Ada tiga kesalahan secara metodologis paling mendasar yang sering-kali dilakukan oleh kita di dalam mengkritik. Pertama, terbawa arus kebencian. Kedua, sentiment secara personal. Ketiga, provokatif. Dari ketiganya jika dibiarkan, ini akan menjadi “racun” bagi tata-etika demokrasi kita. Karena tiga kesalahan di dalam mengkritik ini justru menyalahi konsep dan metodologi mengkritik itu sendiri.
Karena metodologi kritik, pada hakikatnya sebagai bagian dari (cara kerja) demokrasi itu sendiri. Di mana, masyarakat diberikan (hak) secara konstruktif untuk menyampaikan kritikan. Tentu, secara fungsional, harus mengacu kepada dasar metode perbaikan, pembenahan dan membangun. Demi kebaikan bangsa.
Karena kritik bukan hanya melontarkan kata-kata kasar atau penuh kebencian, doyan memfitnah dan memprovokasi publik agar membenci pemerintahan yang sah misalnya. Sebagaimana kebencian itu sejatinya jauh dari misi kritik itu sendiri yang harus memiliki metodologi berpikir yang secara orientasi untuk membenahi, mencari solusi dan menyampaikan aspirasi.
Begitu juga dengan sentiment secara personal. Ini justru bukan membangun sebuah tata argumentatif untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang mungkin kita menganggap kurang atau lemah. Justru yang di nilai bukan dari kinerja dan kebijakannya. Melainkan menyerang secara personal seperti halnya menyerang fisiknya. Hal demikian justru tidak ada daya manfaat serta misi yang jelas. Karena tindakan sentiment secara personal ini hanya menilai segala sesuatu berdasarkan fisik dan kondisi kepribadian seseorang.
Tentu tidak hanya itu. Kesalahan yang paling fatal di dalam kritik adalah provokatif. Di sini kita sepakat bahwa yang namanya provokasi selalu menjadi benang merah dari permusuhan, perpecahan dan konflik. Karena aktivitas yang condong provokatif ini, justru lebih kepada (mengajak orang untuk membenci) bukan mengajak orang untuk berjuang bersama di dalam menyampaikan aspirasi, argumentasi yang membangun serta kritikan yang terarah kepada pembenahan.
Karena, tiga kesalahan antara kebencian, sentiment dan provokatif ini jika kita cermati. Sebetulnya tidak ada daya manfaat dan berguna bagi terbentuknya demokrasi kita. Karena tiga kesalahan ini selalu menjadi penyebab dari persatuan bangsa ini tidak terlaksana dengan baik. Ketiganya juga menjadi penyebab dari maraknya hate speech dan bullying yang membuat masyarakat kita tidak beretika. Serta ketiganya juga menjadi penyebab dari konflik dan permusuhan selalu terjadi.
Bahkan, tiga kesalahan di dalam mengkritik ini jika kita biarkan berjalan mulus, maka ini akan meracuni demokrasi kita. Sehingga, harapan untuk pembenahan, ide baru dan daya pembangunan bagi bangsa ini sejatinya tidak akan terlaksana dengan baik. Karena masyarakat kita telah terinfeksi dengan sebuah racun, di mana kebencian, sentiment dan provokasi akan merapuhkan tata-etika demokrasi kita.
Oleh sebab itu, tiga kesalahan secara metodologis di dalam mengkritik ini kita perlu benahi. Agar, demokrasi kita bisa terbangun dengan baik. Sehingga, demokrasi yang terbangun dengan baik, niscaya peradaban bangsa ini akan semakin tegak menjulang. Hal demikian kita perlu memahami bahwa metodologi kritik sejatinya harus mengedepankan semangat untuk perubahan. Serta daya argumentatif untuk menyampaikan aspirasi yang membangun.
This post was last modified on 16 Juni 2021 11:59 AM
Presiden Prabowo Subianto kembali melantik Komjen (Purn) Eddy Hartono sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme…
Dunia digital kita sedang menghadapi sebuah fenomena baru yang mengkhawatirkan: krisis kebenaran. Jika sebelumnya masyarakat disibukkan…
Sebagai sebuah ideologi dan gerakan sosial-politik, terorisme harus diakui memiliki daya tahan alias resiliensi yang…
Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…
Pemerintah tengah menyusun Peta Jalan dan Pedoman AI. Rencananya pemerintah akan mengeluarkan Keputusan Presiden yang…
Di tengah kemajuan teknologi yang luar biasa, kita dihadapkan pada tantangan baru yang semakin kompleks…