Narasi

Budaya Sebagai Basis Pembentukan Karakter Generasi Milenial

Gambaran kehidupan sosial kita akhir-akhir ini kian mengkhawatirkan. Kita mulai kehilangan nilai-nilai konvensional kita sebagai bangsa yang berbudaya. Rasa hormat, keramahtamahan, tanggungjawab, kini kian pudar dari mental warga negara terlebih-lebih generasi milenial kita saat ini. Baru-baru ini sempat menggemparkan, seorang siswa menantang gurunya berduel, kita bahkan bosan mendengar berita lainnya, seperti seks bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang yang kian jamak diperankan oleh generasi milenial.

Ki Hadjar Dewantara melihat kemerosotan moral anak bangsa itu diesebabkan oleh pengalaman hidup yang terlepas dari nilai-nilai budayanya. Di saat yang bersamaan, hegemoni kebudayaan asing menjalar melalui media-media yang kerap mengepung kesadaran anak bangsa. Sehingga perlahan-perlahan, kebudayaan asing yang menyebarkan individualisme merasuki alam sadar generasi muda. Itulah sebabnya banyak generasi muda yang bersikap egoistis dan merasa tidak perduli dengan lingkungannya dan ia hanya mementingkan kesenangan pribadi.

Sukarno pernah berkata, bahwa negara ini harus bangkit dengan nilai budaya dan jangan mengadopsi budaya orang lain karena budaya kita sendiri  sangat kaya akan nilai. Hal ini juga dilakukan oleh negara-negara maju yang resah melihat tindakan-tindakan generasi bangsanya. Negera-negera maju mulai menyadari bahwa kebudayaan dengan seluruh nilainya mampu menghentikan penyimpangan-penyimpangan moral bangsanya.

Mengkampanyekan Kesenian Budaya Sebagai Jalan Masuk

Dominic Striniati dalam buku Popular Culture menjelaskan bahwa gaya hidup sebuah komunitas banyak dipengaruhi oleh pesan-pesan yang dimasukkan dalam keseniannya, katakanlah misalnya, seperti musik, lagu dan teater. Diduga kuat penyumbang keruasakan moral anak bangsa kita masuk lewat kesenian orang lain seperti lagu dan film yang membawa pesan-pesan hedonisme dan sekularisme, yang sudah barang tentu bertentangan dengan nilai-nilai budaya kita yang paling asasi.

Baca juga : Mewujudkan Bangsa yang Beradab Sejak dari Keluarga

Mengkampanyekan kesenian budaya kita adalah jalan masuk untuk kembali meperkenalkan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa ini. kesenian musik budaya yang kita miliki mengandung pesan-pesan kedamaian dan nasihat-nasihat kehidupan yang menjadikan kita sebagai warga negara yang memiliki jati diri. Tidak terbawa-bawa arus bangsa asing. mengkampanyekan kesenian budaya juga satu tarikan nafas dengan pembentukan jiwa kebangsaan yang kuat. Sehingga dengan begitu, jiwa kebangsaan kita terasah dengan sendirinya. Hal ini juga akan merangsang jiwa sosial kita, sperti peduli terhadap sesama, menjaga persatuan dan kesatuan. Karena dalam kebudayaan yang kita miliki sudah include nilai-nilai tersebut meski dengan narasi yang berbeda-beda sesuai dengan bahasa daerahnya.

Mengajarkan dan Mempraktikkan nilai Budaya

Ada pertanyaan yang mungkin membebani kita selama ini, sudah sampai dimana pendidikan kebudayaan kita?. Pertanyaan ini memang menggelitik sekaligus mematikan. Betapa tidak, pendidikan kebudayaan kita selama ini hanya berhsil memperkenalkan kebudayan, lewat pementasan dan menghapal. Akan tetapi, pembelajaran kita selama ini terlepas dari ruhnya, yaitu, terlepas dari mengaitkannya dengan pesan dan nilai yang dikandungnya. Pada akhirnya, kesenian budaya kita hanya berhenti pada memperkenalkan tidak mengajarkan dan mempratikkan, dalam artian masih dangkal.

Mengajarkan nilai budaya tidak cukup hanya sebatas di pentaskan, akan tetapi harus dipraktikkan. Dalam konteks ini, seluruh masyarakat budaya yang sadar akan budayanya, semestinya, mempraktikkan nilai budaya dalam seluruh pengalaman hidupnya. Budaya kita mengajarkan saling toleransi, menghormati dan menjaga kesatuan dan persatuan, anehnya, masih banyak masyarakat budaya yang ingin menang sendiri, merasa lebih unggul dari budaya lain dan bahkan kehilangan rasa hormat. Itulah sebabnya, megajarkan sekaligus mempraktikkan nilai budaya amat peting sekarang ini. lebih-lebih ditengah kepungan budaya asing.

Generasi muda/milenial kita kehilangan pembacaan tentang ajaran budaya, akibat tidak banyak lagi masyarakat budaya yang komitmen mengamalkannya. Komitmen masyarakat budaya memegang teguh ajaran budayanya adalah salah satu upaya untuk kembali menghidupkan budaya dan agar budaya tidak hanya menjadi simbol semata. Secara aksiomatik, budaya yang dipegang teguh akan menjadikan nilainya tetap terjaga, nilai yang masih hidup dan terjaga adalah nilai yang selalu dipraktikkan dalam pengalaman hidup sehari-hari. Alhasil, dengan melihat hidupnya kebudayaan dan dipraktikkanya nilai budaya, secara otomatis generasi milenial kita tidak hilang pembacaan dan mudah menemukan nilai budayanya. Pada akhirnya dengan praktik dan ajaran budaya yang dipraktikkan oleh lingkungannya akan membentuk karakternya kembali secara alamiah dan komperhensif.

Suheri Sahputra Rangkuti

View Comments

Recent Posts

Islam adalah Maslahat, Kajian Hadis La Darara wa La Dirar

Organisasi internasional yang menaungi ulama Muslim di berbagai belahan dunia International Union of Muslim Scholars…

10 jam ago

Mengapa (Tidak) Perlu Jihad ke Palestina?

International Union of Muslim Scholars (IUMS), sebuah organisasi dari ulama muslim dari perwakilan negara yang…

12 jam ago

Dari Gaza ke Indonesia: Mengawal Fatwa Jihad agar Tak Jadi Bara Radikal-Terorisme

Suara takbir menggema di ruas-ruas jalan di berbagai negara di dunia. Nama Gaza dielu-elukan sebagai…

12 jam ago

Memaknai Ulang Fatwa Jihad Melawan Israel bagi Anak Muda

Baru-baru ini, ada kabar dari organisasi ulama internasional, International Union of Muslim Scholars (IUMS), yang…

12 jam ago

Membaca Ulang Fatwa Jihad Palestina: Perspektif Kritis terhadap Fatwa IUMS

Beberapa waktu lalu, Organisasi Internasional yang menaungi para ulama Muslim dari berbagai belahan dunia, yaitu…

1 hari ago

Menimbang Dampak Maslahat-Mudharat Fatwa Jihad ke Palestina

IUMS (International Ulama Muslim Scholars) beberapa waktu yang lalu, mengeluarkan sebuah fatwa seruan Jihad ke…

1 hari ago