Narasi

Beragama dengan Ilmu: Menyusuri Jalan Kebenaran, Bukan Sekadar Militansi

Beragama adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan banyak individu. Ia menjadi landasan spiritual yang memberi arah dan makna pada perjalanan hidup. Namun, dalam menjalani kehidupan beragama, muncul satu pertanyaan mendasar: apakah beragama dengan militansi saja sudah cukup? Ataukah seharusnya agama dilandasi oleh ilmu yang mendalam? Pentingnya beragama dengan ilmu bukan hanya untuk menjaga kesucian keyakinan, tetapi juga untuk memastikan bahwa agama menjadi alat penyembuhan dan kedamaian, bukan pemicu konflik atau perpecahan.

Militansi dalam konteks beragama seringkali dipahami sebagai keteguhan dan ketekunan dalam membela agama. Pada dasarnya, keteguhan beragama adalah hal yang positif, karena ia mencerminkan komitmen dan kesungguhan seseorang dalam menjalani ajaran-ajaran agama. Namun, masalah muncul ketika militansi tidak disertai dengan pengetahuan yang memadai, yang akhirnya berujung pada kesalahpahaman dan sikap ekstrem.

Militansi yang tak disertai ilmu seringkali menyebabkan sikap fanatisme buta. Orang yang fanatik dengan agama tanpa pemahaman yang mendalam cenderung menjadi kaku dan tidak terbuka terhadap dialog. Mereka melihat perbedaan sebagai ancaman, bukan sebagai peluang untuk belajar dan memperluas wawasan. Sikap ini dapat memicu permusuhan antarumat beragama atau bahkan antarmazhab dalam agama yang sama. Lebih buruk lagi, militansi tanpa ilmu dapat menciptakan kelompok-kelompok ekstremis yang merusak citra agama itu sendiri.

Pentingnya Ilmu dalam Beragama

Beragama dengan ilmu memiliki beberapa manfaat yang sangat penting. Pertama, ilmu akan membantu seseorang untuk memahami agama secara komprehensif, bukan hanya dari segi ritual, tetapi juga dari sisi filosofis, sejarah, dan nilai-nilai kemanusiaannya. Pemahaman yang mendalam tentang agama ini akan mendorong seseorang untuk melihat agama sebagai jalan menuju kebaikan universal, bukan sekadar identitas yang harus dipertahankan mati-matian.

Kedua, ilmu mengajarkan sikap kritis dan terbuka dalam beragama. Agama bukanlah sesuatu yang statis, melainkan memiliki dimensi yang dinamis dan kontekstual. Memahami agama dengan ilmu memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan ajaran-ajaran agama dengan realitas zaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar yang tetap relevan sepanjang masa. Dalam Islam, misalnya, terdapat konsep ijtihad yang membuka ruang bagi pemikiran kritis dan pengembangan hukum yang kontekstual sesuai dengan perubahan zaman.

Ketiga, beragama dengan ilmu juga membantu seseorang untuk menghindari manipulasi atas nama agama. Sejarah telah menunjukkan bahwa ada banyak orang yang menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi atau kelompok tertentu. Dengan ilmu yang memadai, seseorang akan lebih mampu membedakan antara ajaran agama yang benar dengan kepentingan politik atau ekonomi yang dibalut dengan simbol-simbol agama.

Dalam masyarakat yang plural, penting untuk membangun harmoni antarumat beragama. Hal ini hanya bisa dicapai jika masing-masing individu dan kelompok beragama memiliki pemahaman yang mendalam tentang agamanya sendiri dan agama lain. Ilmu pengetahuan tentang agama juga membantu seseorang untuk lebih memahami dan menghormati keyakinan orang lain, serta mencegah terjadinya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.

Agama dengan ilmu mendorong terciptanya dialog antaragama yang sehat. Dialog bukan untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan untuk saling belajar dan berbagi nilai-nilai kebaikan yang ada dalam setiap agama. Ini penting, terutama di era globalisasi, di mana interaksi antarumat beragama semakin intens dan kompleks. Memiliki ilmu yang cukup tentang agama sendiri dan agama orang lain akan membuat dialog menjadi lebih produktif dan membangun.

Menjaga Kesucian Agama dengan Ilmu

Agama adalah hal yang sakral dan patut dijaga kesuciannya. Namun, kesucian agama tidak akan terjaga hanya dengan militansi tanpa ilmu. Justru, seringkali kesucian agama tercemar oleh tindakan ekstrem yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku membela agama tanpa pemahaman yang benar. Dengan beragama yang berlandaskan ilmu, seseorang akan lebih bijaksana dalam menyikapi perbedaan dan lebih mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari secara positif.

Pada akhirnya, agama dengan ilmu bukan hanya memperkuat iman, tetapi juga memperkaya pemahaman dan menjauhkan diri dari sikap-sikap ekstrem yang merusak. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’” (QS. Az-Zumar: 9). Ayat ini menegaskan pentingnya ilmu dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam beragama.

Beragama dengan ilmu adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara keteguhan iman dan pemahaman yang mendalam. Militansi tanpa ilmu hanya akan menghasilkan sikap fanatisme yang merusak, sementara beragama dengan ilmu akan membawa seseorang pada pencerahan, kebijaksanaan, dan kedamaian. Dengan demikian, penting bagi setiap orang untuk selalu belajar dan memperdalam ilmunya, agar agama menjadi sumber kebaikan, bukan perpecahan.

M Nimah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

19 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

19 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

19 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago