Narasi

Bernegara Ala Nabi Muhammad: Haruskah Mendirikan Negara Khilafah?

Konsep kehidupan politik umat Islam masih terus menjadi perdebatan. Meski telah banyak sejumlah karya dan publikasi ilmiah yang menyatakan bahwa Islam hanya membahas hal-hal universal perihal kehidupan umat Islam, tidak rigid, namun masih banyak individu-individu atau kelompok yang menentang pendapat itu dan menyatakan bahwa umat Islam harus menjalani kehidupan politiknya di bawah kepemimpinan (negara) Islam atau khilafah.

Karena itu, bagi aliran atau kelompok ini mendirikan negara Islam (khilafah) adalah  keharusan. Sebab, bagi kelompok ini, negara Islam adalah syarat mutlak bagi umat Islam agar sempurna menjalani kehidupan berislamnya. Bagi kelompok ini, umat Islam terlarang menjalani kehidupan politiknya beriringan dengan komunitas non muslim. Sebab, non muslim bagi kelompok ini adalah musuh nyata yang dengannya tidak boleh menjalin kerja sama.

Bernegara Ala Nabi Muhammad

Pertanyaannya kemudian adalah, benarkah komunitas muslim harus menjalani kehidupan sosial-politiknya seperti yang didoktrinkan kelompok pengusung ideologi khilafah itu? Nyatanya Nabi Muhammad tidak mempraktikkan itu. Sebaliknya, Nabi Muhammad sendiri justru hidup berdampingan dengan komunitas non muslim.

Parade kehidupan Nabi Muhammad di Madinah bisa kita jadikan contoh dalam hal ini. Meski pada saat itu posisi umat Islam dominan dan superior di banding komunitas non muslim, dan kekuasaan politik berada di tangan umat Islam yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad, nyatanya komunitas non muslim di Madinah tetap dibiarkan hidup di Kota Madinah kala itu. Selama komunitas non muslim kala itu mau menjalani hidup dengan damai dengan umat Islam, dan mau membayar ketentuan pajak yang telah ditetapkan, komunitas non muslim tetap bebas menjalani kehidupan sehari-harinya.

Bahkan, antara komunitas Islam dan  komunitas muslim diperlakukan secara setara oleh Nabi Muhammad. Perbedaan keyakinan dan keimanan sama sekali tidak menjadi dinding pembatas bagi kedua komunitas itu untuk menjalin kerja sama dan hubungan yang baik.

Banyak literatur mencatat parade kehidupan Nabi Muhammad di Madinah yang hidup berdampingan dengan komunitas Muslim itu berlangsung lama. Bahkan, tercatat, beberapa punggawa negara Madinah diketahui tidak berasal dari komunitas muslim, melainkan dari komunitas Kristen. Ini membuktikan bahwa komunitas Islam dan komunitas non muslim bisa hidup berdampingan, dan tidak ada larangan atau batasan atas semua itu.

Jadi, pandangan sebagian aliran di dalam Islam yang menganggap bahwa komunitas Islam harus hidup terpisah dengan komunitas non muslim adalah tidak benar. Sebab, nyatanya, Nabi Muhammad justru mencontohkan dan mewariskan hal yang sebaliknya, yakni hidup berdampingan dengan semua komunitas lintas kepercayaan dan keyakinan.

Bernegara Ala Nabi Muhammad dalam Konteks NKRI

Indonesia adalah negara yang majemuk. Tercatat, ada lima agama resmi yang diakui oleh negara. Di antaranya, ada Islam, Kristen, Konghucu, Hindu, dan Budha. Sementara itu, masih banyak kepercayaan-kepercayaan lain yang sampai kini juga lestari di masyarakat. Dari setiap agama atau aliran kepercayaan itu, semuanya memiliki komunitasnya sendiri-sendiri dan diberi kebebasan untuk menjalaninya.

Karena itu, dalam konteks NKRI, jika kita mau menjalani kehidupan bernegara kita seperti yang dijalani dan dipraktikkan oleh Nabi Muhammad, maka jalan satu-satunya adalah hidup berdampingan dengan seluruh komunitas yang ada tanpa membeda-bedakan keyakinan dan kepercayaannya. Persis seperti yang dilakukan Nabi Muhammad saat menjalani kehidupan di Kota Madinah yang beragam. Hal itu adalah pilihan mutlak yang mesti diambil.

Keberagaman di dalam kehidupan sosial adalah keniscayaan. Karena itu, tugas kita adalah menerima semua itu dengan cara menjalani hidup sesuai kenyataan yang ada, bukan mempermasalahkannya. Dan bahkan tak perlu berkehendak untuk mendirikan negara Islam (khilafah) karena Nabi Muhammad sendiri tidak pernah mendirikan negara Islam (khilafah).

This post was last modified on 16 Februari 2023 2:04 PM

Alfie Mahrezie Cemal

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

24 jam ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

24 jam ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

24 jam ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

2 hari ago