Keagamaan

Titik-Temu Qs. Al-Kafirun dan Al-Mumtahanah:8 Perihal Toleransi dan Saling Melindungi

Ada dua kebenaran etis ayat Al-Qur’an yang sejatinya menjadi titik-temu antara toleransi dan sikap saling melindungi. Meniscayakan kesadaran: bahwa perbedaan bukan hanya menjadi jendela pembatas, melainkan diekpresikan dalam bentuk kebersamaan saling melindungi.

Secara substansi, prinsip “lakum dinukum wa liya diin” (Qs. Al-Kafirun:6) sebetulnya bukan menjadi tembok pemisah. Perbedaan sebagai sunnatullah justru dikokohkan oleh (Qs. AL-Mumtahanah:8) bahwasanya kita dituntut berbuat baik dan berlaku adil atas non-muslim yang tidak memerangi umat Islam.

Jelas, kita saat ini tidak dalam konteks situasi peperangan. Bahkan, prinsip “lakum dinukum wa liya diin” pada dasarnya menjadi semacam (ketetapan). Untuk tidak saling mengganggu dalam (urusan iman) kita masing-masing.

Secara fungsional, ini menjadi (clue-etis) bahwa tidak ada penghalang untuk membangun hubungan sosial saling melindungi dengan alasan beda agama, sebab perbedaan agama itu adalah sunnatullah yang harus kita jaga dengan baik.  

Toleransi Sejati itu Saling Melindungi

Dalam konteks toleransi, tentu kita harus pahami bahwa ini bukan perkara membangun pemisah. Toleransi bukan hanya sekadar “ucapan” menghargai namun di baliknya penuh kebencian. Toleransi pada dasarnya adalah cara (membangun hubungan sosial-kemanusiaan) tanpa melihat identitas keagamaannya apa.  

Sublimasi kebenaran dalam potongan (Qs. Al-Kafirun) “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku”.

Ayat di atas bukan berarti meniscayakan aturan untuk kita acuh. Memisahkan diri atau membangun tembok pemisah setinggi-tingginya untuk tidak bertetangga, bersama secara rukun dan merasa “alergi” dengan mereka yang berbeda agama.

Sebab ayat tersebut memiliki korelasi ke dalam (prinsip-prinsip) di dalam membangun semacam (kebebasan) hak-hak keagamaan untuk kita bisa saling menghargai. Juga, sebagai sebuah cara pandang untuk membangun hubungan baik di tengah perbedaan itu.

Sebab, kita hidup di dunia ini pada dasarnya tidak hanya sempit ke dalam hubungan saudara dalam iman. Sebagaimana Sayyidina Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa meskipun non-muslim bukan saudara dalam iman, bukan berarti kita acuh/membangun tembok pemisah. Sebab, mereka yang berbeda keyakinan adalah saudara kita dalam kemanusiaan.

Mengapa kemanusiaan yang menjadi hal penting dalam diri kita? Cobalah kita pahami potongan ayat (Qs. Al-Mumtahanah:8) bahwasanya “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.

Bahwa, toleransi bukan sekadar membangun tembok pemisah hubungan sosial antar umat beragama. Sebab, prinsip hidup (saling kenal-mengenal) dan saling melindungi pada dasarnya mengacu ke dalam wilayah etis kita sebagai (makhluk sosial) yang sejatinya saling membutuhkan satu-sama lain. Maka, dari sinilah prinsip toleransi yang harus kita amalkan dalam kehidupan berbangsa ini.

This post was last modified on 23 Desember 2022 5:14 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago