Narasi

5 Tanda Ujaran Kebencian di Atas Mimbar Agama

Selain suci, mimbar agama sering kali dianggap tempat yang sakral. Maka, kesucian dan kesakralan sering kali membuat orang tidak berani berbuat sembarangan di atas mimbar. Bahkan, ada penceramah (pengguna mimbar) yang harus melakukan ritual tertentu ketika akan naik ke atas mimbar.

Kendati demikian, ada juga penceramah yang justru menyampaikan ujaran kebencian di atas mimbar agama. Sebagian terang-terangan, sebagian lain samar-samar. Namun demikian, keduanya sama-sama tidak diperkenankan dalam agama. Selain itu, stabilitas sosial pun akan terciderai.

Dalam pada itulah, mengetahui tanda-tanda seorang penceramah menyampaikan ujaran kebencian atau tidak sudah menjadi kebutuhan. Menurut Babak Bahador, profesor peneliti di School of Media and Public Affairs, George Washington University, tanda-tanda perkataan mengandung ujaran kebencian antara lain:

1. Merendahkan Seseorang atau Kelompok Tertentu

Di atas mimbar agama, seorang mengucapkan narasi kebencian dengan cara merendahkan seseorang atau kelompok tertentu. Kondisi ini biasanya dilakukan dalam rangka mengunggulkan diri atau kelompok tertentu dengan merendahkan diri atau kelompok tertentu.

Seorang penceramah sudah semestinya melakukan pembelaan atas ‘keimanan’ yang ia anut. Namun demikian tidak diperkenankan melakukan ujaran kebencian dengan merendahkan terhadap pilihan orang atau kelompok lain. Lebih-lebih merendahkan individu ataupun kelompok lain hanya karena urusan politik atau kepentingan pribadi. Hal ini sangat tidak elok dilakukan.

Merendahkan seseorang atau kelompok tertentu bukan saja larangan negara namun juga dalam agama. Agama mengajarkan bahwa dalam diri setiap individu atau kelompok harus memiliki sifat hamba. Sebagai seorang hamba harus merasa kecil, tidak diperkenankan sombong sehingga merendahkan individu atau kelompok lain.

2. Hasutan Melakukan Kekerasan Fisik

Kata-kata yang mengandung hasutan yang diucapkan para penceramah agama di atas mimbar juga termasuk ujaran kebencian. Fenomena ini juga sudah sering terjadi. Seorang penceramah di atas mimbar agama memprovokasi umat agar melakukan aksi-aksi yang tidak baik. Mereka mengajak memberontak, mengajak berdemo dengan merusak piranti-piranti umum, dan lain sebagainya.

Narasi keagamaan yang mengandung hasutan seperti ini sangatlah berbahaya. Bahkan ucapan-ucapan sang penceramah bisa saja menjadikan audiens menjadi bughat. Dalam pengertian syara’, bughat adalah orang-orang yang menentang atau memberontak pemimpin Islam yang terpilih secara sah. Tindakan yang dilakukan bughat bisa berupa memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, membangkang perintah pemimpin, atau menolak berbagai kewajiban yang dibebankan kepada mereka. (an-nur.ac.id).

3. Dehumanisasi

Dehumanisasi juga termasuk ujaran kebencian yang menjadi tanda seorang penceramah mengucapkan ujaran kebencian di atas mimbar agama. Saat ini, dehumanisasi sudah sering dilakukan oleh penceramah kelompok tertentu. Mereka dengan entengnya meremehkan dan menyamakan kelompok lain dengan entitas yang dibenci secara budaya. Kata-kata babi, tikus, monyet, kuman, kotoran, ataupun hal-hal lain yang berkonotasi negatif sering kali diucapkan.

Dehumanisasi sering kali juga digunakan para penceramah untuk meledek kelompok lain dengan melibatkan para jamaah. Penceramah menyamakan kelompok lain dengan entitas tertentu yang dipandang negatif di hadapan para jamaah dan jamaah pun tertawa menertawakan kelompok yang dimaksud. Tentu ujaran kebencian ini bukan hanya berada pada diri penceramah namun juga akan dengan mudah menular pada jamaah. Bagaimanapun, secara psikologis, jamaah juga merasa menyatu dengan penceramah manakala komunikasi dua arah berjalan dengan baik dan gembira.

4. Demonisasi

Penceramah agama menggunakan demonisasi dengan menggambarkan seseorang atau kelompok lain sebagai sesuatu yang tidak biasa, tapi dengan konotasi negatif. Penceramah menggambarkan orang atau kelompok lain dengan monster, robot, atau penyakit fatal seperti kanker yang merupakan ancaman mematikan.

Demonisasi yang diucapkan penceramah biasanya mampu membuat jamaah menjadi alergi terhadap orang atau kelompok tertentu. Hal ini karena individu atau kelompok tertentu dianggap sebagai penyebab orang atau kelompok lain menderita atau tersakiti. Padahal, tidak seperti itu yang terjadi. Bisa saja jamaah menjadi sakit hati karena ucapan penceramah agama yang mengandung demonisasi.

5. Menuduh Negatif Seseorang atau Kelompok

Penceramah agama juga sering kali mengklaim individu atau kelompok kelompok tertentu melakukan perbuatan negatif. Para penceramah memfitnah pejabat atau pemerintah melakukan korupsi tanpa adanya bukti-bukti yang dibenarkan adalah salah satu contoh yang sering terdengar. Fitnah-fitnah lain semisal mengatakan bahwa salah seorang pejabat adalah komunis padahal ahli ibadah juga termasuk di dalamnya. Dan hal ini perlu diwaspadai.

Bermula dari sinilah, ketika kita sudah mengetahui tanda-tanda ujaran kebencian di atas mimbar, maka kita perlu untuk waspada. Isi khutbah semisal ini tidak perlu untuk dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan. Dan bagi penyelenggara kegiatan ataupun takmir masjid mesti bisa menyeleksi penceramah agama yang seperti ini.Wallahu a’lam.

This post was last modified on 30 Januari 2023 4:14 PM

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Membongkar Misi JAD; Menjadikan Nusantara Sebagai Provinsi Resmi ISIS

Jamaah Ansharud Daulah alias JAD tidak bisa dianggap sepele. Organisasi yang didirikan oleh Oman Abdurrahman…

12 jam ago

Benarkah Islam Nusantara dan Moderasi Beragama Adalah Agenda Barat untuk Melemahkan Islam?

Kelompok ekstremis itu bergerak di dua ranah. Ranah gerakan yang fokus pada perencanaan dan eksekusi…

16 jam ago

Migrasi ISIS ke Ranah Virtual: Bagaimana Ikonografi Menjadi Medium Pencitraan Ekstremisme?

Beberapa hari lalu, Detasemen Khusus 88 menangkap empat terduga terorisme di Sumatera Utara. Keempatnya diketahui…

16 jam ago

Game Online dan Soft Propaganda: Waspada Cara Baru Meradikalisasi Anak

Perubahan strategi terorisme di Indonesia dan secara global telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Mereka…

4 hari ago

Densus 88 Tangkap 4 Pendukung ISIS Penyebar Propaganda Terorisme di Medsos; Bukti Terorisme Masih Nyata

Penangkapan empat pendukung ISIS di Sumatera Barat dan Sumatera Utara oleh Detasemen Khusus (Densus) 88…

4 hari ago

Strategi Perlindungan Ketika Game Online Menjadi Gerbang Radikalisme

Di tengah riuhnya perkembangan teknologi digital, terselip kenyataan pilu yang dialami oleh anak generasi muda…

4 hari ago