Keagamaan

Agama dan Inspirasi Persatuan Bangsa

Dalam dunia yang semakin sempit karena keramaian dan kepadatan media hari-hari ini, peran agama kembali dipertanyakan. Terlebih bila dikaitkan dengan munculnya berbagai situs radikal yang seolah menggunakan agama tertentu sebagai dasar dan pembenaran bagi paham radikal tersebut.

Hal ini tidak melulu terjadi pada satu agama saja, hampir semua agama yang ada pernah mengalami hal serupa. Karena itulah kemudian muncul pertanyaan, mungkinkah agama menjadi salah satu –kalau bukan satu-satunya– unsur pemersatu bangsa dan bukan sebagai pemecah bangsa ini? Sedangkan dalam sejarah kita menyaksikan bagaimana konflik yang timbul di dalam bangsa ini beberapa kali justru tumbuh subur dengan menggunakan isu dan sentimen agama sebagai bahan bakarnya.

Agama dalam sejarah bangsa ini berulang kali digunakan sebagai alat untuk mempertajam dan memperluas konflik dengan berbagai kepentingan di dalamnya, hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa banyak pemimpin agama bukanlah orang-orang yang profesional dalam menjalankan tugasnya memelihara dan menjaga agama. Profesional yang saya maksudkan dalam hal ini bukan hanya mengenai bayaran saja, seperti yang selama ini telah dipahami dengan keliru oleh banyak pihak, tetapi mengenai sebuah sikap hidup.

Pemuka agama yang profesional, ulama yang profesional, adalah mereka yang tidak hanya menempatkan kepentingan pribadi dan golongannya di atas segalanya, tetapi juga yang menempakan kepentingan seluruh kemanusiaan di atas segalanya, karena toh bisa dibilang setiap agama semestinya menjadikan manusia menjadi lebih manusiawi. Tidak sekali-kali menggunakan agama yang semestinya dijaga dan dipeliharanya tersebut demi kepentingan subyektifnya. Bahasa dan sentimen agama digunakan sepenuhnya hanya demi kepentingan kemanusiaan secara keseluruhan.

Dalam hal ini peranan umat juga semakin terbuka dengan adanya teknologi informasi, terutama terkait dengan bagaimana menyaring sendiri setiap informasi yang muncul dengan begitu mudah saat ini. Hal itu dapat dilakukan dengan mengajukan sebuah pertanyaan mudah, yakni; apakah informasi tersebut berorientasi pada kepentingan kemanusiaan secara keseluruhan?

Tulisan yang berisi hasutan dan ancaman, informasi yang memecah-belah dan bertendensi menghancurkan kemanusiaan dalam berbagai sisi dengan ide-ide yang tidak logis semestinya tidak lagi mendapat tempat, bahkan untuk sekedar disebut dalam diskusi saja, seharusnya tidak perlu.

Dalam hal pemahaman tentang kemanusiaan, kita bisa melihat, menyadari dan kemudian mengajarkannya kepada setiap yang dekat di sekitar kita. Realita tentang adanya keberagaman dan realita tentang adanya kehidupan bersama adalah juga bagian dari kemanusiaan yang perlu kita tunjukkan terus-menerus. Hal ini menunjukann bahwa agama tidak hanya menuntut kita untuk menjadi saleh secara pribadi, seperti yang selama ini diajarkan dalam pelajaran agama di sekolah-sekolah kita.

Dalam kesadaran akan keberagaman dan kehidupan bersama itu, semestinya ungkapan-ungkapan yang mengandung kekerasan terhadap agama lain dan terlalu menggunggulkan agama sendiri semakin dihindari penggunaannya, sehingga iklim yang tercipta semakin sejuk dalam masyarakat.

Perbedaan adalah sesuatu yang niscaya dan pasti ada dalam kehidupan yang kemudian membuat hidup dan kemanusiaan menjadi semakin indah untuk dilihat dan dijalani. Dan tentu saja, agama termasuk di dalamnya, sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Alangkah indahnya bila para pemuka dan pemeluk agama bisa bersikap profesional seturut agama dan keyakinan yang dipelihara dan dijaganya dengan menjunjung tinggi setiap nilai kemanusiaan yang ada.

Memperlakukan setiap orang yang hadir dan hidup bersama sebagai sesama manusia, mengusahakan setiap nilai kemanusiaan yang dijalani dan dihidupi bersama dalam bingkai kebangsaan. Bukan lagi terpecah dan terpisah hanya karena perbedaan pandangan dan agama saja, tetapi mengupayakan apa yang sudah diperjuangkan oleh para ulama terdahulu, sebagai sebuah bangsa.

Wibowo

Sarjana Theologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Saat ini melayani sebagai Pendeta di salah satu gerja Jawa di Yogyakarta.

Recent Posts

Prebunking vs Propaganda: Cara Efektif Membendung Radikalisme Digital

Di era digital, arus informasi bergerak begitu cepat hingga sulit dibedakan mana yang fakta dan…

14 jam ago

Tantangan Generasi Muda di Balik Kecanggihan AI

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Pengaruhnya…

18 jam ago

Belajar dari Tradisi Islam dalam Merawat Nalar Kritis terhadap AI

Tak ada yang dapat menyangkal bahwa kecerdasan buatan, atau AI, telah menjadi salah satu anugerah…

18 jam ago

Kepemimpinan Kedua Komjen (Purn) Eddy Hartono di BNPT dan Urgensi Reformulasi Pemberantasan Terorisme di Era AI

Presiden Prabowo Subianto kembali melantik Komjen (Purn) Eddy Hartono sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme…

2 hari ago

Hubungan Deepfake dan Radikalisasi: Alarm Bahaya bagi Kelompok Rentan

Dunia digital kita sedang menghadapi sebuah fenomena baru yang mengkhawatirkan: krisis kebenaran. Jika sebelumnya masyarakat disibukkan…

2 hari ago

Evolusi Terorisme Siber; Dari Darkweb ke Deepfake

Sebagai sebuah ideologi dan gerakan sosial-politik, terorisme harus diakui memiliki daya tahan alias resiliensi yang…

2 hari ago