Rabu 23 Maret 2015, Jaya Suprana menulis surat terbuka untuk Ahok di Koran Sinar Harapan. Jaya memuji kinerja Ahok dalam pemberantasan korupsi, kemudian sebagai sesama orang keturunan Tionghoa dan Kristen Jaya menasehati Ahok untuk berkata sopan santun di hadapan publik. Jaya khawatir sentimen dan kebencian orang Indonesia terhadap orang keturunan Tionghoa yang dulu membuat orang Tionghoa diserang dan diintimidasi akan muncul kembali akibat Ahok berkata-kata kasar. Masyarakat umum akan menyimpulkan seluruh orang keturunan Tionghoa berbicara seperti Ahok.
Kekhawatiran Jaya Suprana bisa kita mengerti, karena logika induksi dan generalisasi di dalam kehidupan sosial kita sungguh kental. Apa itu logika induksi dan generalisasi?
Logika induksi dan generalisasi merupakan metode penyimpulan untuk mendapatkan pengetahuan. Induksi dan generalisasi menarik kesimpulan dari fakta yang khusus ke sesuatu yang bersifat umum. Contohnya seperti yang terjadi pada Ahok. Ahok ialah seorang keturunan Tionghoa yang berkata-kata kasar, publik akan menyimpulkan bahwa semua orang Tionghoa berkata kasar juga.
Logika induksi dan generalisasi akan sangat berguna untuk menguji potensi akademik calon mahasiswa atau berguna dalam menyimpulkan hukum-hukum dari alam. Namun, jika metode itu dipraktikkan untuk membaca keadaan sosial, kedua metode penyimpulan ini perlu kita waspadai. Sebab, keadaan sosial begitu kompleks, variatif, dan dinamis. Kita tak bisa menyimpulkan keadaan sosial secara universal dari fakta-fakta yang partikular, maka logika induksi dan generalisasi tak bisa kita pakai untuk membaca keadaan sosial.
Kita sebagai umat Islam pasti akan marah ketika dilabeli sebagai pelaku kekerasan dan teroris hanya kerena sebagian oknum tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan Islam melakukan teror dan kekerasan. Oleh karena itu, sebagaimana kita tidak ingin difitnah sebagai umat pelaku kekerasan dan teroris, maka umat muslim seharusnya tidak melakukan penyimpulan generalisasi yang serupa.
Hal yang terjadi seringkali kita melakukan generalisasi. Misalnya, ketika kita menemukan beberapa pemikiran barat yang berbenturan dengan ajaran Islam, maka seluruh pemikiran dari barat kita haramkan. Padahal ada kebaikan-kebaikan yang bisa didukung dan tidak bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Logika induksi dan generalisasi yang serempangan jika terus kita lakukan akan menjebak kita ke dalam social trap. Social trap ini berbahaya untuk keberlangsungan hidup yang toleran dan damai. Kita tak bisa memandang jernih kelompok lain dan penuh dengan penghakiman, begitu juga kelompok lain terhadap kita. Maka usaha kita bersama untuk membangun kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik terhalangi oleh prasangka dan konflik pemahaman.
Maka pesan tulisan ini amatlah jelas; “Waspadailah logika induksi dan generalisasi!”
Ayat pertama yang turun pada Rasulullah SAW. adalah perintah untuk membaca. “Iqra!”
Renungkanlah betapa bijaksana perintah pertama bagi Rasulullah ini. Pada masa Rasulullah orang Mekkah sedang tenggelam dalam kebodohan dan kehidupan penuh konflik. Tapi yang Allah perintahkan bukan “Hakimilah!” atau “Simpulkanlah”. Tapi “Bacalah!”
Ini menunjukan kegiatan yang terus-menerus untuk mengamati keadaan sosial yang dinamis dan karakteristik orang yang unik. Memandang dengan jernih keadaan yang ada, jauh dari penghakiman dan pemberian label pada masyarakat.
Jika kita pengikut Rasulullah yang mulia tentu kita akan mengikuti cara beliau memandang keadaan sosial dan masyarakat. Kita akan objektif dan tidak dengan serampangan menyimpulkan sebuah kelompok secara total dan eternal bersifat buruk atau baik.
Mari kita melihat sesuatu lebih dekat dan lebih jernih. Demi kehidupan yang lebih damai.
This post was last modified on 6 April 2015 4:15 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments
Ini baru artikel yang cerdas. Emang generalisasi sosial, apalagi di Indonesia yang notabene memiliki keanekaragaman suku, ras, dan agama harus dibinasakan. Gara2 segelintir orang gak bertanggung jawab doank, semua kena imbasnya.