Setiap kali konflik di Palestina menunjukkan eskalasi, muncul gerakan filantropi kemanusiaan yang menyasar kelas menengah muslim. Penderitaan masyarakat Palestina yang menghadapi agresi militer Israel itu kiranya memantik rasa simpati dan empati masyarakat muslim Indonesia.
Maka, tidak mengherankan jika gerakan filantropi kemanusiaan untuk Palestina selalu mendapat respons positif masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari besarnya jumlah sumbangan umat Islam Indonesia untuk warga Palestina.
Namun, di tengah fenomena itu umat Islam harus meningkatkan kewaspadaan tersebab tidak semua gerakan filantropi kemanusiaan untuk Palestina benar-benar disalurkan tepat sasaran. Tidak sedikit dana umat yang sedianya disalurkan untuk Palestina justru mengalir ke organisasi-organisasi ekstremis dan teroris.
Beberapa tahun lalu, aparat keamanan dan Densus 88 berhasil membongkar lembaga bernama Syam Organizer, jaringan teroris ISIS yang berkedok lembaga amal dan kemanusiaan. Modus mereka adalah menyebar kotak amal di berbagai tempat dengan label bantuan kemanusiaan untuk Gaza dan Paletina. Namun, belakangan diketahui dana umat itu justru dialirkan ke organisasi radikal-ekstrem ISIS.
Menyasar Kelas Menengah Muslim
Isu Palestina memang mudah memantik simpati umat untuk memberikan donasi. Foto atau video anak dan perempuan yang terluka akibat serangan militer Israel pastilah menyentuh siapa pun yang melihatnya. Namun, apa jadinya jika hal itu dimanipulasi oleh kelompok ekstrem untuk menggalang dana?
Kaum ekstremis selalu memakai segala cara untuk mendapatkan pendanaan. Tersebab, faktor pendanaan merupakan variabel terpenting dalam sebuah gerakan, termasuk ekstremisme-terorisme. Salah satu sebab mengapa aksi teror belakangan ini menurun drastis adalah keterbatasan dana untuk menyokong aksi-aksi terorisme.
Saking vitalnya masalah pendanaan, kaum radikal-ekstrem mau melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Mulai dari cara-cara yang ekstrem, seperti merampok bank. Hal ini pernah dilakukan jaringan teroris pada tahun 2010. Ketika itu, sekelompok teroris merampok sejumlah bank di Sumatera Utara dan Aceh.
Cara lainnya adalah dengan menggalang dana di kalangan kelas menengah muslim dengan mengeksploitasi isu Palestina. Mengapa isu Palestina dan mengapa menyasar kaum kelas menengah? Isu Palestina dieksploitasi sedemikian rupa untuk menggalang dana karena konflik Palestina kerap dibungkus dengan nuansa keagamaan.
Oleh kaum radikal, isu Palestina kerap di-framing ke dalam isu konflik antara Islam dan Yahudi. Hal inilah yang membangkitkan rasa simpati dan empati dari umat Islam. Lalu, mengapa sasarannya adalah kaum kelas menengah muslim? Selain mereka memiliki kondisi finansial yang mapan, dan memiliki hasrat berderma yang tinggi, kelas menengah muslim sebagian besarnya juga belum memiliki pemahaman terkait bagaimana menyalurkan donasi kemanusiaan ke Palestina yang tepat sasaran.
Mereka mudah sekali dimobilisasi oleh ormas atau gerakan yang mengatasnamakan solidaritas Palestina padahal sebenarnya merupakan bagian dari jaringan radikalisme-ekstremisme. Bisa dikatakan, kelompok kelas menengah ini memiliki ghiroh kepedulian yang tinggi pada isu Palestina, namun tidak kritis dalam melihat fenomena filantropi atau penggalangan dana yang mengatasnamakan isu Palestina.
Harus Ada Regulasi yang Jelas
Akibatnya, banyak dana umat yang jumlahnya besar justru diselewengkan dan mengalir ke jaringan terorisme. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan. Di titik ini, perlu langkah tegas dan kesadaran bersama untuk mencegah fenomena penggalangan dana kelompok ekstrem dengan berkedok solidaritas kemanusiaan untuk Palestina.
Langkah pertama, pemerintah harus bersikap tegas menertibkan penggalangan dana untuk Palestina. Selama ini, aturan penggalangan dana untuk Palestina masih terkesan longgar sehingga setiap lembaga apa pun bahkan perorangan bisa mengumpulkan dana umat atas nama solidaritas Palestina.
Seperti diketahui, kini banyak influencer di media sosial yang secara terang-terangan membuka rekening donasi dan mengumpulkan dana umat. Padahal, tidak jelas benar transparansi dan akuntabilitasnya. Hal ini tentu harus ditertibkan. Harus ada regulasi yang mengatur lembaga mana saja yang secara resmi boleh menampung dana umat dan menyalurkan ke Palestina.
Kedua, umat Islam terutama kelas menengah diharapkan memiliki daya nalar dan kritisisme untuk memahami gerakan filantropi kemanusiaan yang mengatasnamakan Palestina. Umat Islam hendaknya menyalurkan donasinya ke lembaga-lembaga resmi yang memang dikenal kredibel. Misalnya ke lembaga yang bernaung di bawah NU, Muhammadiyah dan organisasi keislaman moderat lainnya.
Dengan begitu, dana umat akan disalurkan ke pihak yang tepat dan tidak jatuh ke kelompok ekstrem-teroris. Pada akhirnya, umat Islam harus memiliki kesadaran bahwa niat baik membantu Palestina saja tidak cukup. Niat baik itu harus dibarengi dengan sikap rasional dan kritis dalam memahami peta gerakan filantropi agar tidak terjebak dalam muslihat kelompok radikal-ekstrem.
This post was last modified on 20 Oktober 2023 1:37 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…