Shiddiq biasa dikonotasikan dengan kejujuran. Konotasi ini tidak lepas dari asal katanya yang berasal dari kata shadaqa-yashduqu-shidqan. Menurut kajian linguistik Arab, kata shidqan atau ash-shidqu adalah lawan dari kata al-kadzibu (bohong atau dusta).
Hanya saja, kata shiddiq punya penekanan makna yang berbeda dengan kata shidqu. Hal itu dikarenakan kata shiddiq menggunakan bentuk mubalagah, yang dalam kajian linguistik Arab, bentuk tersebut punya penekanan makna yang lebih kuat dibandingkan bentuk kata biasa (Ibu Manzhur, Lisanul Arab; Juz 10, hlm. 193). Karena itu, kejujuran yang ada pada diri Nabi Saw., bukanlah kejujuran biasa, apalagi kejujuran yang dengan parameter yang rendah. Akan tetapi, kejujuran yang sangat tinggi tingkat konsistensinya.
Sejarah mencatat bahwa sejak kecil Nabi Saw., selalu jujur, baik dalam tutur kata maupun tindakan. Bahkan ia menganjurkan pada umatnya untuk menanamkan, menumbuhkan, dan berpegang pada kejujuran. Ini bisa dilihat dari salah satu hadisnya:
“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa pada kebajikan, dan kebajikan membawa pada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa pada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (H.R. Bukhari dan Muslim, lafazh hadis menurut riwayat Muslim).
Jika diperhatikan, pada hadis tersebut terdapat kata ‘kebajikan’ atau dalam bahasa Arabnya adalah al-birru. Sementara kata kebajikan (al-birru) berbarti sesuatu yang [dapat] mendatangkan kebaikan. Maka bukanlah suatu kejujuran apabila tidak mendatangkan suatu kebaikan. Dan ingat, kebaikan tidak cukup hanya diukur dengan benar-salah atau hitam-putih ala positivistik, melainkan harus ada keharmonisan antar unsur yang ada.
Karena itu, kejujuran adalah suatu ‘gerak’ yang menuntut adanya keselarasan atau kesesuaian. Misalnya, kejujuran verbal adalah adanya kesesuaian lidah dengan apa yang dilihat, apa yang didengar, apa yang dirasakan dan lain sebagainya. Atau kejujuran tindakan adalah adanya keselarasan dan kesesuaian antara tindakan dengan hati, pikiran, emosi dan lain sebagainya. Jadi, yang ditekankan dalam kejujuran adalah keselarasan atau kesesuaian antara yang di-input dengan yang di-output-kan baik melalui indera, hati, emosi, dan pikiran.
Kejujuran adalah modal penting dalam kehidupan. Apalagi bagi orang yang ngaku beriman. Ibnul Qoyyim pernah berkata: “Iman asasnya adalah kejujuran. Nifaq (kemunafikan) asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari adzab, kecuali kejujurannya.”
Demikianlah Rasulullah memberikan contoh praktik kejujuran. Rasulullah memberikan contoh berlaku jujur bukan berprilaku yang tampak jujur namun ada muslihat di dalamnya. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita dapat meneladaninya.
This post was last modified on 9 September 2015 12:04 PM
Segala tindakan yang membuat kerusakan adalah tidak dibenarkan dan bukan ajaran agama manapun. Kita hidup…
Ketika wacana hubungan antar-agama kembali menghangat, utamanya di tengah menguatnya tuduhan sinkretisme yang dialamatkan pada…
Dalam kehidupan beragama di Indonesia, terdapat banyak perbedaan yang seringkali menimbulkan gesekan dan perdebatan, khususnya…
Islam, sejak wahyu pertamanya turun, telah menegaskan dirinya sebagai agama kasih, agama yang menempatkan cinta,…
Sifat Rahman dan Rahim, dua sifat Allah yang begitu mendalam dan luas, mengandung makna kasih…
Setiap memasuki bulan Desember, ruang publik Indonesia selalu diselimuti perdebatan klasik tak berujung: bolehkah umat…