Tuhan yang Maha Kuasa.
Kutipan terakhir ayat pun menarik disimak, “Allah pasti menolong orang yang menolong-Nya, Allah Maha kuat Maha perkasa.” Di sini Allah menjanjikan kebaikan (pertolongan Allah) bagi mereka yang ‘membantu-Nya’ dan menyatakan ketegasan kepada mereka yang mencoba melanggar hak-Nya. ‘Membantu’ Allah dalam konteks ayat ini adalah mencegah pengrusakan atas rumah ibadah yang Dia nyatakan dalam kalimat sebelumnya.
Bagi mereka yang ngeyel melakukan pengrusakan Allah nyatakan bahwa Ia sangat Kuat dan Perkasa. Secara tidak langsung Allah ingin menyatakan bahwa kekuatan dan keperkasaan manusia yang digunakan bukan pada tempatnya akan berhadapan langsung dengan Kekuatan dan Keperkasaan Allah. Kalaupun tidak berhadapan dengan-Nya di dunia, maka pasti di akhirat kelak pasti akan berhadapan dengan-Nya.
Untuk mereka yang masih berfikir menjadikan rumah ibadah agama lain sebagai target anarkistis, siapkah kalian melawan Kekkuatan Tuhan?!
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…