Dalam konteks era pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, tantangan penanggulangan terorisme dan radikalisme di Indonesia adalah hal yang harus selalu menjadi agenda prioritas. Terorisme, yang merupakan ancaman global, masih menjadi masalah krusial bagi keamanan nasional, terlebih lagi di Indonesia yang secara geografis dan demografis sangat rawan terhadap penyebaran paham radikal-terorisme.
Tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan ini tidak hanya sekadar menangkap dan mengadili pelaku teror, tetapi juga lebih kompleks, yaitu mengatasi akar masalah yang dari  radikalisme. Lalu, bagaimana caranya? Menggandeng kaum santri. Ya, santri. Kaum santri memiliki posisi yang sangat strategis. Santri tidak hanya berfungsi sebagai benteng dalam menangkal paham-paham radikal yang merongrong ajaran Islam damai, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam menumbuhkan pemahaman Islam yang moderat dan inklusif.
Peran santri menjadi penting karena mereka memiliki kedekatan dengan masyarakat dan berfungsi sebagai ujung tombak dalam penyebaran ajaran Islam yang moderat. Santri, melalui pesantren, telah lama dikenal sebagai pusat pendidikan Islam yang menekankan pada nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Di pesantren, santri diajarkan untuk memahami Islam secara mendalam, termasuk bagaimana beragama secara bijaksana.
Islam yang diajarkan di pesantren adalah Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yakni Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam, bukan Islam yang eksklusif dan kaku, yang penuh dengan caci maki, hinaan, dan kekerasan. Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap radikalisme, pesantren dan santri memiliki posisi strategis untuk mempromosikan Islam yang moderat dan toleran. Mereka bisa menjadi aktor penting dalam melawan paham radikal yang berusaha menyusupi masyarakat melalui berbagai saluran, baik langsung maupun online.
Namun, peran santri dalam penanggulangan terorisme tidak akan maksimal tanpa dukungan dari pemerintah. Karena itu, pemerintah Prabowo-Gibran perlu menciptakan kebijakan yang mendukung penguatan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan dakwah yang moderat. Dalam konteks ini, salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan memberikan dukungan lebih pada program pendidikan di pesantren, terutama dalam bidang penguatan literasi agama yang moderat dan kontekstual dengan nilai-nilai kebangsaan.
Pada konteks ini, pemerintah dapat mendorong kolaborasi antara pesantren dengan lembaga-lembaga pendidikan formal lainnya untuk memperluas wawasan para santri, agar mereka tidak hanya terampil dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki kemampuan dalam berbagai bidang lainnya seperti teknologi, ekonomi, dan sosial budaya. Hal ini penting karena radikalisme seringkali tumbuh subur di tengah kelompok masyarakat yang merasa termarjinalkan dan tidak memiliki akses terhadap pendidikan dan kesempatan yang memadai.
Dalam hal ini santri dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme dan pentingnya menjaga keutuhan bangsa. Dengan basis pengetahuan agama yang kuat, santri memiliki otoritas moral untuk mengajak masyarakat menjauhi paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Peran santri sebagai penyebar dakwah moderat dapat diperkuat dengan pelatihan-pelatihan yang bisa difasilitasi oleh pemerintah, baik dalam bentuk pengembangan kapasitas dakwah maupun penguasaan teknologi digital kekinian. Dalam era digital seperti saat ini, santri perlu dibekali kemampuan untuk menyebarkan pesan-pesan moderat melalui media sosial, blog, podcast, dan platform digital lainnya. Ini adalah salah satu cara efektif untuk menandingi narasi radikal yang seringkali tersebar secara masif di dunia maya dan platform digital.
Pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki tugas berat dalam menangani terorisme dan radikalisme di Indonesia. Tantangan yang mereka hadapi bukan hanya dari segi teknis operasional, tetapi juga dari segi ideologis dan sosiologis. Di tengah dinamika global yang semakin kompleks, peran santri dalam menanggulangi radikalisme semakin krusial.
Santri, melalui pesantren, dapat menjadi benteng pertahanan terdepan dalam melawan penyebaran ideologi radikal dan ekstremis. Namun, peran ini hanya bisa terlaksana dengan baik jika didukung oleh kebijakan pemerintah yang memadai dan sinergi antara berbagai elemen masyarakat. Tantangan penanggulangan terorisme di era pemerintahan baru ini harus dihadapi dengan pendekatan yang menyeluruh, di mana santri dapat berperan sebagai agen perubahan dalam menciptakan masyarakat yang damai, toleran, dan sejahtera.
Perkembangan mengkhawatirkan terjadi di Suriah. Kelompok pemberontak Suriah menyerbu dan merebut istana Presiden Bashar al-Assad…
Pasca dibubarkan dan dilarang pemerintah pada medio 2019 lalu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah melakukan…
Gawai besar pemerintah untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) serentak telah usai dihelat 27 November…
Predikat zero terrorist attack di akhir masa pemerintahan Joko Widodo sekilas tampak menorehkan catatan positif…
Pilkada 2024 menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Ajang ini melibatkan…
Dalam sebuah wawancara, mantan teroris Ali Imron pernah berkata bahwa ia bisa meradikalisasi seseorang hanya…