Sejatinya agama tidak memiliki wajah ganda antar kebaikan dan keburukan. Agama apapun mengajarkan tentang kasih sayang, perdamaian, dan kebajikan. Persoalannya, agama kerap menampakkan wajah garang ketika dipahami secara salah dan sesat oleh para penganutnya. Sejarah telah mencatat agama menjadi bencana paling mengerikan dalam sejarah umat manusia karena ulah para kelompok yang mempolitisasi dan memanipulasi agama.
Tragedi dan bencana kemanusiaan yang membawa agama sebagai justifikasi telah menghadirkan tinta hitam dalam sejarah manusia. Konflik, perang dan pembantaian atas nama agama menjadi catatan yang mengerikan. Ketika agama menjadi bencana, siapa yang salah? Agamakah yang salah?
Charles Kimball dalam bukunya Whe Religion become Evil yang diterjemahkan secara apik oleh Penerbit Mizan, Kala Agama Menjadi Bencana, mengelaborasi faktor kenapa agama yang mempunyai ruh kasih sayang dan perdamaian dapat berubah wujud menjadi penyebab bencana kemanusiaan. Agama yang datang dari ilahi melalui para tokoh suci berubah menjadi bencana.
Kapan agama menjadi bencana? Jawabannya tidak lain karena ulah para kelompok radikal yang melakukan kejahatan atas nama agama. Mereka melakukan tindakan setan atas nama Tuhan. Mereka bangga melakukan Tindakan kekerasan atas nama kitab suci. Itulah yang dipertontokan oleh kelompok radikal yang membajak agama demi kepentingan politik.
Cara Kelompok Radikal Menjadikan Agama sebagai Bencana
Setidaknya ada beberapa faktor menurut Kimball untuk melihat agama berubah menjadi bencana. Pertama, ketika suatu kelompok agama mengklaim kebenaran tunggal dan mutlak. Tidak ada orang ruang pertemuan antar agama karena memandang semua agama di luar dirinya adalah salah.
Kelompok radikal memainkan klaim ini dengan mengatakan di luar dirinya adalah sesat, kafir dan halal darahnya. Bahkan sesama muslim pun mereka bisa melakukan tindakan kekerasan karena dianggap berbeda dari cara pandang mereka.
Kedua, ketaatan buta atau fanatsime kepada pemimpin keagamaan. Inilah ciri kelompok radikal yang dengan doktrin bai’at yang disalahpahami menjadikan mereka buta dan tuli terhadap kebenaran dan wawasan di luar guru dan pemimpinnya. Bagi mereka apa titah sang pemimpin harus dilaksanakan meskipun nyawa menjadi korban.
Ketiga, merindukan zaman ideal masa lalu dan ingin merealisasikannya di era kekinian. Kelompok radikal selalu mengusung propaganda zaman keemasan masa lalu yang ingin dihadirkan kembali menggantikan sistem yang ada saat ini. Dalam Islam misalnya gaung kelompok khilafah tiada habisnya dengan melakukan propaganda, indoktrinasi, hingga percobaan kudeta untuk mengganti dengan zaman keemas an khilafah yang mereka impikan.
Keempat, agama dijadikan pembenaran berbagai tindakan demi menggapai tujuan. Agama dimanipulasi, dieksploitasi dan dipolitisasi sebagai pengabsah segala cara untuk menghasilkan cita-cita politiknya. Kitab suci dijadikan justifikasi dan alibi untuk membenarkan tindakan. Tidak ada kata salah dalam tindakan mereka yang sudah dijustifikasi oleh dalil-dalil agama.
Kelima, adanya seruan perang suci untuk mencapai tujuan. Inilah yang menjadi khas kelompok radikal dengan memaknai dunia selalu berhadap-hadapan antara negeri Tuhan dengan negeri Setan. Pertarungan dua kutub ini selalu terjadi dan harus diselesaikan dengan perang suci atas nama Tuhan.
Tidak mengherankan jika kelompok radikal bertindak kekerasan, pembunuhan dan pembantaian terhadap orang yang tidak berdosa sekalipun dianggap sebagai perang suci. Perang melawan kejahatan bagi mereka harus ada korban. Orang yang tidak berdosa pun adalah korban untuk mencapai cita-cita perang suci.
Pertumparahan darah, pembantaian dan mudahnya merenggut nyawa orang lain adalah kisah dari agama yang menjadi bencana di tangan kelompok radikal. Bencana kemanusiaan ini lebih parah dari bencana alam yang bagian dari takdir Tuhan. Bencana agama akibat kelompok radikal akan menciptakan konflik dan perang yang berkepanjangan.
Ingatkah ketika agama di tangan kelompok radikal seperti ISIS menjadi kekuatan brutal yang bertingkah lebih parah dan kejam dari pada hewan. Atas nama agama dan perjuangan khilafah mereka membantai dan bahkan mempertontonkan pemenggalan kepala, menyeret mayat dan mengeksekusi anak-anak dan wanita tanpa ada naluri kemanusiaan sama sekali.
Ketika agama menjadi bencana yang dieksploitasi oleh kelompok radikal hanya akan menghadirkan manusia yang haus darah melebihi bejatnya binatang. Mereka bisa jadi berteriak atas nama Tuhan, tetapi tindakan mereka melebihi perilaku hewan. Masihkah mereka pantas disebut manusia ketika naluri kemanusiaannya tertutup oleh nafsu kekuasaan yang sedang memperalat agama.
This post was last modified on 12 Desember 2022 9:19 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…