Narasi

Saling Mengenal, Modal Memperkokoh Kesetiakawanan Sosial

Kita diciptakan berbeda-beda bangsa, suku, agama, dan lain sebagainya, bukan untuk saling bertikai, melainkan untuk saling mengenal. Sayangnya, saat ini kita cenderung mudah bertikai, memojokkan, dan menyerang orang lain hanya karena perbedaan. Baik perbedaan pemikiran, pandangan, maupun perbedaan-perbedaan yang bersifat primordial. Di samping itu, kehidupan modern yang menyeret orang semakin materialistis dan hedonistis, seringkali memunculkan pembeda-bedaan di masyarakat berdasarkan materi serta jabatan. Akibatnya, orang mudah memunculkan klaim, steroitipe, dan pelbagai pembedaan yang merenggangkan hubungan kita satu sama lain.

Padahal, Allah Swt. jelas mengingatkan kita agar saling mengenal dalam perbedaan. Selain itu, keutamaan seseorang di sisi Allah tak dinilai berdasarkan kekayaan, jabatan, suku maupun ras, namun berdasarkan keimanan dan ketakwaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ayat tersebut mestinya menyadarkan kita agar tak mudah menghakimi orang lain hanya karena penampilan, pangkat, jabatan, maupun suku, ras, maupun kepercayaan. Sebab, kita tak tahu apa yang ada di balik penampilan seseorang, apa yang tersembunyi di dalam lubuk hati seseorang, apa yang sudah dijalani seseorang selama hidupnya, apa yang akan terjadi pada seseorang di masa depan dan bagaimana akhir hidupnya kelak. Hanya Allah yang tahu secara pasti atas hidup dan mati makhluk-makhluknya dan hanya Allah yang berhak menilainya. Yang berhak menghakimi hanyalah Allah dan kita sebagai sesama makhluk diperintahkan untuk saling mengenal di tengah perbedaan yang ada pada ciptaan-Nya.

Spirit saling mengenal

Saling mengenal akan melahirkan kasih sayang dan pengertian. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, tidak saling mengenal sering melahirkan salah paham, curiga, sentimen negatif dan kebencian terhadap sesama manusia. Telah banyak contoh bagaimana orang-orang menaruh sentimen negatif dan mudah antipati terhadap seseorang atau kelompok tertentu, padahal belum mengenalnya secara lebih dalam. Di beberapa negara Barat, beberapa kali tumbuh antipati dan phobia terhadap Islam disebabkan serangan yang dilakukan teroris. Padahal, aksi teroris sama sekali tidak merepresentasikan ajaran Islam.

Di dalam negeri, beberapa kali sempat muncul aksi penolakan dan boikot terhadap produk atau jasa tertentu, aksi pengepungan terhadap suatu tempat tertentu, sampai sentimen dan antipati terhadap suku atau ras tertentu, hanya karena provokasi atau kesalahpahaman.  Orang-orang mudah terprovokasi oleh narasi-narasi penuh kepentingan, sehingga kemudian membenci dan antipati terhadap orang atau kelompok tertentu tanpa benar-benar mengenal dan memahami yang sebenarnya. Terlebih, di tengah kemajuan teknologi yang membawa gelombang informasi yang serba cepat dan melimpah seperti sekarang. Di media sosial misalnya, kita mudah menemukan informasi dan kabar provokatif yang menyebarkan kebencian.

Di sinilah kemudian, kita semakin sadar pentingnya sikap bijak dalam mencerna setiap kabar dengan mengedepankan spirit untuk saling mengenal. “Saling mengenal” pada dasarnya merupakan bekal membangun kehidupan harmonis di antara sesama manusia. Nadirsyah Hosen, dalam bukunya Tafsir Sosial di Medsos (2017) menjelaskan, dalam bentuknya yang “modern” ayat 13 surat Al-Hujarat sebagaimana disebutkan di atas, bisa dilihat dalam konteks teori psikologi dan sosiologi. Dalam ayat tersebut, Al-Quran menggunakan bentuk tafa’ala dalam redaksi lita’arafuu yang bermakna ‘saling mengenal’. Fungsinya lil Musyaarakati baina itsnaini fa aktsara, yang artinya ‘kerja sama dua orang atau lebih’.

Dengan pengembangan perspektif seperti di atas, ‘saling mengenal’ berarti tak sekadar tentang satu orang atau satu kelompok mengenali yang lain, namun bagaimana antara kedua pihak ada interaksi timbal balik untuk saling mengenali, mengesampingkan ego masing-masing untuk saling belajar dan bahkan saling bekerja sama demi kepentingan bersama, sehingga kemudian tercipta rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Di sini, pelbagai prasangka, sentimen negatif, dan segala hal yang menciptakan jarak dan menghalangi kita untuk mengenal satu sama lain akan dikesampingkan.

Ketika proses “saling mengenal” tersebut berlangsung antar seseorang dengan orang lainnya yang berbeda, atau satu kelompok dengan kelompok lainnya yang berbeda, maka kemudian akan lahir kebijaksanaan. Dari orang atau kelompok lain, bisa jadi kita menemukan pelbagai pengetahuan baru, juga nilai-nilai kebaikan yang selaras dengan apa yang kita yakini Dari sana, pemikiran kita semakin luas, perspektif kita menjadi semakin kaya, sehingga kemudian melahirkan sikap bijaksana. Kebijaksanaan tersebut bisa berwujud melalui rasa saling peduli, saling menghargai, tenggang rasa, dan sebagainya.

Nilai-nilai kebijaksanaan tersebutlah yang kemudian menjadi modal penting untuk memperkokoh persaudaraan dan membangun kesetiakawanan sosial. Memperkokoh rasa persaudaraan dan kesetiakawanan sosial tak akan bisa dicapai tanpa kesadaran untuk saling mengenal. Sebab, tak mungkin persaudaraan akan tercipta di masyarakat ketika kita mengedepankan prasangka dan kebencian satu sama lain. Tak mungkin tumbuh nilai kesetiakawanan sosial seperti semangat kebersamaan, kegotongroyongan dan kekeluargaan jika kita saling abai satu sama lain. Wallahu a’lam..

This post was last modified on 8 Desember 2017 2:01 PM

Al Mahfud

Lulusan Tarbiyah Pendidikan Islam STAIN Kudus. Aktif menulis artikel, esai, dan ulasan berbagai genre buku di media massa, baik lokal maupun nasional. Bermukim di Pati Jawa Tengah.

Recent Posts

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

7 detik ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

1 hari ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago