Narasi

Deradikalisasi: Kembali Pada Pancasila

September menjadi salah satu bulan yang mencatat berbagai peristiwa bersejarah. Tragedi World Trade Center(WTC), New York pada 11 September 2001 telah membuat gempar seluruh dunia.  Pasalnya kejadian ini merupakan serangan terorisme terbesar di awal abad 21 yang menelan hampir 3000 korban jiwa. Serangan yang juga dikenal dengan sebutan “Nine Eleven” ini membawa dampak buruk bagi sektor ekonomi, sosial, dan agama yang berkepanjangan. Latar belakang serangan terorisme juga yang menjadikan serangan itu masih menjadi bayang-bayang masyarakat Amerika dalam berkehidupan.

Terorisme merupakan tindakan keji tak berperi kemanusiaan. Entah apapun alasan yang melatarbelakanginya baik ekonomi, sosial, ideologi, maupun agama—tidak dapat ditoleransi. Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dengan suku dan agamanya tidak pernah menerima paham yang mencoreng sisi kemanusiaan. Oleh karena itu paham-paham yang menjadi benih terorisme menjadi persoalan yang perlu ditindak tegas oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Salah satu paham yang perlu diatasi yaitu radikalisme. Masuknya paham radikalisme beserta pernak-pernik pendukungnya (agama dan politik) menjadi jalan untuk menggalang masa. Ujaran kebencian pada suatu pihak dan berujung pada tindak kekerasan diluar batas kemanusiaan merupakan bentuk dari aktualisasi paham radikalisme. Pada saat itu para pelaku teror telah bertindak sebagai budak, yang hanya dimanfaatkan oleh suatu kelompok. Melalui bujuk rayu mereka menyelipkan paham-paham yang bertentangan dengan nilai luhur bangsa.

Melihat dari sudut pandang lain, pelaku teror(teroris) dapat disebut pula sebagai korban dari kelompok-kelompok radikal. Hukuman yang dijalani sesuai kadar kejahatan yang salah satunya dengan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan(LAPAS) menjadi momentum untuk mengembalikan pola pikir yang sebelumnya tercemar paham radikal. Memberikan pengajaran tentang nilai luhur bangsa menjadi hal yang penting agar menciptakan manusia baru berjiwa Pancasila.

Deradikalisasi bagi para narapidana terorisme merupakan suatu langkah yang konkret oleh BNPT selaku badan yang berfokus pada pencegahan terorisme. Pembinaan para narapidana agar menjadi pribadi yang lebih baik serta dapat diterima oleh masyarakat merupakan tahap dari deradikalisasi seperti yang termuat dalam UU No.5 tahun 2018 Pasal 48D ayat (4). Pembinaan atau pengajaran mengenai Pancasila juga perlu dilakukan terhadap keluarga narapidana, agar tidak terjadi pengulangan—baik yang dilakukan oleh narapidana ketika sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan ataupun anggota keluarga lain yang mungkin saja telah terpapar paham radikalisme.

Namun, secara umum deradikalisasi bukan hanya bagi para narapidana terorisme saja, tetapi sosialisasi mengenai deradikalisasi patut diberikan pula pada masyarakat. Tujuannya yakni merevitalisasi nilai-nilai Pancasila yang telah melemah dan memberi pengertian bahwa para narapidana yang telah menyelesaikan masa tahanannnya sudah menjalani pembinaaan dengan harapan menjadi pribadi yang lebih baik. Maka dari itu masyarakat diminta dapat menerima kehadiran mereka kembali ditengah kelompok masyarakat. Secara tidak langsung tindakan tersebut telah membuat masyarakat mengamalkan nilai sila kelima.

Peran serta keluarga dan lingkungan masyarakat dalam proses pengembalian kehidupan yang berlandaskan Pancasila bagi tiap individu terutama mantan narapidana, merupakan hal yang harus terus dilakukan. Karena Pancasila adalah “akar moral” seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Kontribusi ini tentu akan membawa berbagai dampak positif bagi keharmonisan bangsa.

Mengembalikan pribadi seseorang ke dalam jati diri yang sesungguhnya merupakan tugas setiap individu. Jati diri yang mengedepankan moral, toleransi dan keadilan adalah jati diri yang sesungguhnya. Pancasila telah melingkupi seluruh nilai-nilai luhur bangsa tanpa bertentangan dengan suatu hal apapun dan menjadi jati diri yang ideal bagi Indonesia. Oleh karena itu, hak untuk kembali mengabdi kepada negara dan menjadi pribadi Pancasila adalah hak setiap warga negara.

Valiant Aby

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago