Keagamaan

Aparat Negara adalah Ansharut Thagut, Benarkah?

Dalam setiap aksi teror dan bom bunuh diri, teroris selalu menargetkan fasilitas-fasilitas publik. Kantor dimana aparat negara melaksanakan tugas seperti kantor polisi merupakan tempat yang acapkali dijadikan target aksi terorisme dan pengeboman. Kantor Polsek Astana Anyar di Kota Bandung misalnya, baru-baru ini mengalami kejadian nahas menjadi target bom bunuh diri (7/12) sehingga menewaskan salah satu anggota polisi.

Dalam narasi yang dibangun oleh para teroris yang melabeli Pancasila dan pemerintah sebagai sistem thagut dan kafir, danmereka para aparatur negara adalah ansharut thagut. Karena itulah, mereka meyakini bahwa aparat negara halal darahnya. Akan tetapi, benarkah pemerintah dan Pancasila adalah thagut sementara aparat negara adalah ansharut thagut?

Konsep Thagut dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur’an, tidak ada satupun ayat yang menyebut bahwa pemerintahan dan orang-orang yang bekerja untuk pemerintah adalah thagut. Tidak ada pula ayat yang menyebutkan kalau thagut itu kafir. Ada beberapa ayat yang menyebut kata thagut, namun berisi keharusan untuk ingkar atau kafir pada thagut, bukan mengkafirkan thagut. Disinilah kekeliruan golongan takfiri, yang meyakini thagut adalah kafir, bahkan halal dibunuh. Padahal fakta ilmiahnya tidak demikian.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia tela berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256). Ayat ini secara jelas memerintahkan kita agar mengingkari thagut dan beriman kepada Allah. Ayat ini secara eksplisit juga memberikan pengertian bahwa sesuatu selain Allah yang diimani adalah thagut.

Terdapat beberapa ayat lain dalam al-Qur’an yang menyebutkan kata thagut. Misalnya adalah Surat al-Baqarah ayat 257. Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah adalah Pelindung orang-orang beriman. Sementara orang-orang kafir pelindung-pelindungnya adalah thagut.

Surat an-Nisa ayat 60 kembali menyebut kata thagut. Ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada al-Qur’an dan kitab suci sebelumnya hendak berhakim kepada thagut. Padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thagut itu.

Ayat lain yang menyebut kata thagut adalah Surat an-Nisa ayat 76 (bahwa orang kafir berperang di jalan thagut); Surat al-Maidah ayat 60 (terdapat manusia yang menyembah thagut); Surat an-Nahl ayat 36 (perintah agar manusia menjauhi thagut); dan Surat az-Zumar ayat 17 (kabar gembira bagi manusia yang menjauhi thagut).

Satu-satunya hal yang dapat kita sepakati dari beberapa ayat yang mencantumkan kata thagut di atas adalah bahwa thagut sesuatu yang tidak baik dan harus dijauhi manusia. Sama sekali kita tidak dapat menyimpulkan bahwa pemerintah adalah thagut dan kafir, sehingga semua yang berkenaan dengan mereka halal dibunuh. Persoalannya, orang-orang yang terpapar ideologi transnasional dan pelaku teror, seringkali melabeli pihak yang dia serang sebagai thagut. Dengan kata lain, mereka mengkafirkan thagut tersebut. Padahal, sebagai agama mayoritas di Indonesia, sangat mungkin bahwa orang-orang yang diserang teroris adalah seorang muslim taat. Sama sekali tidak dapat dikategorikan thagut dan kafir.

Dalam konteks tersebut, mengkategorikan aparat negara sebagai ansharut thagut atau penolong berhala tentu merupakan kesalahan nalar berpikir kelompok teroris. Justru aparat negara adalah pihak-pihak yang berkewajiban melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai tugas masing-masing dengan sebaik-baiknya sebagaimana amanah undang-undang.

Kenyataan-kenyataan tersebut, selanjutnya berimplikasi jelas pada kesesatan logika yang mengatakan bahwa membunuh aparat negara ialah jihad. Ini karena kata jihad selalu berkenaan dengan penegakan terhadap kebajikan. Sementara menghilangkan nyawa manusia adalah kejahatan. Bahkan, al-Qur’an juga mengutuk manusia yang membunuh manusia lainnya tanpa ada latar belakang yang memperbolehkan: “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. (QS. Al-Maidah: 32). Wallahu a’lam bish-shawaab.

This post was last modified on 13 Desember 2022 3:58 PM

Mohammad Sholihul Wafi

Alumni PP. Ishlahusy Syubban Kudus.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

11 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

11 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

11 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

11 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago