Tokoh

Teladan Shirin Ebadi Membangkitkan Perempuan Muslim Melawan Radikalisme

Shirin Ebadi merupakan perempuan muslim pertama asal Iran yang menerima penghargaan Nobel perdamaian pada tahun 2003. Dia adalah teladan bagi para perempuan muslim. Untuk berani memperjuangkan kemanusiaan, hak perdamaian dan menolak segala eksploitasi hukum agama dalam memperalat perempuan.

Sebagaimana yang kita lihat hari ini, kiprah perempuan muslim seakan “dibungkam”. Beragam alasan yang diskriminatif, bahwa perempuan hanya perlu mendekam di rumah. Sebab, suara perempuan dianggap aurat dan tak perlu berperan di ruang publik.

Secara orientatif, Ini adalah satu problem penting bagaimana peran perempuan semakin terkikis dan tereliminasi. Perempuan terkadang hanya diperintahkan untuk tunduk dan taklid buta atas ajaran-ajaran yang dianggap hijrah-jihad. Lalu diperintah untuk melakukan bom bunuh diri dan melakukan aksi teror.

Kehadiran Shirin Ebadi pada dasarnya sebagai inspirasi bagi perempuan muslim, utamanya muslim Indonesia. Untuk bangkit dan berani memberantas segala bentuk eksploitatif yang semacam itu. Shirin Ebadi menegaskan bahwa perempuan jangan mudah menerima segala anjuran jihad meledakkan dirinya di rumah ibadah dengan menganggap itu sebuah ajaran hukum yang benar.

Seperti yang diperjuangkan Shirin Ebadi pada masa revolusi Iran. Kondisi negaranya tampak semakin diskriminatif dan eksploitatif terhadap perempuan. Iran mempraktikkan sebuah hukum yang dianggap “hukum syariat” mutlak namun condong tidak adil dan sangat merugikan perempuan.

Shirin Ebadi mencoba menyadarkan seluruh perempuan-perempuan muslim di dunia, dan tentunya muslim Indonesia. Bahwa, perempuan  harus membantah segala yang berkaitan dengan sebuah hukum yang tampak menyudutkan perempuan, menjadikan perempuan sebagai alat dan dijadikan sasaran politis kelompok radikal.

Misalnya di Indonesia. Begitu banyak narasi-narasi dalam motif keagamaan yang tampaknya menjadi problem. Mengapa perempuan muslim Indonesia rentan terpengaruh dengan virus radikal? Kalau kita amati, tampaknya ada pola doktrin keagamaan yang memengaruhi.

Misalnya, ada sebuah narasi klaim hukum keagamaan bahwa suara perempuan itu aurat. Sehingga, mereka tak layak menjadi pembicara, pendakwah atau ustadz untuk berceramah di ruang-ruang publik. Juga, ada sebuah doktrin, bahwa perempuan adalah penghuni Surga jika taat pada perintah agama-Nya untuk melakukan aksi bom bunuh diri yang dianggap jihad dan mati syahid itu.

Shirin Ebadi dalam konteks yang semacam ini, seperti yang disampaikan dalam karya-karya tulis ilmiah dan kuliah-kuliah yang disampaikan di University of Michigan. Bahwa, perempuan harus menyadari bahwa itu adalah hukum yang eksploitatif. Memanfaatkan perempuan sebagai alat untuk melakukan kezhaliman.

Terlebih, perempuan sering-kali hanya dijadikan pemuas hasrat nafsu. Pelecehan atas perempuan yang merendahkan hak-hak dan kewibawaan perempuan. Shirin Ebadi menjadi sosok perempuan muslim yang tidak akan pernah tinggal diam untuk tetap memperjuangkan hal itu. Meskipun dia disingkirkan dan diasingkan,

Shirin Ebadi akan kembali berjuang mengatasai segala problem tentang nasib perempuan di Iran sampai hak dan kebebasan perempuan di ruang publik terpenuhi. Menjadi semangat melawan diskriminasi, ketidakadilan dan menjadi mercusuar penegak perdamaian.

Dari sini, Shirin Ebadi adalah sosok inspiratif para perempuan muslim di seluruh dunia, utamanya Indonesia. Untuk berani lantang melawan segala bentuk eksploitatif dan diskriminatif. Utamanya dalam konteks eksploitatif atas perempuan sebagai boneka radikalisme.

Perempuan dengan hak-haknya merupakan sebuah kemutlakan dalam Islam yang harus diperjuangkan baginya. Shirin Ebadi menegaskan bahwa tidak ada satu-pun ajaran agama yang diskriminatif dan eksploitatif atas perempuan. Hak mereka sama dan peran mereka sangat penting menyuarakan semangat untuk tidak mudah dimanfaatkan dengan alasan agama.

This post was last modified on 10 Maret 2023 1:51 PM

Saiful Bahri

Recent Posts

Bertauhid di Negara Pancasila: Menjawab Narasi Radikal tentang Syariat dan Negara

Di tengah masyarakat yang majemuk, narasi tentang hubungan antara agama dan negara kerap menjadi perbincangan…

9 jam ago

Penangkapan Remaja Terafiliasi ISIS di Gowa : Bukti Nyata Ancaman Radikalisme Digital di Kalangan Generasi Muda

Penangkapan seorang remaja berinisial MAS (18 tahun) oleh Tim Densus 88 Antiteror Polri di Kabupaten…

9 jam ago

Jalan Terang Syariat Islam di Era Negara Bangsa

Syariat Islam dalam konteks membangun negara, sejatinya tak pernah destruktif terhadap keberagaman atau kemajemukan. Syariat…

9 jam ago

Pancasila : Jalan Tengah Menerapkan Syariat di Tengah Pluralitas

Di jantung kepulauan Nusantara, tersembunyi kearifan-kearifan purba yang tak lekang oleh waktu. Dari tanah Sulawesi,…

1 hari ago

Rekontruksi Tafsir “Syariat” di Negeri Multikultural

Setiap manusia dalam lingkaran kehidupannya pasti selalu dikelilingi dengan aturan-aturan syariat. Karena di dalam syariat…

1 hari ago

Benarkah Menolak Formalisasi Syariah Berarti Anti-Islam?

Agenda formalisasi syariah tampaknya masih menjadi isu seksi yang terus digaungkan oleh kelompok radikal teroris.…

1 hari ago