Narasi

Cerdas Ber-Medsos: Bersihkan Kebencian di Ruang Maya

Media sosial termasuk didalamnya aplikasi komunikasi online seperti: Whatsapp, Telegram, Line, dan BBM menjadi media interaksi yang sangat efektif untuk mengedukasi nilai, termasuk praktek indoktrinasi paham-paham radikal yang mengarah pada aksi kekerasan untuk merusak tatanan sosial-politik yang sudah mapan. Terkait dengan penggunaan media sosial yang tidak lain merupakan media publik perlu mendapat perhatian bersama oleh semua pihak. Beberapa waktu yang lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan sikapnya yang termaktub dalam Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Secara tegas MUI melarang atau mengharamkan media sosial jika publik menggunakannya untuk ghibah (membicarakan keburukan orang lain), fitnah, ujaran kebencian, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan atas dasar sentimen suku, agama, ras, atau antar golongan.

Adapun sikap banalitas dalam ruang media sosial sangat dimungkinkan terulang kembali,  jika para elite politk maupun publik tidak secara dewasa melihat persoalan yang ada, telebih lagi ditahun ini, kontestasi politik semakin memanas dan disaat yang bersamaan juga semakin kuatnya gesekan sosial diantara pendukung. Para elite politik dan publik harus belajar dari pengalaman Pemilu di Tahun 2014 dimana secara sosiologis membawa dampak sosial yang tidak sebanding dengan proses demokratisasi yang ingin diraih. Alih alih ingin menciptakan proses kontestasi politik yang beradab dan demokratis, pada kenyataannya justru sebaliknya, publik terbelah dan sampai sekarang masih banyak yang belum bisa move on dari lingkaran konflik tersebut. Nalar konflik yang menyeret dua kubu pro dan kontra seolah-olah memang sengaja dipelihara demi kepentingan politik kelompok tertentu. Jika kondisi seperti ini masih saja terjadi, maka sejatinya nalar demokratisasi yang bangsa ini sudah mati.

Literasi Media

Membentuk keadaban politik dalam ruang politik yang sedang berlangsung dewasa ini sudah tentu bukan sesuatu yang mudah. Dalam realitasnya, begitu banyak oknum yang bermain dan mengambil keuntungan dari keruhnya proses demokrasi kita. Untuk itulah disini peran negara, elite politik, dan para stakeholder sangat penting untuk mengembalikan keseimbangan mekanisme politik, agar bukan aspek banalitasnya yang semakin menguat akan tetapi aspek keteladanan, kesantunan, dan keadaban politik.

Baca juga : Melawan Hate Speech: Jihad Kekinian Mewujudkan Indonesia Damai

Media sosial memang ibarat hutan rimba yang tidak bertuan, siapapun bisa menggunakannya  untuk tujuan tertentu, termasuk didalamnya ajakan untuk melakukan kampanye hitam dan menyebarkan hoax, yang mengarahkan korbannya untuk membenci figur (personal) tertentu, dalam hal ini bisa pasangan calon atau partai politik, secara membabi buta sehingga mengoyak ketentraman publik. Pada titik inilah menjadi penting untuk secara kontinyu melakukan pencerdasan dalam bermedia, sehingga diskusi dan dialetik yang terbangun merupakan perdebatan yang membangun, bukan justru sebaliknya.

Kedamaian, sikap toleran, hindari kampanye hitam, dan fairplay dalam proses kontestasi politik menjadi mutlak untuk diperjuangkan, agar bangsa ini tidak terpuruk dalam kegagalan demokrasi yang sangat mungkin akan membawa negara ini menjadi negara yang gagal. Tiga tahun ini cukup menjadi pelajaran, untuk tidak mengedepankan kebenaran pribadi dan kelompok. Disamping itu, adanya rekayasa membenturkan agama dan politik juga menjadi preseden untuk tidak sepantasnya terulang kembali. Politisasi agama yang hanya berujung pada konflik harus mulai diredam dan ditanggalkan, pun seturut dengan hal tersebut nalar dan sikap politik kita juga tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai religiusitas sehingga praktek kenegaraan kita benar-benar diilhami oleh kepahaman kita atas agama.

