Editorial

Cerdas Memilih Media, Bijak Menebar Informasi

Informasi sesat (hoax) tidak hanya menyasar masyarakat awam yang malas mengecek informasi, tetapi ia hampir mampu membuat dua negara bersitegang. Mengutip laporan CNN Selasa (27/12/2016), Israel dan Pakistan hampir saja larut dalam konflik akibat berita hoax. Sebuah media bernama AWDNews melansir artikel terkait ancaman Pihak Israel terhadap Pakistan jika negara tersebut mengirimkan pasukan ke Suriah. Menteri Pertahanan Pakistan membalas ancaman tersebut seolah informasi hoax tersebut nyata. Dengan segera, Kementerian Pertahanan Israel mengklarifikasi bahwa pernyataan Pihak Israel yang dikutip di AWDNews adalah palsu.

Jika suatu negara dapat diprovokasi oleh berita sesat bagaimana masyarakat? Media sosial seolah menjadi jendela utama informasi. Setiap hari banyak informasi di media sosial yang tidak jelas sumbernya diproduksi dan dikonsumsi masyarakat. Berita palsu mudah menyebar dan menjadi viral. Masyarakat menjadi sangat sulit membedakan antara opini, informasi, fakta, gosip, dan provokasi.

Konon, beberapa bulan sebelum masa pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS), media sosial dibanjiri dengan berbagai berita palsu (hoax). Setelah pagelaran Pilpres AS selesai, baru disadari banyak sekali informasi palsu beredar dalam rangka kepentingan Pilpres. Dan tahukah, para penyebar berita hoax sangat diuntungkan karena mampu meraih penghasilan miliaran rupiah.

Dalam penelusuran salah satu media di AS media penyebar berita hoax dilakukan secara sistematis dan teroganisir yang kebanyakan dari kalangan remaja. Apa alasan utama dari penyebar berita hoax tersebut adalah persoalan uang, Tidak jelas dari mana sumbernya, tetapi rata-rata para penyebar berita hoax menghasilkan uang tunai sebesar 200.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,6 miliar dari pekerjaan ini.

Bagaimana dengan Indonesia? Komunitas Masyarakat Anti Hoax mengungkap beberapa media yang massif menjadi biang penyebar berita dan informasi hoax. Sama dengan kasus di AS, media penyebar informasi sesat ini dapat meraup keuntungan besar ratusan juta rupiah. Dalam analisisnya, satu tahun mereka mampu mendapatkan keuntungan sampai sekitar Rp600 sampai 700 juta,

Produksi berita hoax telah menjadi profesi yang menggiurkan. Namun, tanpa disadari mereka sebenarnya menebar virus kebencian, hasutan, fitnah dan provokasi yang dapat memicu konflik di tengah masyarakat. Tentu saja kita tidak lupa dengan kejadian Tanjung Balai, Sumatera Utara seputar pembakaran Vihara Bulan Juli 2016 akibat amarah masyarakat yang termakan hasutan informasi hoax di media sosial.

Banjir informasi akibat dahsyatnya media sosial menandai hadirnya revolusi teknologi informasi yang tidak disertai dengan budaya melek media yang mapan. Masyarakat sangat mudah terprovokasi dengan judul yang provokatif tanpa mengecek validitas konten dan kredibilitas sumbernya. Masifnya berita sesat telah menumpulkan daya kritis masyarakat sehingga sulit membedakan antara informasi dan opini dan antara fakta dan fiktif. Apa yang ditangkap sebagai sesuatu yang menyentuh emosi dengan mudah ditangkap sebagai kebenaran dan dibagikan kepada yang lain.

Sejatinya masyarakat adalah korban dari produksi informasi sesat yang memiliki tendensi kepentingan uang, politik, ambisi pribadi dan kepentingan lainnya. Para produsen berita sesat meraup keuntungan dari kemalasan pembaca dalam mengecek konten dan sumbernya. Karena itulah, butuh sikap cerdas dalam memilih media informasi. Bersikap cerdas adalah mengedepankan kehati-hatian dalam memilah media dan memilih berbagai informasi.

Langkah berikutnya, masyarakat perlu bijak dalam membagikan informasi. Tidak semua fakta kebenaran layak untuk dibagikan, apalagi jelas suatu kebohongan. Bijak tidak hanya mengetahui informasi itu benar atau tidak, tetapi juga memahami apakah informasi tersebut bermanfaat atau tidak untuk dibagikan. JIka kita tidak mampu memberikan manfaat terhadap yang lain, setidakhnya kita tidak ikut andil dalam memberikan kemudharatan bagi yang lain. Bersikaplah bijak dalam membagikan informasi.

Ayo Cerdas di Dunia Maya

This post was last modified on 9 Januari 2017 10:39 AM

Redaksi

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

1 hari ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

1 hari ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

1 hari ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

3 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

3 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

3 hari ago