Categories: Keagamaan

Tentang Ridha

Secara bahasa, Ridha berarti puas dan rela. Allah mencintai orang-orang yang puas dan rela atas apa saja yang Allah berikan kepadanya. Ia tidak pernah berlebihan dalam menuntut atau selalu merasa kurang cukup. Orang yang puas atas ketentuan Allah adalah orang yang pandai bersukur, mungkin tidak semua pintanya dalam doa langsung dipenuhi oleh Allah, namun ia tetap bersabar dan puas dengan apa yang ia miliki saat ini. Ia percaya bahwa Allah lebih tahu apa yang ia butuhkan.

Allah mencintai orang-orang yang ridha, yakni orang yang dengan lapang dada menerima seluruh ketentuan Allah. Dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa terdapat setidaknya 4 jenis ridha yang di perintahkan dan 2 jenis ridha yang dilarang. Adapun 4 ridha yang diperintahkan itu adalah; 1, Ridha untuk menerima Allah sebagai tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Rasulnya. Abbas bin Abdul Muthalib menyebutkan, Rasulullah bersabda “akan merasakan kelezatan iman seseorang yang ridha kepada Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasulnya” (HR. Muslim).

Jenis Ridha yang kedua adalah ridha orang tua terhadap anaknya. Ridha orang tua begitu penting, karena bahkan Allah SWT ‘nurut’ pada ridha ini. Rasul menjelaskan “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmizi, Hakim). Hal ini menunjukkan betapa Islam mengagungkan posisi orang tua, karena ridha dan murkanya berkorelasi langsung dengan ridha dan murka Allah. Imam Al Ghazali menjelaskan sejumlah adab yang wajib dilakukan anak kepada orangtuanya, yakni; mendengarkan perkataannya, mentaati perintahnya (selama masih dalam kebaikan), tidak berjalan di depannya dan tidak meninggikan suara di hadapannya. Dengan demikian niscaya orang tua tidak akan murka, demikian pula dengan Allah.

Ridha ketiga yang diperintahkan adalah ridha seorang suami terhadap istrinya. Menerima, menghormati dan saling membantu merupakan salah satu bentuk ridha yang dapat dilakukan suami terhadap istrinya. Begitu pentingnya ridha seorang seuami, hingga Rasul bersabda “Setiap istri yang meninggal dunia dan diridhai oleh suaminya, maka ia masuk surga” (HR at Tirmidzi). Oleh karenanya menjadi kewajiban istri untuk selalu patuh dan taat kepada suaminya, terutama jika suami tersebut berada dalam kebaikan.

Ridha terakhir adalah ridha dalam perniagaan atau jual beli. Beberapa ulama menyatakan bahwa jual beli tidak sah menakala tidak terdapat keridhaan di dalamnya. Oleh karenanya pedagang harus selalu menjaga kualitas barang dagangganya agar tidak mengecewakan pembeli, sementara pembeli harus selalu memastikan bahwa ia telah membeli apa yang ia butuhkan dan membayarnya dengan cara yang benar.

Di sisi lain Allah melarang kita untuk ridha terhadap dua hal, yakni ridha terhadap hal-hal yang bersifat duniawi dan ridha terhadap orang-orang yang memusuhi rasul. Orang yang ridha terhadap dunia adalah mereka yang terlalu mementingkan dunia dibandingkan akhirat, sehingga tidak jarang mereka melupakan Allah dan agamanya. Allah tidak menyenangi orang yang demikian. Sementara ridha terhadap orang-orang yang memusuhi nabi adalah orang-orang yang ridha untuk meninggalkan ajaran dan contoh kebaikan yang diberikan oleh nabi.

This post was last modified on 9 September 2015 12:05 PM

Khoirul Anam

Alumni Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS), UGM Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Salafiyah Syafiyah, Sukorejo, Situbondo, Jatim dan Ponpes al Asyariah, kalibeber, Wonosobo, Jateng. Aktif menulis untuk tema perdamaian, deradikalisasi, dan agama. Tinggal di @anam_tujuh

Recent Posts

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

12 jam ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

12 jam ago

Tabayun, Disinformasi, dan Konsep Bom Bunuh Diri sebagai Doktrin Mati Syahid

Dalam era digital yang serba cepat dan terbuka ini, arus informasi mengalir begitu deras, baik…

12 jam ago

Amaliyah Istisyhad dan Bom Bunuh Diri: Membedah Konsep dan Konteksnya

Kekerasan atas nama agama, khususnya dalam bentuk bom bunuh diri, telah menjadi momok global yang…

12 jam ago

Alarm dari Pemalang dan Penyakit Kronis “Kerukunan Simbolik”

Bentrokan yang pecah di Pemalang antara massa Rizieq Shihab (“FPI”) dan aliansi PWI LS lalu…

1 hari ago

Pembubaran Pengajaran Agama dan Doa di Padang: Salah Paham atau Paham yang Salah?

“hancurkan semua, hancurkan semua, hancurkan semua”. Begitulah suara menggelegar besautan antara satu dengan lainnya. Di…

2 hari ago