Goal setting kita di tahun politik ini adalah bagaimana mengedepankan persatuan dan perdamaian dalam setiap kontestasi politik yang nantinya akan berlangsung. Kita tidak bisa menafiqkan bahwa setiap pertandingan tentunya menuntut strategi, pun dalam politik, namun demikian sudah seharusnya strategi pemenangan yang dilakukan hendaknya tidak merusak persatuan dan integrasi bangsa. Disinilah pentingnya mengedepankan logika dan berbicara dengan menggunakan data, bukan sekedar fitnah dan kebencian. Mari kita sambut tahun politik ini dengan suka cita, dengan menghadirkan pribadi-pribadi maupun kelompok sosial yang cerdas secara politik sehingga eksistensi kita sebagai aktor atau pemain benar benar didasari oleh literasi politik yang baik. Pun juga sebaliknya, para elite politik melalui partai politiknya juga harus hadir sebagai panutan yang memang memiliki kapasitas sebagai politisi yang mumpuni, visioner, kredibel, dan memiliki rekam jejak yang positif.

Epilog

Kata kunci untuk menjaga perdamaian dan persatuan sebenarnya sederhana yakni hindari menjustifikasi, melabeli, dan merasa paling benar. Dengan demikian, masing-masing akan saling terbuka dengan kritikan dan yang jelas saling terbuka untuk menerima perbedaan, karena dengan keduanyalah bangsa ini akan dikenal sebagai bangsa yang beradab.

Pun lebih jauh, menangkal konten hoax atau kampanye hitam melalui dunia maya buka menjadi domain dari Pemerintah ansich, justru keterlibatan publik menjadi kunci agar pemahaman yang salah dan mengarah pada aksi kekerasan tidak menyebar. Publik sudah saatnya mengkampanyekan jargon cerdas dalam bermedia sehingga mampu menyaring informasi terlebih dahulu sebelum men-share.

Agung SS Widodo, MA

Penulis adalah Peneliti Sosia-Politik Pusat Studi Pancasila UGM dan Institute For Research and Indonesian Studies (IRIS)

View Comments

Recent Posts

Membaca Efek Domino Kemenangan Hayat Tahrir al-Sham di Suriah terhadap Kebangkitan Radikalisme di Indonesia

Kemenangan kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dalam menggulingkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, telah memunculkan…

22 jam ago

Tidak Ada Alasan Syar’i untuk Jihad dan Hijrah ke Suriah

Konflik di Suriah telah memasuki babak baru dengan runtuhnya rezim Bashar al-Assad. Kemenangan ini diraih…

23 jam ago

Jangan Masuk Jebakan Hijrah Jilid 2 untuk Konflik Suriah: Belajar dari Kasus ISIS

Runtuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah pada 8 Desember 2024 yang lalu menjadi rentetan dari…

1 hari ago

Euforia Hay’at Tahrir Al Sham; Waspada Kebangkitan Sel Teroris Lokal

Berita mengejutkan datang dari Suriah. Secara mengejutkan pemerintahan Bassar al Assad berhasil dikalahkan oleh milisi…

2 hari ago

Kesesatan Narasi Jihad Kebangkitan Khilafah Pasca Kemenangan HTS di Suriah

Presiden Suriah Bashar al-Assad berhasil digulingkan oleh kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Dari situ…

2 hari ago

Mewaspadai Kebangkitan Ideologi Transnasional di Tengah Euforia Kemenangan HTS Atas Rezim Bashar Al-Assad di Suriah

Euforia kemenangan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Atas Rezim Bashar Al-Assad di Suriah telah membuka ruang…

2 hari ago