Narasi

Vaksin Dari Nabi Untuk Kita yang Kadang Kebablasan dalam Beragama

Pantaskah seorang Nabi menghalangi umatnya dalam melaksanakan kegiatan keagamaannya? Tentu saja tidak pantas karena itu berlawanan dengan tugas seorang Nabi, untuk menyeru umatnya giat dalam beribadah. Namun bila kegiatan beragama yang dilakukan umatnya sudah kebablasan, seperti membahayakan diri atau merugikan orang lain, maka tindakan nabi tersebut sudah sepantasnya.

Nabi pernah menegur sahabat yang saking semangatnya berpuasa, enggan buka puasa serta makan sahur. Tindakan Nabi tersebut menjadi semacam vaksin untuk kita agar kebal dari penyakit kebablasan dalam beragama. Agar kita tahu bahwa beragama ada aturannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan prilaku sebagian umat Islam, yang hanya bermodal semangat ibadah tanpa memiliki pengetahuan agama yang cukup, melakukan tindakan yang tergolong kekerasan.

Nabi Menegur Orang yang Kebablasan dalam Beragama

Sahabat Anas ibn Malik menceritakan bagaimana Nabi menegur orang yang kebablasan dalam beragama:

يَقُولُ جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ ) أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى (

(Anas ibn Malik) berkata: “Datang tiga orang ke rumah istri-istri Nabi. Mereka menanyakan tentang ibadah Nabi. Saat mereka diberi tahu tentang ibadah Nabi, sepertinya mereka sedang berdebat. Mereka lalu berkata: ‘Siapakah kita bila dibanding Nabi. Ia telah diampuni dosa-dosanya. Baik yang lalu maupun yang akan datang’. Lalu salah seorang mereka berkata: ‘Aku akan melakukan salat malam terus menerus.’ Yang lain berkata: ‘Aku akan berpuasa setahun dan tidak berbuka.’ Yang lain berkata: ‘Aku akan menjahui perempuan dan tidak menikah selamanya.’ Lalu Rasulullah datang. Beliau kemudian bersabda: ‘Kalian orang-orang yang mengucapkan ini dan itu. Adapun aku, sesungguhnya akau adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. Namun aku berpuasa dan berbuka, aku mengerjakan salat dan juga tidur, dan aku menikahi beberapa perempuan. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan bagian dariku’.” (HR. Imam Bukhari).

Hadis di atas mengajarkan kita pada beberapa hal:

Pertama, jangan sampai keinginan untuk beribadah lebih giat daripada orang lain, justru mendorong kita melakukan hal-hal yang menabrak aturan agama. Dan hendaknya semangat dalam beragama harus tetap berada dalam koridor aturan agama.

Kedua, tidak semua ibadah yang dilakukan secara berlebih akan menjadi lebih baik. Berpuasa selama berhari-hari memang ibadah yang mulia. Namun bukan berarti saat tidak disertai berbuka atau makan sahur, justru akan menambah kemuliaan puasa yang ia lakukan. Sebab hal itu justru membahayakan kesehatan tubuhnya, dan membuat kewajiban lainnya terbengkalai.

Ketiga, dalam melakukan ibadah apapun, hendaknya jangan sampai membuat kita lalai dengan ibadah atau kewajiban lain. Karena ibadah tidak hanya satu, melainkan bermacam-macam.

Kekerasan Agama Adalah Tindakan Kebablasan Dalam Beragama

Tidak ada jalan lain untuk menghindari tindakan kebablasan dalam beragama, kecuali mengenali dan memahami tata aturan pada agama tersebut. Dan ini menunjukkan pentingnya menguasai ilmu agama serta bahaya beragama hanya bermodal semangat saja. Semangat dapat diarahkan melenceng dari agama, tapi orang yang berilmu tidak akan mudah disesatkan.

Salah satu contoh kebablasan dalam beragama, adalah tindakan kekerasan dalam beragama. Banyak pelaku kekerasan agama adalah seorang muslim soleh yang disulut amarahnya dengan hal-hal yang seakan-akan merugikan agamanya. Lalu akibat tidak mengetahui tatacara amar makruf dan nahi munkar, ia bertindak sekenanya dan secara tak sadar menabrak kewajiban yang lain.

Pelaku kekerasan agama tidak mengetahui bahwa amar makruf dan nahi munkar memiliki dinamikanya tersendiri. Bahwa dalam beribadah setiap orang memiliki tahapan-tahapannya tersendiri, dan dalam nahi munkar hendaknya jangan sampai merugikan orang lain yang tidak berbuat kemunkaran.

This post was last modified on 21 Januari 2021 1:00 PM

Mohammad Nasif

Recent Posts

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

9 jam ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

9 jam ago

“Ittiba’ Disconnect”; Kerancuan HTI Memahami Kebangkitan Islam

Meski sudah resmi dibubarkan dan dilarang beberapa tahun lalu, Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya…

13 jam ago

Kebangkitan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, dan Kejawen

Nasionalisme, sejauh ini, selalu saja dihadapkan pada agama sebagaimana dua entitas yang sama sekali berbeda…

1 hari ago

Membangun Sinergi Gerakan Nasional dan Pembaruan Keagamaan

Kebangkitan Nasional pada awal abad ke-20 bukan sekadar momentum politis untuk meraih kemerdekaan. Lebih dari…

1 hari ago

Cahaya dari Madinah: Pendidikan dan Moderasi sebagai Denyut Nadi Peradaban

Pada suatu masa, lebih dari empat belas abad silam, Yatsrib, sebuah oasis di tengah gurun…

1 hari ago