Narasi

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang ditanamkan kepada mereka, kelak mereka akan menuainya untuk bangsa ini. Jika menanam benih intoleransi dan kekerasan, maka kelak mereka akan menuai perilaku intoleransi dan kekerasan bagi bangsa ini.

Maka di sinilah pentingnya mencegah intoleransi dan kekerasan di sekolah demi menyelamatkan generasi bangsa. Setidaknya ada 4 mekanisme dalam memerdekakan lembaga sekolah dari intoleransi dan kekerasan.

Pertama, pentingnya tanggung-jawab guru di sekolah dalam merepresentasikan hakikat merdeka belajar ke dalam merdeka beragama pada anak didik di sekolah. Dalam arti pemahaman, kebebasan ekspresi dalam konteks atribut pakaian tak ada pemaksaan harus menggunakan jilbab. Karena ini bagian dari tugas seorang guru dalam mewujudkan merdeka belajar pada anak itu.

Jadi secara implementasi, hakikat dari merdeka belajar bagi siswa/siswi di sekolah juga harus terwujud dalam memberikan hak kebebasan bagi siswi di sekolah negeri yang tak menggunakan jilbab misalnya. Serta menjunjung hak belajar tanpa diskriminatif/intolerant terhadap latar belakang agama siswa/siswi tersebut.

Begitu juga kemerdekaan belajar yang bebas dari perilaku kekerasan fisik/verbal. Seperti membentak atau memarahi hingga menyebabkan siswa/siswi mengalami tekanan/gangguan psikologis. Karena hal demikian akan tumbuh menjadi karakter ketika dewasa sehingga akan sangat merugikan bagi masa depan bangsa di tangan generasi yang mengalami beban traumatic kekerasan itu.

Kedua, sekolah perlu membangun kebijakan yang dapat menjadikan asas legalitas dalam melindungi hak-hak kemerdekaan setiap murid yang harus diperlakukan setara, adil dan tolerant itu. Artinya, sekolah perlu mereduksi segala kebijakan yang cenderung membenarkan tindakan intoleransi seperti memaksa melepas jilbab atau memaksa menggunakan jilbab. Kita tahu, kelalaian lembaga pendidikan dalam membuat kebijakan yang dapat mencegah intoleransi, diskriminasi dan ketidakadilan di lembaga pendidikan menjadikan perilaku demikian terus menjalar dan mengakar.

Maka menjadi sangat penting kiranya di momentum hari pendidikan nasional nanti. Untuk bisa mengupayakan spirit berbenah di lembaga pendidikan. Untuk membangun kebijakan, menciptakan dan menghidupkan legalitas yang dapat mengatur peran guru pada siswa/siswi atau murid di sekolah. Agar guru-guru dan seluruh pihak di lembaga pendidikan itu patuh pada norma-norma keadilan, kesetaraan dan kewajiban siswa/siswi agar diperlakukan secara setara, baik antara yang muslim/non-muslim.

Ketiga, perlu adanya mekanisme controlling, baik dilakukan oleh pihak-pihak yang bertanggung-jawab seperti kepala sekolah. Untuk memastikan lingkungan sekolah dapat mengimplementasikan norma-norma yang dijelaskan di nomor 3 di atas. Agar lembaga pendidikan benar-benar merdeka dari segala bullying, intoleransi dan kekerasan yang dilakukan oknum guru atau murid pada murid lainnya.

Keempat, sekolah juga tak boleh melepaskan peran orang tua dalam mekanisme pencegahan intoleransi dan kekerasan di sekolah. Artinya perlu membangun kolaborasi aktif dengan orang tua murid. Perannya dapat bekerja-sama dengan sekolah untuk ikut berpartisipasi aktif dalam mencegah, mengawasi dan melaporkan perilaku bullying, kekerasan, dan intoleransi di sekolah.

Dosa lembaga pendidikan adalah tanggung-jawab bersama. Baik kepala sekolah, lembaga pendidikan, guru dan orang tua murid. Jadi, cobalah untuk bersama-sama di dalam membangun mekanisme pencegahan yang sifatnya kolaboratif. Untuk bisa memerdekakan lembaga pendidikan sekolah dari intoleransi dan kekerasan yang dapat melahirkan karakter dan perilaku yang destruktif di bagi bangsa di masa depan.

 

 

Sitti Faizah

Recent Posts

Tabayyun sebagai Kearifan untuk Menghadapi Propaganda

Pergesekan antar ormas (organisasi kemasyarakatan) yang terjadi di Pemalang, serta konflik senjata yang terjadi antara…

13 jam ago

Waspada Karakter Fasik di Era Digital: Menyaring Informasi, Menyelamatkan Persatuan

Di era digital yang dibanjiri informasi, sikap kehati-hatian dan bijak menjadi kebutuhan pokok. Bayangkan, setiap…

13 jam ago

Kekeliruan Istilah Ulama “Pribumi” vs Ulama “Impor”

Wacana yang memisahkan ulama menjadi “pribumi” dan “impor” adalah konstruksi sosial yang lemah secara historis…

14 jam ago

Anak dalam Jejaring Teror, Bagaimana Menghentikan?

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengkonfirmasi adanya peningkatan penetrasi propaganda radikal yang menyasar kelompok rentan…

3 hari ago

Peran Penting Orang Tua dalam Melindungi Anak dari Ancaman Intoleransi Sejak Dini

Di tengah era digital yang serba cepat dan terbuka, media sosial telah menjadi arena bebas…

3 hari ago

Ma-Hyang, Toleransi, dan Kesalehan dalam Kebudayaan Jawa

urip iku entut gak urusan jawa utawa tionghoa muslim utawa Buddha kabeh iku padha neng…

3 hari ago