Narasi

Hoax Free Day: Upaya Menangkal Kebohongan sampai Akarnya

Akhir-akhir ini berita hoax ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh satu kasus aktivis Ratna Sarumpet yang dikabarkan dianiaya. Naasnya setelah berita ini memanas, ternyata kasus penganiayaan ini hanyalah sebuah hoax. Hal ini diungkapkan oleh Ratna Sarumpet sendiri dalam jumpa pers 3 Agustus 2018. Aktivis perempuan ini mengaku bahwa ia telah berbohong terkait kasus penganiayaan tersebut. Bahkan, dirinya juga menambahkan, bahwa dialah pencipta hoax terbaik.

Kebohongan ini adalah sebuah duka yang sangat mendalam bagi masyarakat. Seorang aktivis yang seharusnya menjadi teladan bagi generasi penerus, dengan terang-terangan mengajarkan kebohongan. Tidak hanya itu, ia juga sudah memberikan sebuah keresahan bagi setiap orang. Terlebih masyarakat Indonesia sekarang sedang mengalami duka yang mendalam di Palu, Sigi dan Dongala, yang dikarenakan gempa dan tsunami.

Ini seharusnya menjadi pembelajaran bersama, bahwa kebohongan akan mengantarkan seseorang pada kerugian, melemahkan jiwa, dan pastinya akan menimbulkan kekecewaan kepada orang-orang yang ada di sekitar. Kita ada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung Pancasila. Persatuan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi jangan pernah ada kebohongan dalam urusan bangsa dan masyarakat. Karena ini bisa menjadi candu yang bisa menghilangkan citra wibawa bangsa yang agung ini.

Menghadapi kasus yang memberikan jera pada masyarakat ini, dalam artikel IDN Times, Presiden Jokowi mengungkapkan, seharusnya masyarakat peduli terhadap bencana gempa bumi dan Tsunami yang terjadi di Palu dan Donggala. Masyarakat bisa saling mendoakan dan memberikan bantuan, bukan malah menyebarkan keresahan dengan mempublikasikan berita hoax di media sosial. Beliau mengatakan,  “Bukan menyebarkan hal-hal yang membuat resah, yang di bawah menjadi khawatir, takut. Saya kira, ini tindakan yang pengecut dan biadab,” ungkapnya.

Sebuah kebohongan adalah sebuah kenistaan bagi pelakunya. Dirinya membuat kegaduhan dalam masyarakat. Dan ini sudah menyeleweng dalam kode etik di dalam nilai Pancasila itu sendiri, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Dibarengi dengan adanya duka di Sulawesi, kasus hoax ini telah melumpuhkan pikiran masyarakat, mengajarkan pada masyarakat untuk beradu domba, dan melunturkan jiwa manusia yang sejatinya memiliki kelembutan hati mengulurkan tangan, untuk saling membantu saudaranya yang sedang tertimpa masalah.

Mengacu pada agama, Islam sendiri mengatakan bahwa kebohongan adalah ciri-ciri orang yang tidak beriman. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang mengatakan, sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kelaliman dan kelaliman itu akan mengantarkan ke neraka. Seseorang yang terus menerus berbohong akan ditulis Allah sebagai pembohong.

Berkaca dalam hal ini, sudah semestinya kita bersama-sama menghentikan kebohongan. Baik kebohongan yang bersumber dari media sosial ataupun bertatap muka. Saling merangkul untuk menolak hoax, karena itu akan menjadi racun bagi generasi yang akan datang. Karena sejatinya kebohongan tidak hanya mengantarkan pada kekecewaan, tetapi bisa juga menimbulkan kekerasan.

Lebih Baik Peduli dari pada Menyebar Hoax

Adanya duka di Palu, Sigi, dan Donggala, seharusnya kita mengulurkan tangan kita untuk memberikan sesuatu yang berguna bagi korban. Hilangkan kasus hoax yang sedang buming. Karena itu tidak berguna, alangkah baiknya apabila masyarakat memikirkan bantuan apa yang harus diberikan kepada masyarakat yang terkena bencana tersebut.

Kalaupun kita tidak bisa memberikan bantuan secara materi, maka sudah semestinya memberikan sebuah doa yang tulus. Sebab, mendoakan orang yang terkena musibah salah satu cara terbaik untuk mencintai. Tidak menutup kemungkinan, dengan doa yang dipanjatkan akan membuat masyarakat yang terkena bencana selalu menjalani hari-hari dengan penuh kesehatan.

Untuk itu, yang harus di pandang utama kali ini bukan kasus hoax, melainkan bagaimana seseorang bisa peduli terhadap saudara-saudara kita yang terkena bencana. Tunjukkan, bahwa kita adalah sebangsa, meskipun berbeda kita harus tetap untuk saling menjaga dan menghormati. Karena, berangkat dari membantu ini, akan mengajarkan seseorang pada jalan kebaikan, kedamaian, dan tentunya senyum kebahagiaan akan selalu terpancar.

Suroso

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

14 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

14 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

14 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

14 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago