Narasi

Wajah Buruk Medsos; Antara Sadisme dan Radikalisme

Baru-baru ini kita dihebohkan dengan aksi sadis dua remaja berinisial AD (17) dan MF (14) yang membunuh MFS (11) di Makassar, Sulawesi Selatan. Polisi telah menetapkan kasus itu sebagai pembunuhan berencana dan menangkap kedua pelaku.
AD dan MF membunuh MFS karena ingin menjual organ tubuh MFS ke salah satu kanal website dengan harga yang sangat fantastis.

Di satu sisi, mental psikopat yang ada pada AD dan MF itu bisa dipahami sebagai tindakan yang didorong oleh kepentingan ekonomi. Akan tetapi, di sisi lain, perilaku psikopat itu juga dapat dipahami sebagai bagian dari pengaruh buruk media sosial (medsos/internet) yang kini digunakan oleh hampir semua anak muda. Jadi, karena perantara medsos/internet, kepentingan ekonomi dan mental psikopat dua remaja (AD dan MF) itu menemukan momentumnya.  

Konten Psikopat Hanyalah Bagian Kecil dari Pengaruh Buruk Medsos

Aksi sadis yang dilakukan AD dan MF terhadap MFS itu sebenarnya hanyalah penampakan kecil dari pengaruh buruk medsos terhadap kehidupan remaja/anak. Dengan kata lain, sebenarnya masih banyak pengaruh buruk medsos lainnya terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak/generasi muda.

Misal, seperti infiltrasi paham-paham radikal yang beredar luas di medsos. Meski bukan hal baru, namun hal ini masih banyak tidak disadari oleh berbagai pihak, termasuk oleh para orang tua. Banyak orang tua yang masih beranggapan bahwa medsos hanyalah ruang hiburan untuk mengisi waktu luang atau sekadar untuk menunjukkan eksistensi anak/generasi muda.

Padahal, di masa di mana teknologi telah menjadi bagian inti kehidupan seperti saat ini, medsos telah banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya adalah sebagai alat  menyebarkan konten radikal guna menggait pengikut-pengikut baru untuk menjadi teroris.

Belakangan ini sudah banyak anak muda yang terpengaruh oleh paham-paham radikal di medsos. Bahkan, beberapa di antaranya telah menjadi dalang di balik aksi-aksi teror. Sebut saja misal, seperti SA (22) yang mencoba menyerang pos lalu lintas Cikokol, Tanggerang, 2019 lalu. Atau, ada juga RM (18) yang dilaporkan menerobos Mapolrestas Medan untuk melakukan aksi teror pada 2021 lalu. Mereka adalah korban dari proses radikalisasi yang selama ini berseliweran di medsos.

Jadi, dengan demikian, selain konten-konten psikopta, adanya proses radikalisasi atau doktrinasi generasi muda menjadi pelaku teror di medsos bukanlah isu belaka. Jika selama ini kita mempercayai bahwa wacana radikalisasi generasi muda melalui medsos itu hanyalah konspirasi atau propaganda pemerintah, maka sebenarnya kita telah terjebak dalam keimanan yang salah dan fatal.

Sebab, pada kenyataannya, proses radikalisasi dan penyebaran perilaku-perilaku buruk di medsos memanglah benar adanya. Di era digital seperti saat ini, penyebaran paham-paham radikal dan pengaruh-pengaruh buruk lainnga telah menjadi skandal proyek kekuatan jahat seperti halnya organisasi teroris.

Meningkatkan Kewaspadaan dan Pengawasan

Karena itu, kasus pembunuhan anak oleh A dan F itu harus menjadi pengingat bagi kita untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan. Generasi muda adalah harapan masa depan, sebab itu, generasi muda harus dijaga dari pengaruh buruk media sosial seperti perilaku psikopat dan juga paham radikal.

Kita – orang tua pada khususnya – harus membenahi cara pandang dalam menilai keberadaan medsos. Jika selama ini kita menganggap bahwa medsos hanyalah dunia hiburan, pada kenyataannya medsos sudah melebih hal itu. Kini keberadaannya telah menjadi alat baru bagi kekuatan jahat untuk melakukan doktrinasi/radikalisasi.

Jika selama ini kita cenderung membebaskan anak-anak muda berselancar di medsos, maka kini perlu melakukan pengawasan secara lebih intensif lagi. Pengawasan di sini bukan lantas kita sepenuhnya mengontrol aktifitas anak. Tentu tidak. Pengawasan di maksud bisa saja berupa perhatian orang tua terhadap anak.

Misal, dengan cara memperhatikan perilaku dan pergaulan-pergaulan mutakhirnya. Hal itu penting agar kita tahu hal-hal apa yang terjadi pada anak-anak muda. Sehingga, dengan begitu, saat kita melihat perilakunya yang aneh, seperti mulai pro terhadap kejahatan tertentu, misalnya, kita bisa secara cepat mengambil langkah cepat.

Medsos adalah lorong yang penuh dengan misteri. Karena itu, jangan anggap bahwa medsos hanyalah mainan belaka. Di era kiwari kini, medsos bisa membentuk karakter dan perilaku seseorang: menjadi baik dan/atau jahat bak psikopat dan para teroris. Waspadalah!

This post was last modified on 17 Januari 2023 1:39 PM

Farisi Aris

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago