Narasi

Bersama Menangani Hoax

Beberapa tahun belakangan ini masyarakat kita telah dihebohkan oleh munculnya sejumlah situs dan akun dalam media sosial internet yang ternyata menyajikan kebohongan (hoax). Hal ini tentu sangat meresahkan banyak pihak. Sebab banyak sekali kalangan yang akhirnya termoderasi oleh berseliwerannya hoax dalam media internet. Karena hal ini, akhirnya pemerintah pada akhir tahun lalu langsung mengeluarkan kebijakan guna merespon dengan cepat persoalan yang ada. Pemerintah berupaya memblokir sejumlah situs yang dianggap hanya menyajikan konten hoax atau menghasut masyarakat untuk melakukan tindakan kekerasan.

Upaya yang dilakukan tim cyber, di mana komando utama langsung dipimpin oleh kementrian komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) tersebut harus diapresiasi positif. Sebab sejumlah situs yang selama ini dirasa kerap menyajikan konten bohong dan hasutan akhirnya mulai berkurang. Namun, penanganan persoalan ini tidak dapat dilakukan hanya dengan menyerahkan semuanya kepada pemerintah. Sebab bila dicermati, masalah ini ternyata telah berubah. Persoalan ini bukan lagi persoalan tunggal yang penyelesaiannya cukup dengan langkah memblokir situs-situs penyebar konten hoax dan hasutan saja. Layaknya memegang pisau bermata dua, penanganan persoalan ini disatu sisi memang dapat berperan sebagai pemotong daun dan batang persoalan yang menyebabkan keresahan. Namun di sisi lain berpotensi menjadi alat yang digunakan pihak tertentu untuk memberangus kebebasan berekspresi.

Persoalan lain yang telah hadir dan tidak dapat diabaikan juga adalah banyaknya masyarakat yang telah mengkonsumsi informasi hoax. Hal ini bukan sebuah kerisauan tak berdasar. Sebab, berangkat dari data yang dimiliki oleh Kemenkominfo saja, jumlah situs yang teridentifikasi sebagai situs hoax per-Desember 2016 telah mencapai 800 situs. Sebagian situs tersebut banyak yang terhubung dengan media sosial seperti Facebook, Twitter dan lain sebagainya. Menurut data survei yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), hingga tahun lalu ada sekitar 132,7 juta orang Indonesia telah menjadi pengguna internet. Sebagaian besar di antaranya tentu terhubung dengan sosial media yang ada. Sehingga bukan hal yang berlebihan bila ada muncul kesimpulan di mana banyak di antara masyarakat kita yang telah mengkonsumsi hoax. Yang lebih menyulitkan lagi, konsumen informasi semacam ini pun sudah tidak jelas lagi dari kalangan mana saja. Masyarakat dari segala macam level pendidikan maupun strata sosial telah banyak menjadi konsumen situs semacam ini.

Berangkat dari gambaran fenomena di atas, jelas terlihat bahwa hal semacam ini bukan sebuah hal enteng. Persoalan ini merupakan gambaran kompleksitas akar permasalahan yang telah terjalin cukup lama. Sehingga dalam penyelesaiannya memerlukan penanganan bersama yang sistemik. Bila penangan hanya dilakukan oleh pemerintah dengan cara memblokir situs yang memiliki konten tersebut, maka persoalan yang ruwet ini akan sulit untuk diselesaikan. Bahkan lebih jauh lagi, semangat pemberangusan kebebasan berekspresi masyarakat dalam ber-media mendadak muncul sebagai batu sandungan tujuan utama penanganan masalah hoax.

Tidak ada cara lain, pemerintah bersama segenap elemen masyarakat harus bisa berhimpun untuk melawan dahsyatnya efek informasi hoax tersebut. Elemen masyarakat yang wajib diikutsertakan perannya antara lain adalah Insan media, akademisi, tokoh masyarakat serta yang paling penting adalah para tokoh agama dari setiap kepercayaan di Indonesia. Kehadiran semua pihak tersebut sangat berarti untuk dapat mengatur strategi bersama. Tujuannya agar proses penyelesaian masalah tidak hanya bertumpuk di bagian hilir melulu. Pemerintah bersama semua elemen masyarakat harus mulai melihat setiap akar dan juga potensi akar persoalan yang berada di hulu dan di tengah tengah arus yang mengalir.

Bentuk peng-aplikasiannya bisa dalam bentuk semangat yang sederhana. Sebagai contoh, para insan media harus mulai menjadi insan pemersatu tanpa melihat identitas yang ada dengan cara mulai berfikir agar tidak hanya menyuguhkan informasi atau keterangan yang bombastis melulu. Melainkan, mulai melihat bagaimana cara mencerdaskan bangsa dalam ber-media. Semangat yang sama pun harus mulai digiatkan oleh para tokoh agama serta akademisi. Sebab kedua elemen terakhir ini tidak hidup dalam ruang hampa. Banyak dari mereka memiliki massa yang sangat besar jumlahnya. Sehingga pemanfaatan kapital yang mereka miliki tersebut untuk keutuhan dan harmoni dalam keberagaman dapat lebih benilai guna.

Pada akhirnya, Pelibatan semua elemen dan pembagian kerja semacam ini memungkinkan penanganan persoalan hoax dapat lebih komprehensif dan menyentuh akar rumput. Berikutnya, hal ini pun memungkinkan adanya sikap saling mengawasi satu dengan yang lain, termasuk mengawasi kebijakan pemerintah yang ada kaitannya dengan kebebasan ber-media, keberagaman dan keutuhan NKRI.

Fredy Torang WM

Penerima Asian Graduate Student Fellowship - Asia Research Institute 2016, Pengajar di program studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya

Recent Posts

Sekolah Damai BNPT : Memutus Mata Rantai Radikalisme Sejak Dini

Bahaya intoleransi, perundungan, dan kekerasan bukan lagi hanya mengancam keamanan fisik, tetapi juga mengakibatkan konsekuensi…

1 hari ago

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

1 hari ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

1 hari ago

Hari Pendidikan Nasional dan Upaya Membangun Sekolah yang Damai dari Intoleransi, Bullying dan Kekerasan

Hari Pendidikan Nasional yang akan diperingati pada tanggal 2 Mei 2024 menjadi momentum penting untuk…

1 hari ago

Role Model Pendidikan Karakter Anti-Kekerasan Ala Pesantren

Al-Qur’an merupakan firman Allah azza wa jalla yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya, yang…

1 hari ago

Merdeka Belajar; Merdeka dari Tiga Dosa Besar Pendidikan

Sekolah idealnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Namun, ironisnya belum semua sekolah memberikan rasa aman…

2 hari ago