Narasi

Silogisme Geopolitik dan Paradigma Wawasan Nusantara

Bangsa Indonesia saat ini mengalami problematika kekosongan ideologi yang rabun akan prinsip kebangsaan. Sehingga ideologi dari luar memunculkan fenomena sosial yang mengancam secara fisik dan menghancurkan ideologi persatuan. Munculnya politik praktis yang membangun gagasan-gagasan tentang negara yang harus ditentukan oleh satu identitas. Terkikisnya nilai moralitas kebangsaan di tengah kemajuan teknologi yang sering memunculkan provokasi yang memecah-belah, hate speech yang menyebabkan pertikaian. Bahkan hoax di dunia maya selalu menjadi penentu yang terus membodohi masyarakat.

Secara geopolitik, kita terdiri dari premis umum yaitu “kemajemukan” dan akan menandakan sebuah premis khusus yaitu satu-kesatuan. Sehingga akan menarik kesimpulan bahwa semua kemajemukan yang ada di Indonesia memiliki satu tujuan. Langkah konkretnya yaitu kita harus membangun kolektivitas yang berfokus pada tujuan yang tunggal yaitu nasional. Dengan seperangkat ideologi Pancasila yang menebarkan semangat keamanan, persatuan dan kebaikan bersama. Maka lahirlah nasionalisme yang diawali dengan paradigma wawasan nusantara tersebut.

Kita harus memiliki sikap revolusioner bahwa kepentingan secara konstitusional dan ideologi sosial persatuan bangsa ini harus memiliki daya rekonstruksi terhadap cara pandang “nilai personal” dalam agama, tradisi, kebudayaan dan bahkan pendidikannya agar bisa membentuk nilai trans-universal. Yaitu pelaksanaan membentuk wawasan nusantara bahwa pada hakikatnya setiap perbedaan itu satu. Setiap yang satu harus mengerucut kepada sikap-sikap nasionalisme dengan paradigma pengenalan diri bahwa kita semua sama yaitu bangsa Indonesia yang harus menghargai kebinekaan untuk mencapai tujuan nasional tersebut.

Langkah Revolusi Geopolitik

Semua penjabaran ini tidak lain selain mengokohkan satu persepsi kekhususan bahwa kita harus menanamkan nasionalisme dalam diri kita. pertama, Memiliki rasa kesadaran akan kecintaan kita terhadap tanah air agar bisa menjaga keamanan bangsa ini secara geografis. Kedua, Karena ancaman secara fisik dapat dimulai dari melemahnya prinsip kebangsaan kita yaitu “Pancasila”. Ketiga, kita harus menjaga perdamaian bangsa ini dengan memiliki sikap-sikap toleransi dan membangun paradigma “colorations” dalam tiap-tiap perbedaan dengan membangun narasi-narasi perdamaian.

Baca Juga : Multikulturalisme Sebuah Keniscayaan Indonesia

Pertama, Secara geografis memang banyak anugerah-Nya yang diberikan kepada bangsa ini. Yaitu sebuah keniscayaan tentang “kemajemukan” yang justru kita berorientasi kepada peperangan saudara sebangsa. Kesadaran yang harus kita bangun dalam memunculkan stigma sosial dalam sumber daya manusia dan stigma peradaban yang orientasinya kepada pemberdayaan sumber daya alam. Sehingga dua sisi ini yang secara geografis kita tereksploitasi oleh persepsi dari luar yang akan memunculkan perbudakan baru bagi bangsa ini setelah dijajah dan mendapatkan kemerdekaan.

Kedua, Persepsi tentang agama, identitas individu dan bahkan organisasi masyarakat yang ada dalam negara kita sat ini selalu dibenturkan kepada ideologi konstitusional. Kita harus membangun kesadaran berpikir bahwa Pancasila adalah konsep atau prinsip universal yang harus melindungi secara fisik dan ideologi agar tidak terarah kepada perpecahan satu sama lainnya. Sehingga keragaman dan kemajemukan bangsa ini mampu bisa terlindungi secara utuh. Jika selaras dan serasi secara esensi dari tiap-tiap kolektivitas masyarakat. Niscaya ruh di dalamnya terdiri dari Pancasila tersebut.

Ketiga, Lupakan teologi identitas yang membangun paradigma politik praktis yang orientasinya kepada kehancuran secara universal. Kita harus kerja sama dalam membangun bangsa ini. Urusan agama yang bersifat personal itu merupakan perjalanan ruh secara metafisika yang tidak boleh dibawa kepada ranah umum. Namun kita harus membawa persepsi nilai agama yang semangatnya kepada kepentingan sosial universal. Point inilah yang harus kita bangun semangatnya untuk mencapai perdamaian bangsa Indonesia.

Sehingga secara eksternal bangsa ini mampu terbentengi dari narasi-narasi atau bahkan ancaman secara fisik tentang kehancuran dan perpecahan secara nasional. Begitu juga secara internal, tubuh Indonesia akan menjadi kokoh dan cita-cita kebangsaan akan semakin terang ke arah yang lebih baik. Maka langkah geopolitik kebangsaan kita akan bisa terbangun dengan terus menanamkan wawasan nusantara yang relevan dan korelasi terhadap keutuhan bangsa Indonesia ini sepanjang zaman Wallahhua-a’lam bish-shawab.

Sitti Faizah

Recent Posts

Kompleksitas Isu Sudan; Bahaya Jihad FOMO Berkedok Ukhuwah Global

Isu Suriah sudah lewat. Gaza sudah berangsur normal. Isu lain seperti Uyghur, Rohingya, dan sebagainya…

22 jam ago

Ilusi Persatuan Global; Meneguhkan Nasionalisme di Tengah Dunia Multipolar

Kelompok ekstremis terutama ISIS tampaknya tidak pernah kehabisan materi propaganda kekerasan. Setelah revolusi Suriah berakhir…

22 jam ago

Menakar Ukhuwah Global dan Kompromi Pancasila Sebagai Benteng Persatuan Dunia

Dalam beberapa dekade terakhir, istilah ukhuwah global sering digaungkan sebagai cita-cita luhur umat manusia—sebuah gagasan…

22 jam ago

Zaman Disrupsi dan Bagaimana Pemuda Memaknai Sumpahnya?

Zaman disrupsi telah menjadi babak baru dalam perjalanan umat manusia. Dunia berubah dengan sangat cepat,…

4 hari ago

Resep Pemuda di Era Rasulullah Membangun Persatuan Madinah

Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia mengenang kembali ikrar agung para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara…

4 hari ago

Menghayati Elan Kepemudaan, Dari Generasi Pendiam Hingga Generasi Z dan Alfa

Pernah pada suatu masa, mobilitas dan militansi orang tak pernah ditentukan oleh otoritas-otoritas agung, nama-nama…

4 hari ago