Tahun ini, menjadi pertama kalinya dalam sejarah, upacara kenegaraan memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dilaksanakan di dua tempat sekaligus. Yakni di Istana Negara Jakarta dan Istana Negara baru, yang berada di IKN (Ibu Kota Nusantara).
Upacara HUT RI ke-79 di IKN adalah peristiwa monumental. Di satu sisi, pelaksanaan upacara peringatan HUT RI ke-79 di IKN adalah jawaban pada pihak-pihak yang selama ini meragukan pembangunan IKN dan berharap proyek raksasa itu mangkrak. Di sisi lain, upacara HUT RI di IKN juga menjadi penanda dimulainya era Indonesia baru.
Dalam teori perubahan sosial, kita mengenal setidaknya tiga tipe transformasi yang terjadi di sebuah negara atau bangsa. Yaitu, evolusi, siklus, fungsional, dan konflik. Teori evolusi meyakini bahwa sebuah bangsa bisa berubah secara alamiah melaui proses evolusi yang panjang.
Teori siklus meyakini bahwa peradaban itu merupakan sebuah perjalanan yang mirip lingkaran, ada kalanya di bawah, ada kalanya di puncak, untuk kemudian berada di titik terbawah lagi. Sedangkan teori fungsional meyakini bahwa perubahan dalam masyarakat terjadi kerena setiap elemen dalam sebuah bangsa itu menjalankan fungsinya semaksimal mungkin. Terakhir, teori konflik meyakini bahwa perubahan sosial justru terjadi manakala bangsa itu berkonflik, baik secara internal maupun eksternal.
Jika kita berbicara dalam konteks Indonesia, pemindahan IKN yang disimbolisasikan dengan penyelenggaraan upacara HUT RI ke-79 ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan semacam lompatan evolusi. Dalam teori evolusi, setiap perubahan pasti ada tahapannya. Dalam konteks biologis, evolusi yang terjadi pada makhluk hidup terjadi selama ratusan juta tahun dan akan terus terjadi seterusnya tanpa pernah ada batas waktu.
Imajinasi Keindonesiaan Tak Lekang Zaman
Demikian pula dalam konteks Indonesia, evolusi bangsa ini terjadi selama ratusan tahun, dari zaman era kerajaan, masa kolonialisme, hingga saat ini. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup yang mengalami evolusi, bangsa ini pun dihadapkan pada beragam tantangan. Jika kunci keberhasilan makhluk hidup berevolusi adalah adaptasi, maka kunci keberhasilan bangsa dalam berevolusi adalah imajinasi.
Mengapa imajinasi itu begitu penting? Sosiolog Ernerst Renant menuturkan bahwa imajinasi adalah cikal-bakal terbentuknya sebuah bangsa. Bangsa yang besar acapkali tidak lahir karena kesamaan identitas agama, warna kulit, bahasa, dan sejenisnya. Melainkan lahir karena adanya kesamaan latar belakang sejarah serta imajinasi kolektif akan masa depan.
Teori Renant ini relevan untuk menjelaskan bagaimana bangsa Indonesia ini terbentuk. Kita adalah bangsa multiras, multietnis, multisuku, multiagama, dan multibahasa yang kebetulan memiliki kesamaan masa lalu, yakni sama-sama menjadi korban penjajahan. Dan, kita juga memiliki kesamaan imajinasi, yakni mewujudkan kehidupan yang lebih adil, sejahtera, dan damai seperti tercantum dalam konstitusi. Imajinasi itulah yang membuat bangsa Indonesia masih bertahan sampai saat ini.
Namun, harus diakui bahwa belakangan ini imajinasi kebangsaan yang konstruktif itu mulai memudar, utamanya di kalangan milenial dan generasi Z. Masifnya penyebaran ideologi transnasional radikal telah melahirkan imajinasi baru yang cenderung destruktif. Salah satunya mewujud pada cita-cita mengganti Pancasila dan NKRI dengan daulah atau khilafah islamiyyah.
Penangkapan teroris di sejumlah tempat dalam beberapa pekan terakhir seolah mengonfirmasi bahwa imajinasi mendirikan negara Islam di Indonesia itu masih eksis hingga sekarang. Pembubaran diri organisasi radikal ekstrem ternyata tidak menjamin berakhirnya gerakan radikal terorisme. Sel terorisme terus berevolusi, bertransformasi, dan berevolusi ke dalam berbagai bentuk dan wajah.
Era Baru Indonesia yang Berorientasi Pemerataan
Ironisnya lagi, sel-sel terorisme itu didominasi oleh kalangan muda berusia di bawah 20 tahun atau disebut generasi Z. Banyak survei dan penelitian yang mengungkap adanya kecenderungan gen Z mulai tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Alih-alih justru mendukung berdirinya negara atau imperium Islam.
Maka, peringatan HUT RI ke-79 yang juga diperingati dengan upacara di IKN idealnya juga bisa menjadi semacam wake up calling bagi seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda. Upacara HUT RI di IKN adalah semacam pernyataan tegas bahwa imajinasi kebangsaan yang konstruktif, tidak boleh kalah dengan imajinasi destruktif, seperti ekstremisme dan terorisme yang belakangan ini bergeliat kembali.
Pembangunan IKN adalah perwujudan konkret atas imajinasi tentang pemerataan bangsa. Dari sisi geografis, letak IKN yang tepat berada di tengah-tengah wilayah teritorial NKRI menandakan bahwa ke depan, orientasi pembangunan Indonesia tidak hanya jawasentris alias bertumpu di satu titik wilayah saja. Di titik ini, tidak diragukan lagi bahwa IKN adalah perwujudan dari imajinasi pemerataan kesejahteraan.
Para proklamator bangsa di masa lalu berhasil memerdekaan Indonesia dengan menggelorakan persatuan (integrasi) banyak golongan. Generasi sekarang hadir dengan gagasan baru, yakni pemerataan ekonomi dan akses pada sumber-sumber kehidupan. Isu pemerataan ini penting, lantaran salah satu faktor maraknya ekstremisme dan terorisme adalah juga karena ketimpangan sosial dan ekonomi.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…