Di tengah krisis kemanusiaan yang masih berlangsung di Suriah, interpretasi agama sering dipolitisasi dan dipaksakan dengan cara yang keras. Ketegangan yang terjadi di Suriah, yang melibatkan pertarungan kepentingan politik dan ideologi antara berbagai faksi kelompok sering kali digambarkan secara tidak jernih.
Konflik yang berkepanjangan di Suriah telah menjadikannya panggung global yang menarik perhatian berbagai pihak. Perang saudara yang dimulai pada 2011 sebagai bagian dari gelombang Arab Spring tidak hanya memunculkan tragedi kemanusiaan yang masif tetapi juga menjadikan Suriah magnet baru bagi berbagai kelompok ideologis, baik yang bersifat lokal maupun internasional. Pergolakan ini membawa dampak yang jauh melampaui batas-batas geografis, termasuk menciptakan potensi radikalisasi di kalangan umat Islam di luar negeri tersebut.
Konflik di Suriah diawali dengan tuntutan rakyat untuk menggulingkan rezim Bashar al-Assad yang dianggap otoriter. Namun, kondisi ini dengan cepat berubah menjadi perang saudara yang melibatkan berbagai faksi, termasuk kelompok-kelompok ekstremis. Dalam narasi propaganda, Suriah sering kali digambarkan sebagai negeri impian, atau “negeri Syam” yang memiliki nilai spiritual tinggi dalam Islam. Eksploitasi narasi ini telah memunculkan gelombang pejuang asing (foreign fighters) yang berbondong-bondong menuju Suriah, dengan keyakinan bahwa mereka terlibat dalam perang suci atau jihad.
Narasi ini diperkuat oleh manipulasi teks-teks agama, terutama hadis-hadis yang berbicara tentang keutamaan negeri Syam. Misalnya, beberapa kelompok ekstremis mengutip hadis yang menyebut bahwa “keberkahan ada di negeri Syam” atau bahwa “pasukan terbaik akan berada di sana.” Hadis-hadis ini sering kali digunakan tanpa konteks yang tepat, sehingga menciptakan ilusi tentang peran eskatologis Suriah dalam akhir zaman.
Eksploitasi Nilai Keagamaan dan Radikalisasi Melalui Media Digital
Eksploitasi nilai-nilai keagamaan menjadi salah satu alat utama bagi kelompok radikal untuk merekrut anggota baru. Suriah, yang dalam sejarah Islam memiliki makna spiritual sebagai salah satu pusat peradaban Islam, digunakan sebagai simbol perjuangan yang suci. Mereka yang terlibat dalam konflik ini sering kali diyakinkan bahwa mereka sedang memenuhi panggilan ilahi untuk mempertahankan Islam.
Namun, kenyataan di lapangan jauh lebih kompleks. Kelompok-kelompok yang mengklaim berjuang atas nama agama sering kali terlibat dalam kekejaman yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Pembunuhan massal, perbudakan, dan penghancuran situs-situs bersejarah adalah sebagian kecil dari kekejaman yang dilakukan. Dalam konteks ini, penting untuk membedakan antara narasi propaganda dan realitas yang sebenarnya terjadi di Suriah.
Radikalisasi tidak hanya terjadi secara langsung di medan perang tetapi juga melalui media digital. Internet telah menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan ideologi radikal. Video propaganda, ceramah agama yang menyimpang, dan cerita-cerita heroik tentang “para mujahidin” di Suriah disebarluaskan melalui berbagai platform media sosial. Target utamanya adalah kaum muda yang memiliki semangat keagamaan tetapi kurang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam.
Media digital juga memungkinkan kelompok-kelompok radikal untuk menciptakan komunitas virtual yang memberikan dukungan moral dan logistik kepada calon anggota. Mereka menciptakan narasi bahwa bergabung dalam perang di Suriah adalah bentuk pengabdian tertinggi kepada Allah. Akibatnya, banyak individu yang termotivasi untuk meninggalkan kehidupan mereka yang nyaman dan menuju medan perang, meskipun mereka tidak memiliki keterampilan atau pengalaman militer.
Radikalisasi melalui konflik Suriah memiliki dampak yang luas, baik secara global maupun lokal. Di tingkat global, fenomena ini telah menciptakan ancaman keamanan yang serius. Banyak negara menghadapi tantangan dalam menangani para pejuang asing yang kembali ke tanah air mereka setelah berperang di Suriah. Para pejuang ini sering kali membawa ideologi radikal dan pengalaman tempur yang dapat digunakan untuk melakukan serangan teror.
Di tingkat lokal, radikalisasi juga merusak hubungan sosial dan menciptakan polarisasi di dalam masyarakat. Di Indonesia, misalnya, beberapa kelompok telah menggunakan narasi tentang Suriah untuk merekrut anggota baru dan menyebarkan ideologi radikal. Hal ini menunjukkan bagaimana konflik di Suriah telah menjadi isu global yang memengaruhi masyarakat di berbagai belahan dunia.
Menghadapi Potensi Radikalisasi
Untuk menghadapi potensi radikalisasi yang terkait dengan konflik Suriah, diperlukan pendekatan yang komprehensif. Pertama, diperlukan upaya untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisasi dan cara mengenali propaganda ekstremis. Pendidikan agama yang moderat dan kontekstual harus menjadi prioritas untuk membekali umat Islam dengan pemahaman yang benar tentang ajaran agama mereka.
Kedua, pemerintah dan lembaga-lembaga keamanan perlu meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas online yang mencurigakan. Namun, langkah ini harus dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak privasi dan kebebasan individu.
Ketiga, diperlukan upaya untuk mendekonstruksi narasi yang digunakan oleh kelompok radikal. Ini termasuk menjelaskan konteks hadis-hadis yang sering digunakan secara salah, serta mengungkap realitas konflik di Suriah yang sebenarnya. Kerja sama antara ulama, akademisi, dan aktivis masyarakat sipil sangat penting dalam hal ini.
Suriah memang memiliki daya tarik spiritual dan historis yang kuat, tetapi konflik yang terjadi di sana tidak dapat dilepaskan dari kepentingan politik dan ideologi yang kompleks. Potensi radikalisasi yang muncul dari narasi tentang negeri Syam harus dihadapi dengan strategi yang cerdas dan terencana. Dengan memahami akar masalah dan bekerja sama untuk menyebarkan pesan-pesan damai, kita dapat mengurangi dampak negatif dari konflik ini dan menciptakan dunia yang lebih harmonis.
Penggulingan kepemimpinan Bashar Assad di Suriah oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS) tengah mengipnotis segelintir masyarakat…
Aktivisme khilafah, yang berupaya menegakkan sistem pemerintahan berbasis agama di atas ideologi negara, kembali mendapat…
Penggulingan rezim Bashar Assad oleh Hayyat Tahrir as-Syam (HTS) banyak dipersepsi sebagai glorifikasi kota Suriah…
Jatuhnya rezim Bashar al-Ashad di Suriah rasanya terlalu simplifikatif jika dilihat lewat kacamata agama, tetapi…
Di hamparan bumi yang terbentang luas ini, Indonesia adalah satu mozaik keindahan yang sulit ditandingi.…
Kemenangan kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dalam menggulingkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, telah memunculkan…