Tanggal 21 September diperingati sebagai hari perdamaian dunia. Mari kita tengok sejarah munculnya kesadaran dan cita-cita damai yang disemai di antara perbedaan yang niscaya. World Peace Day pertama kali dideklarasikan pada 1981 oleh majelis umum PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) melalui resolusi nomor 55/282 dan diperingati untuk pertama kalinya pada 1982. Sebelum hari perdamaian dideklarasikan, di balik itu banyak sekali kisah pedih dan mengerikan yang disebabkan oleh peperangan, permusuhan, dan kekerasan. Hampir tidak ada manfaat yang dihasilkan dari peperangan, Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan perang yang lainnya. Yang ada adalah kerugian, kerusakan, dan kematian menjadi prestasi buruk peperangan yang sangat mengerikan.
Indonesia, sebagai bangsa yang pernah mengalami kerasnya peperangan, penjajahan, ke-tidak adil-an dan ke-tidak damai-an, melahirkan cita-cita luhur yang muncul sebelum deklarasi hari perdamaian dunia didengungkan. Adalah UUD 45 yang dirumuskan oleh Founding Father (bapak pendiri bangsa) memuat; “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” (alenia pertama). muncul sebagai bentuk protes dan cita-cita yang mendambakan perdamaian di atas dunia agar bisa terwujud. Hal ini menjadi bukti bahwa Perdamian dunia harus selalu didengungkan dan direalisasikan tanpa harus menunggu setiap 21 September datang.
Permasalahan baru yang terjadi adalah berhentinya peperangan secara fisik, bedil, alat-alat tempur di dunia nyata, berubah menjadi peperangan argumentasi, pemikiran, egoisme pribadi, dan fanatisme yang masif terjadi di dunia maya.. Bagaimana peringatan hari perdamaian dunia yang terikat oleh ruang dan waktu, memaksa kepada segenap individu, masyarakat, negara untuk menghentikan segala jenis kekerasan, peperangan, atau tindakan yang mengarah pada teror, tidak mampu memaksa ‘peperangan’ yang terjadi di sektor yang tidak terikat oleh ruang dan waktu (dunia maya) sulit untuk dibendung. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang bisa mengancam runtuhnya ‘Hari Perdamaian Dunia’ dan cita-cita luhur para pendiri bangsa.
Kesadaran akan pentingan perdamaian yang didengungkan melalui peringatan 21 September, harus juga digemparkan di dunia maya. Agar tindakan yang mengarah kepada ujaran kebencian, cacian dan makian yang sering terjadi di dunia maya, mampu diminimalisir dan ditekan sehingga hal tersebut tidak mewarnai kekisruhan jagad maya. Menggamanya peringatan hari perdamaian dunia di media maya sekaligus menjadi pengingat dan peringatan akan pentingnya perdamaian di segala aktifitas di dua dunia tersebut (dunia nyata & dunia maya). Edukasi damai yang didedikasian oleh Sekretaris Jendral PBB 2013 silam, harus senantiasa diviralkan dan ditenarkan bersamaan dengan Hari Perdamaian Dunia.
Penyadaran Edukasi Damai
Rasulullah SAW. pernah mengingatkan kepada para sahabat sekembalinya dari sebuah pertempuran. “Nabi Saw berkata, “Kita baru saja pulang dari jihad (perang) kecil menuju jihad terbesar ” Sambil terperangah, para sahabat bertanya, “Apakah gerangan perang terbesar itu wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab, perang menaklukkan diri sendiri.” (HR Baihaqi dari Jabir). Bahkan orang bijak mengatakan; “bila anda ingin mendamaikan sekitarmu, berdamailah dahulu dengan diri sendiri dan rumah tanggamu. Bila anda ingin mendamaikan negaramu, maka berdamailah dulu dengan orang-orang di sekitarmu. Bila anda ingin mendamaikan dunia, alangkah baiknya damaikan dulu negaramu.”
Sejatinya, Perdamaian di atas dunia dapat terwujud karena usaha-usaha individu atau seseorang untuk ‘menjinakkan’ diri sendiri (hawa nafsu). Di era kegandrungan masyarakat di dunia maya dengan segala kecanggihan dan kemudahan memperoleh informasi, tentu memiliki dua sisi yang menjadi keniscayaan, sisi positif dan negatif. Dengan demikian adanya, setiap individu harus aktif mengolah diri, memperbanyak konsumsi warta-warta positif, dan menahan diri untuk membagikan segala hal yang mengandung kemadaratan atau hal negatif. Mengolah diri dan bijak dalam melakukan segala aktifitas di dunia nyata dan maya adalah edukasi perdamaian dini yang harus disemai oleh setiap individu.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…