Kebangsaan

Tradisi Bubur Asyuro: Sebuah Keyakinan Untuk Menolak Ideologi Transnasional

Setiap bulan Muharram atau dalam penanggalan Jawa disebut Bulan Suro terdapat tradisi unik yaitu pembagian bubur Asyuro. Bubur Asyuro adalah olahan yang dibuat dari biji-bijian serta tambahan bahan lain yang menjadi pengingat atas perjuangan umat muslim dalam melaksanakan perang Badar. Hingga sekarang, tradisi bubur Asyuro masih terus dijalankan karena sisipan nilai moral yang ada didalamnya. Kepedulian sosial, rasa toleran, hingga kebersamaan akan menjadi pengingat bagaimana dahulu Nabi membangun struktur kecemerlangan Islam.

Menengok sejarah, Perang Badar menjadi salah satu momen dahsyat yang dialami umat Islam. Ditinjau dari banyaknya prajurit, umat Islam kalah telak dengan hanya 313 prajurit melawan tentara musuh berjumlah 1000 orang. Pun dari segi persenjataan, umat Islam hanya memiliki sedikit senjata untuk melawan pasukan musuh dengan senjata yang lebih maju. Satu-satunya modal kemenangan umat Islam hanyalah keyakinan, bahwa Allah swt akan menolong mereka semua. Sebuah peristiwa dahsyat akan kemenangan umat Islam dalam pertempuran tersebut.

Tidak diduga, modal keyakinan mampu menumbangkan pasukan musuh yang begitu banyaknya. Umat Islam bergembira menyambut kemenangan yang hampir mustahil mereka dapatkan. Maka peringatan bubur Asyuro sejatinya membuka lembaran ingatan akan kemenangan umat Islam di masa lalu. Bagaimana cara umat Islam mengatasi hadangan yang besar dengan keyakinan yang luar biasa.

Sejatinya kepercayaan semacam ini perlu juga diterapkan dalam kultur sosial masyarakat. Apalagi dalam permasalahan ideologi, kepercayaan adalah modal utama untuk membentuk satu bangunan yang kokoh. Sehingga dalam kesehariannya, masyarakat akan melandaskan dirinya pada ideologi yang dianut.

Akan tetapi, permasalahan utama yang terus terjadi dalam ideologi adalah lunturnya kepercayaan masyarakat. Permasalahan sosial yang kian diperbarui, ikut memudarkan keyakinan tentang kemampuan suatu ideologi mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga pelan-pelan mereka melirik beberapa ideologi baru dan mulai membandingkannya.

Permasalahan selanjutnya adalah ketidak-obyektifan perbandingan yang dilakukan. Mereka membandingkan ideologi dari salah satu sudut saja, sehingga terburu-buru mengambil satu ideologi baru tanpa mengetahui sisi terburuk dari ideologi tersebut. Kejadian ini terus menerus berulang, dan yang pada akhirnya, mereka yang berpindah ideologi, merasa menyesal dan kembali lagi pada ideologi sebelumnya. Kejadian ini terus menerus berulang pada mereka yang kehilangan keraguan akan ideologi Pancasila.

Oleh karena itu, permasalahan keyakinan seperti ini hanya bisa diselesaikan dengan satu hal yaitu pengingat. Dalam agama, pengingat atas keimanan seorang hamba adalah ibadah. Proses tersebut akan meningkatkan keyakinan seseorang melalui pengalaman spiritual yang didapatkan dalam proses ibadah. Maka dalam permasalahan ideologi, pengingat yang bisa digunakan adalah tradisi dari masyarakat sekitar.

Tidak bisa dipungkiri, ideologi Pancasila yang kini tercipta, hadir dari lingkup tradisi yang mendarah daging di masyarakat. Sehingga apabila dicermati secara seksama, pokok dari Pancasila selalu menghadirkan konsep-konsep seperti kebersamaan, kerukunan, kedamaian, dan sikap gotong royong yang selalu menjadi corak dari masyarakat yang plural. Dengan mengingat kembali serentetan tradisi, berarti juga mengingatkan masyarakat akan ideologi yang dianutnya.

Pun dalam tradisi bubur Asyuro masyarakat akan diingatkan akan konsep ideologi Pancasila. Konsep kerukunan akan didapat dengan membagikan bubur Asyuro pada tetangga sekitar. Kemudian konsep kebersamaan hadir saat masyarakat berdoa bersama-sama sebelum bubur dibagikan. Dan konsep toleransi bisa didapatkan dalam pembagian bubur yang tidak memandang latar belakang seseorang. Kelengkapan konsep adat yang diselubungkan dalam nilai-nilai nasionalisme, akan ikut mendorong masyarakat untuk semakin percaya akan ideologi Pancasila dengan pengamalan budaya.

Selain itu, bubur Asyuro juga mengandung muatan agama, dimana menjadi pengingat atas perjuangan Nabi di perang badar. Menambah rasa syukur atas kemenangan umat muslim dengan jumlah tentara dan peralatan senjata yang minim. Hanya keyakinan besar yang mampu memompa semangat tentara Islam sehingga bisa meraih kemenangan.

Maka seperti bubur Asyuro, pun bisa dijadikan alat keyakinan yang besar. Meskipun banyak ideologi yang menjanjikan kesejahteraan, ketentraman, dan konsep hidup yang lebih matang, semua itu akan diabaikan karena keyakinan yang sudah mendarah daging. Pada akhirnya, modal keyakinan inilah yang akan memotivasi masyarakat untuk terus berinovasi dalam mengedepankan ideologi. Menjalankan setiap kehidupan dengan ideologi yang dianut. Dan menyelesaikan masalah dengan penyesuaian ideologi secara kreatif.

This post was last modified on 18 Juli 2023 3:05 PM

Nur Faizi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago