Narasi

Darurat Hoax

Penyebaran berita palsu (hoax) di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Masyarakat pun semakin doyan mengkonsumsi hidangan hoax yang tersaji dihadapannya. Perpaduan tingginya produksi hoax dan kesenangan masyarakat inilah yang terus meningkatkan menyebarnya informasi palsu disekitar kita. Ditambah dengan kecanggihan gadget sebagai ladang untuk menyebar benih-benih hoax, maka kini kita benar-benar hidup dalam belantara hoax. Melihat fenomena ini, tidak heran Presiden Jokowi pun mengungkapkan keresahannya. Pada sidang kabinet akhir pekan terakhir Desember 2016, presiden mengatakan banyak informasi yang mengadu domba masyarakat di media sosial. Oleh karena itu, presiden menginginkan penegakan hukum yang tegas dan keras terhadap penyebar hoax, sekaligus mengevaluasi media-media online yang sengaja memproduksi berita bohong dan mengandung fitnah.

Hoax memang bisa menyangkut beragam isu. Mulai dari ekonomi (seperti hoax untuk mendapat kekayaan berlimpah), kesehatan (misalnya cara instant untuk bugar), politik (contohnya agenda-agenda tersembunyi pemerintah), agama (bahaya pemurtadan), dan sebagainya. Apapun bidang isu yang dimainkan, hoax memiliki dampak negatif yang sangat besar. Khususnya ketika hoax mulai menyinggung dan menjelek-jelekan pihak lain (biasa terjadi dalam hoax politik dan agama). Sebab berpotensi memicu kecurigaan dan ketegangan antara pihak satu dengan lainnya. Dampak lanjutannya bisa berupa kekerasan fisik dan mental yang melibatkan anak-anak bangsa. Jika ini yang terjadi, maka akan menggoyahkan persatuan yang selama ini sudah dibangun.

Apa yang menjadi perhatian pemerintah di atas tampaknya perlu disadari oleh masyarakat. Terutama masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah Muslim. Bagi seorang Muslim, kita pun harus berhati-hati mengkonsumsi dan menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya. Terlebih jika berita tersebut mengandung banyak kebohongan. Padahal seorang Muslim dituntut untuk selalu dekat dengan kejujuran dan menghindari kebohongan. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian selalu bertindak jujur. Sebab kejujuran akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan dapat mengantarkan seseorang ke Surga. Apabila seorang berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah perbuatan dusta, karena dusta menyebabkan seseorang kepada kejahatan. Sementara kejahatan akan mengantarkan ke neraka. Jika seseorang sering berdusta, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta. Dalam hadist lain, rasulullah mengajarkan kepada kita agar tidak melakukan dusta terhadap pihak lain. Nabi Muhammad SAW berkata, “’Tahukan kalian, apa itu ghibah? Para sahabat menjawab hanya Allah dan rasulnya yang mengetahui. Kemudian Nabi Muhammad berkata, ‘ghibah adalah kalian membicarakan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaranya.’ Sabahat kemudian bertanya, ‘bagaimana jika pada diri orang tersebut terdapat kebenaran dari apa yang dibicarakan?’ Nabi menjawab, ‘jika yang dibicarakan memiliki kebenaran, maka kalian telah melakukan ghibah. Dan jika yang dibicarakan tidak mengandung kebenaran, maka kalian telah membuat kedustaan atas diri orang tersebut.’” (HR. Muslim). Dua hadist di atas perlu menjadi pedoman bagi Muslim untuk selalu mengedepankan kejujuran dan menghindari dusta (dua hal yang sangat dominan pada sebuah hoax).

Untuk mengatasi hal ini, maka kita tidak bisa tinggal diam. Kita harus mulai berperang terhadap berita hoax. Tidak cukup dengan berguman dalam hati, tetapi harus diimbangi dengan aksi. Maka kita patut mengapresiasi dan bisa meniru gerakan masyarakat yang mewaspadai hoax ini. Seperti diberitakan kompas.com, beberapa pengembang aplikasi, yang bergabung dalam Masyarakat Anti Fitnah Indonesia, mulai mengembangkan layanan Turn Back Hoax. Dengan layanan ini, maka para pengguna bisa melaporkan konten yang dicurigai sebagai hoax. Selain berupa gerakan, ada juga tindakan yang lebih sederhana untuk membendung peredaran hoax ini. Caranya dengan melaporkan kepada pemerintah. Jika menemui situs ataupun media sosial yang berisi ujaran kebencian, provokasi, dan juga fitnah, bisa melaporkan melalui email: aduankonten@bnpt.go.id atau bisa juga melalui http://trustpositif.kominfo.go.id. Selain hal tersebut, hoax tidak akan tersebar luas jika kita tidak mengakses sumber informasi dan tidak melakukan share berita hoax tersebut. Maka mulai sekarang, perkuat radar kita untuk memilih informasi yang baik dan informasi yang buruk dan menyesatkan. Sehingga kondisi bangsa ini tidak selalu ‘panas’ akibat berita-berita yang menyesatkan, terlebih berita hoax yang merusak kerukunan hidup.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

19 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

19 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

19 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

19 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

2 hari ago