Narasi

Bangkit Meraih Kemenangan dari Covid

Ramadan segera berakhir. Umat Islam bersiap-siap menyambut hari raya kemenangan atau Idul Fitri yang telah menanti di depan mata. Momentum perayaan hari kemenangan ini sangat spesial karena terlaksana dalam hingar bingar bulan kebangkitan nasional. Dalam konteks tersebut, pesan-pesan dari dua momentum peringatan (keagamaan dan kebangsaan) harus bisa kita bumikan dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

Kebangkitan Nasional

Kebangkitan nasional, lahir atas semangat perlawanan terhadap kolonialisme yang berasal dari organisasi-organisasi nasional. Menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah memahami bahwa penjajahan hanya akan bisa dikalahkan apabila terdapat konsep persatuan dan kebangsaan yang solid.

Secara khusus, momentum kebangkitan nasional menjadi titik balik krusial Indonesia, yang telah mengubah metode dan arah perjuangan mencapai kemerdekaan. Itu karena sejak masa itulah terjadi sebuah lompatan besar dari konsep gerakan kedaerahan, kesukuan, dan sikap serta perilaku tradisional menuju langkah taktis yang jelas untuk membentuk sebuah bangsa. Kita menata diri untuk berserikat secara modern, membangun kekuatan dari susunan orang-orang yang plural, belajar menyelesaikan masalah dengan keputusan dan implementasi kolektif, mengubah dari perjuangan yang spontan menjadi perjuangan yang sistematis dan terencana (Jerry Sambuaga, 2018).

Itulah saat di mana kita mulai menyusun dan mendefinisikan batas kebangsaan Indonesia. Benedict Anderson dalam Imagined Communities (1983) menyebutkan, batas sebuah bangsa adalah kesadaran kolektif sekelompok orang mengenai nilai dan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sejak pendirian bangsa tersebut. Dan, batas kebangsaan kita sendiri adalah persatuan dan kesatuan berbasis ke-Indonesia-an. Tanpa persatuan dan kesatuan dari kemajemukan, tidak akan pernah ada Indonesia. Kemajemukan adalah fitrah yang diciptakan Tuhan untuk bangsa Indonesia, yang selanjutnya turut menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kemenangan atas Covid-19

Secara terminologi, idul fitri bermakna kembali suci. Setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Mengekang hawa nafsu dari melakukan hal-hal yang sebenarnya diperbolehkan dan yang benar-benar dilarang. Akhirnya, Tuhan menepati janji-Nya, semua dosa mereka diampuni. Mereka kembali suci. Namun, perlu dicatat bahwa dosa manusia yang berhubungan dengan manusia lain dalam menjalankan muamalah hanya dapat diselesaikan apabila keduanya saling memaafkan. Artinya, ukuran kemenangan ‘fitri’ seseorang juga terletak dalam relasi kemanusiaan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, pahala orang berpuasa digantung di antara langit dan bumi sampai ia menunaikan zakat fitrah –ibadah kemanusiaan.

Baca Juga : 10 Hari Terakhir Ramadhan, Ayo Bangkit Lawan Covid-19

Dalam konteks merefleksikan momentum kebangkitan nasional dan kemenangan idul fitri, seyogyanya kita memaknainya dengan senantiasa memupuk kesadaran kolektif dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan pandemi Covid-19. Ditunjukkan dengan sikap dan perilaku merasakan penderitaan saudara satu bangsa. Ibarat satu tubuh, jika satu bagian sakit, maka semuanya juga akan merasakan kepedihan yang sama.

Kesadaran kolektif harus mewujud dalam perilaku kepedulian kepada sesama. Sebab, banyak warga negara yang kehilangan mata pencaharian dan penghasilan lalu kesulitan memenuhi kebutuhan pangan. Mereka butuh uluran tangan agar mereka tetap bisa bertahan hidup di tengah peliknya krisis pandemi Covid-19 yang hingga hari ini tidak diketahui secara pasti kapan akan berakhir.

Apalagi vaksin Covid-19 belum benar-benar ditemukan sekalipun riset juga telah banyak dilakukan di berbagai negara. Artinya, upaya yang bisa dilakukan oleh warga negara saat ini hanya memutus persebaran virus Covid-19. Dan, itu hanya bisa dilakukan dengan menghindari kerumunan dan keramaian. Ini membuat sektor-sektor industri dan UMKM lumpuh total –tanpa penghasilan. PHK karyawan pun banyak dilakukan karena memang tidak ada jalan lain untuk bertahan di tengah serba ketidakpastian.

Memang, pemerintah pusat dan daerah telah bersama-sama membuat kebijakan jaring pengaman sosial untuk membantu orang-orang terdampak. Akan tetapi, mengingat krisis yang terjadi secara menyeluruh dan banyak dilaporkan bahwa data penerima tidak valid, pasti ada orang-orang yang sebetulnya benar-benar membutuhkan tapi belum menerima bantuan. Maka itu, semangat volunterism sebagai kesadaran kolektif melawan pandemi ini penting agar bisa bersama saling menguatkan lainnya. Sehingga, beban berat akibat terdampak krisis Covid-19 pun menjadi berkurang.

Zakat fitrah yang notabene wajib dikeluarkan oleh umat Islam menjelang idul fitri juga bisa diberikan kepada mereka, fakir miskin terdampak Covid. Agar, kita bersama-sama bisa merasakan kemenangan – terbebas dari kelaparan di hari raya Idul Fitri. Sungguh, kita tidak akan benar-benar menang jika mereka masih kelaparan. Allah Swt. juga akan melaknat orang yang mampu membantu, tapi membiarkan tetangga yang terkena dampak Covid tetap kelaparan. Momentum Kebangkitan Nasional dan Idul Fitri ini sungguh tepat untuk merenungkan dan merefleksikan kembali, bagaimana seharusnya kita mengadaptasikan praktik beragama dalam mengatasi masalah Covid, yang telah menjadi persoalan bangsa dan negara. Semua harus bangkit untuk menunjukkan kepedulian kepada sesama. Agar, bangsa Indonesia bisa segera meraih kemenangan dari perang melawan Covid. Wallahu a’lam.

This post was last modified on 18 Mei 2020 3:30 PM

Mohammad Sholihul Wafi

Alumni PP. Ishlahusy Syubban Kudus.

Recent Posts

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

23 jam ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

23 jam ago

KH. Syukron Makmun: Singa Podium, Pelestari Akidah Ahlussunnah, dan Konter Wahabi

Di tengah ketegangan antarumat Islam akibat ikhtilaf mengenai hukum musik, yang diprakarsai oleh Wahabi dan…

23 jam ago

Gotong Royong: Menangkal Cacat Paham Individualisme Agama

Indonesia berdiri di atas keragaman sebagai salah satu pondasi utamanya. Oleh karena itu, keragaman itu…

23 jam ago

Noktah Hitam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Indonesia Dalam Kacamata Umat Beragama

Situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia saat ini tidak dalam keadaan “baik-baik saja”.…

2 hari ago

Toleransi Bukan Sekedar Menghormati, Tetapi Menjamin Hak yang Berbeda

Egoisme beragama adalah salah satu penghambat dalam membangun harmoni sosial antar umat beragama. Fenomena ini…

2 hari ago