Narasi

Gotong-Royong Menangkal Radikalisme

Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut sekira 39 persen mahasiswa di Tanah Air telah terpapar paham radikal. Bahkan, paham radikal juga dinilai tumbuh subur di lingkungan perguruan tinggi yang tak hanya menyasar kalangan mahasiswa. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan mengaku pihaknya tengah melakukan pengamatan penyebaran radikalisme di kalangan kampus. Sejumlah kampus di 15 provinsi di Tanah Air ditengarai menjadi tempat pembasisan calon-calon pelaku teror baru dari kalangan mahasiswa.

Menurut Budi Gunawan hasil survei BIN pada 2017 menyebutkan 39% mahasiswa dari berbagai PT di Indonesia telah terpapar paham-paham radikal. Sebanyak 24% mahasiswa dan 23,3% pelajar tingkat SMA juga setuju dengan jihad, untuk tegaknya negara Islam atau khilafah.

Melihat berkembangnya pemahaman ini, tidak disikapi dengan baik, maka akan mempengaruhi keutuhan bangsa ini. Terlebih yang terpapar dalam pemahaman radikal merupakan penerus bangsa yang akan menerus cita-cita para pendiri bangsa ini. Ketika penerus bangsa sudah memiliki pemahaman yang tidak sejalan dengan kehidupan bersama dalam menjaga kerukunan, maka bangsa ini tiadakan bisa menjadi bangsa yang besar.

Di era yang serba modern ini, diperlukan strategi yang efektif, untuk melawan radikalisme dan terorisme. Jadilah generasi yang menjadi agen perubahan dan penyeru kebenaran. Aktualisasikan diri kalian dengan pemahaman agama yang benar, yang berdiri pada posisi menolak radikalisme. Jika pada diri kalian sudah tidak persoalan, saatnya menjadi agen perubahan, minimal pada keluarga dan lingkungan.

Jika pemuda bisa melakukan hal ini, secara tidak langsung sudah aktif mendukung program deradikalisasi pemerintah. Dan untuk melengkapi semua itu, pemuda juga harus menjadi penyeru kebenaran, jangan menjadi penyeru kebencian. Dengan menyeru pada kebenaran, masyarakat akan tidak mudah terpengaruh informasi yang menyesatkan.

Jika melihat fakta yang ada, generasi muda memang menjadi sasaran empuk kelompok radikal dan teroris. Anak muda yang memiliki keberanian dan masih menjalani proses pencarian jati diri, akan mudah dijadikan korban jika tidak membekali diri dengan pemahaman agama yang benar dan kecerdasan. Karena itulah, menjadi generasi yang kreatif dan inovatif, merupakan salah satu cara menjauhkan diri dari praktek intoleran. Di era teknologi seperti sekarang ini, buatlah aplikasi yang digemari oleh anak muda lain. Buatlah aplikasi atau karya yang bermanfaat, yang bisa menyebarkan bibit perdamaian.

Jika kalian gemar bermusik, maka buatlah musik yang menyuarakan anti radikalisme dan terorisme. Jika gemar menulis, maka tulislah pesan-pesan damai. Dan jika kalian gemar menggambar, maka buatlah visual yang menggambarkan keberagaman negeri ini. Buatlah karya yang menggambarkan keberagaman dalam perbedaan. Karena memang begitulah negeri kita, Indonesia.

Berbeda-beda tetapi tetap satu. Dan generasi muda, merupakan tonggak pemersatu keberagaman negeri ini. Meski sekarang tidak ada lagi perang seperti jaman kemerdekaan, tapi perang yang terjadi adalah perang pemikiran. Maka jadilah generasi yang cerdas, agar tidak kalah perang dalam hal pemikiran.

Di sisi lain yang harus diperhatikan dalam melawan radikalisme adalah gerakan bersama dalam melawannya. Radikalisme merupakan sebuah patologi sosial harus dilawan secara bersama-sama. Tidak hanya pemerintah yang membuat aturan-aturan, kemudian ditindaklanjuti instansi pemerintahan yang menjalankan. Melainkan masyarakat juga ikut aktif dalam menanggulangi pemahaman radikalisme kepenerus bangsa.

Masyarakat tidak hanya golongan satu,  melainkan semua lapisan masyarakat tanpa kecuali. Semisal, seorang pemuka agama harus gencar menyampaikan ajaran agama secara kasih dan penuh cinta. Atau seorang guru yang mengajarkan kepada anak-anaknya dengan pemahaman yang peka terhadap kehidupan sosial. Dan begitu juga dengan elemen masyarakat lainnya yang menanggulangi radikalisme sesuai dengan kemampuannya. Dengan kata lain, melawan radikalisme diperlukan semua gotong royong.

Novita Ayu Dewanti

Fasilitator Young Interfaith Peacemaker Community Indonesia

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

14 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

14 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

14 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago