Kebangsaan

Hijrah Kebangsaan melalui Revolusi Mental

Tanpa melupakan rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Tuhan kepada negeri yang indah ini, sejatinya harus diakui Negara ini masih menyimpan banyak persoalan. Banyak problematika kebangsaan dalam berbagai aspek. Tetapi Negara dan seluruh komponen bangsa harus tiada lelah membangun negeri yang direbut tanpa lelah dari para penjajah.

Negara ini sedang bangkit, bangun, dan mencoba berdiri mensejajarkan diri dengan bangsa lain. Semangat itu harus menjadi semangat kolektif. Bukan hanya nyaring digaungkan para pemimpin, tapi harus didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sampailah kita pada satu titik persoalan dari segala persoalan. Ternyata bangsa ini lemah jati diri. Rapuh kepribadian. Kabur cara pandang. Dan kehilangan tongkat identitas. Menghadapi kondisi krisis tersebut, Bangsa ini harus berubah dan merubah. Harus ada transformasi cara pandang lama yang buruk menuju cara pandang yang lebih baik.

Persoalannya bukan karena bangsa ini tidak mempunyai jati diri, kepribadian, dan identitas yang unggul. Namun, seringkali kita mengenyampingkan warisan berharga itu dalam laci lusuh yang tak pernah kita tengok. Warisan jati diri itu telah lama dipajang, tapi tidak pernah dipasang dalam sikap. Warisan kepribadian itu telah lama dipelajari tetapi tidak pernah menjadi budi pekerti. Cara pandang itu telah lama dihafalkan, tetapi tidak pernah dilafalkan dalam tindakan. Dan identitas luhur bangsa ini hanya menjadi tontonan bukan sebagai tuntunan.

Kesimpulannya, bangsa ini bukan harus merubah jati diri, identitas, dan kepribadian baru, tetapi merubah cara pandang baru dalam memperlakukan warisan-warisan tersebut. Tepatnya kita butuh hijrah dengan mengubah mentalitas bangsa secara revolusioner di tengah krisis nilai dan karakter yang ditunjukkan dengan pengabaian budi luhur bangsa, krisis politik yang ditunjukkan dengan ketidakhadiran Negara, dan krisis sosial yang ditunjukkan relasi sosial yang intoleran, acuh tak acuh, dan kurang menghargai.

Bagaimana merubah mental bangsa ini? Kita bisa mulai perubahan tersebut dari diri kita sendiri. Perubahan kecil dalam cara pandang, pola berpikir dan bertindak kita ke arah yang lebih baik akan memberikan kontribusi besar bagi kemajuan bangsa. Merubah kebiasaan membuang sampah sembarangan, membudayakan budaya antri, membiasakan menyapa dengan keramahan, bergotong royong, dan saling menghargai adalah sikap kecil yang memiliki kontribusi besar bagi bangsa yang besar.

Gerakan revolusi mental yang digaungkan pemerintah merupakan upaya memperbaiki karakter bangsa untuk menuju Indonesia yang lebih baik. Banyak persoalan yang membelit bangsa ini. Dari persoalan besar yang mempunyai dampak besar, hingga persoalan kecil tetapi juga mempunyai dampak besar bagi tatanan kebangsaan. Negara, pemerintah dan masyarakat harus optimis menatap masa depan dengan cara merubah cara pandang, pola berpikir, dan bertindak sebagai bangsa yang besar, mandiri, berdaulat, bersaudara, penuh kekeluargaan dan gotong royong.

Revolusi mental adalah gerakan hidup baru dengan merubah cara pandang, cara berpikir, dan cara bekerja. Semangat revolusi mental adalah sejalan dengan semangat hijrah dalam konteks kekinian. Hijrah fisik tidak relevan dalam konteks kebangsaan. Hijrah mental dan spiritual adalah semangat perubahan dari hal yang buruk menuju yang baik. Bangsa ini harus hijrah dari budaya kekerasan, konflik, kebencian, intoleransi dan kebiasaan buruk lainnya menuju sikap ramah, santun, saling menghargai dan penuh persaudaraan.

Masyarakat Indonesia harus berhijrah secara mental. Revolusi mental sebagaimana juga semangat hijrah bukan pilihan, tetapi keharusan seluruh komponen bangsa agar bangsa ini bisa sejahtera dan berdiri sejajar serta percaya diri dalam pergaulan antar bangsa. Mari berhijrah dengan merevolusi mental kita.

Abdul Malik

Redaktur pelaksana Pusat Media Damai BNPT

Recent Posts

Menyikapi Isu Islam Politik vs Nasionalisme Jelang Reuni 212

Hari ini, 2 Desember, masyarakat Indonesia menyaksikan kembali perbincangan yang kian mengemuka mengenai ‘Islam politik’…

19 jam ago

Menjual Khilafah di Tengah Banjir: Menggugat Nalar Kaum Fatalis dalam Memandang Bencana

Tragedi air bah yang mengguyur sebagian wilayah Sumatera—mulai dari Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat—tidak…

19 jam ago

Tafsir Ayat-Ayat Ekologi; Membangun Kesalehan Lingkungan Berbasis Alquran

Alquran tidak hanya membahas relasi antara manusia dsn Sang Khaliq. Lebih dari itu, Alquran juga…

19 jam ago

Kampanye Khilafah di Momen Bencana; Dari Krisis Ekologis ke Krisis Ideologis

Di tengah momen duka bangsa akibat bencana alam di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat,…

2 hari ago

Menjadi Khalifah di Muka Bumi: Melindungi Alam dari Penjahat Lingkungan, Menjaga Kehidupan Umat dari Propaganda Radikal

Menjadi khalifah di muka bumi adalah mandat moral dan spiritual yang diberikan Allah kepada manusia.…

2 hari ago

Kampanye Ekologi dan Bencana Ekstremisme: Perlukah Diserukan Tokoh Lintas Agama?

Di tengah krisis lingkungan global dan meningkatnya gelombang ekstremisme, masyarakat dunia menghadapi dua ancaman berbeda…

2 hari ago