Polemik ihwal RUU HIP (Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila) tampaknya belum usai. Kelompok radikal-ekstrem kanan pengusung ideologi khilafah yang selama ini dikenal anti-Pancasila dan NKRI justru menjadikan isu ini untuk menggoyang wibawa pemerintah. Mereka menuduh pemerintah bersekongkol dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melemahkan Pancasila dan membangkitkan kembali komunisme.
Ibarat sebuah film, manuver kelompok pengusung khilafah ini merupakan plot-twist yang tidak diduga-duga sebelumnya. Kelompok yang selama ini paling getol mencaci maki pemerintah, menolak Pancasila dan berupaya mengubah dasar negara menjadi khilafah justru sekarang sesumbar menjadi kelompok paling pancasilais dan berani mati membela Pancasila.
Dalam konteks ini, kita tentu harus berpikir cerdas dengan tidak begitu saja percaya pada klaim para pengusung khilafah tersebut. Sejarah telah mencatat bahwa para pengusung khilafah ialah kelompok yang licik, oportunis dan rela melakukan cara apa saja untuk mewujudkan agendanya. Memfitnah, menebar berita bohong, mengadu domba hingga berkamuflase ialah karakter dasar kadung identik pada kelompok pengusung khilafah.
Begitu pula pada kasus kontroversi RUU HIP yang lantas melahirkan gerakan bela Pancasila yang digaungkan kelompok radikal. Tidak sulit untuk menyimpulkan bahwa aksi bela Pancasila yang belakangan ini mencuat merupakan upaya kelompok radikal untuk memanfaatkan momentum. Tujuannya tidak lain justru ingin mengadu domba masyarakat dan melemahkan ikatan kebangsaan dari dalam sehingga mereka mudah menguasai dan mengendalikan negara.
Fenomena ini mengingatkan kita pada strategi politik Kuda Troya yang terinspirasi dari perang Troya dalam sejarah peradaban Yunani. Dalam cerita yang ditulis oleh para penulis Yunani Klasik seperti Virgil, Sophocles, dan Euripides tersebutlah sebuah kisah tentang tragedi dikepungnya kota Troya oleh tentara Sparta selama sepuluh tahun.
Baca Juga : Hikmah Heboh RUU HIP
Selama itu pula Troya tak kunjung dikalahkan, bahkan sebaliknya para prajurit unggulan Sparta tewas satu per satu. Intinya, kemungkinan untuk merebut kota Troya sangatlah kecil, kecuali Sparta bisa melakukan serangan mendadak. Maka, atas ide Odysseus, yang dikenal sebagai konseptor strategi perang Sparta, disusunlah strategi tipudaya untuk mengalahkan Troya. Tipu daya itu melibatkan pembangunan patung kuda raksasa yang didalamnya bisa diisi oleh sepasukan tentara.
Muslihat itu dimulai ketika suatu pagi masyarakat Troya tidak lagi menemukan tentara Sparta di luar benteng, kecuali kuda raksasa tersebut. Masyarakat Troya mengira tentara Sparta telah pergi alias menyerah. Bersamaan dengan itu, muncul Sinon seorang tentara Sparta yang ditinggal seoang diri dengan tujuan untuk menebar berita bohong dan propaganda. Sinon berkicau bahwa ia ditinggal karena dijadikan calon korban bagi Sparta karena telah mencuri Palladium. Namun, ia berhasil melarikan diri. Lantas masyarakat Troya pun bertanya tentang kuda raksasa tersebut.
Sinon pun bercerita dengan fasih bahwa kuda itu ialah persembahan Sparta untuk Athena dan jika masyarakat Troya menghancurkannya maka dewa Athena akan marah serta menghancurkan kota Troya. Masyarakat pun termakan propaganda Sinon tersebut dan beramai-ramai mengangkut kuda raksasa itu masuk ke kota. Dan, sisanya ialah sejarah yang terus diceritakan ulang sampai hari ini. Malam itu, sepasukan tentara Sparta keluar dari kuda raksasa tersebut, membuka pintu gerbang dari dalam, sementara pasukan Sparta lainnya yang bersembunyi di pulau kecil merangsek ke kota Troya dan membantai seluruh penduduknya yang tengah terlelap.
Terlepas dari apakah tragedi Kuda Troya ini fakta sejarah atau hanya mitos, kita tentunya bisa banyak belajar darinya. Hal pertama yang penting kita pahami ialah bahwa perang atau konfrontasi tidak selalu dilakukan dengan pertarungan strategi yang terhormat. Dalam banyak kesempatan, perang justru kerap diwarnai oleh strategi yang melibatkan muslihat dan tipu daya.
Hal kedua yang juga harus kita catat ialah bagaimana berita bohong dan propaganda bisa meruntuhkan kewaspadaan yang berujung pada malapetaka. Propaganda dan berita bohong, seperti dalam kasus perang Troya, memungkinkan terjadinya serangan senyap, yang jauh lebih mematikan ketimbang serangan terbuka. Selain itu, dari kisah perang Troya ini kita juga bisa belajar tentang watak manusia yang cenderung menghalalkan segala cara untuk meraih tujuannya.
Mewaspadai Muslihat Pengusung Ideologi Khilafah
Politik Kuda Troya itu pula yang tampaknya berusaha dimainkan oleh para pengusung khilafah di Indonesia. Mereka menyadari bahwa benteng NKRI terlalu kokoh untuk dihancurkan dengan kekuatan mereka yang minim. Namun, mereka tidak kekurangan akal. Layaknya tentara Sparta, mereka pun melakukan penyusupan ke semua lini kehidupan sosial, politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan agama masyarakat Indonesia. Seperti kita lihat saat ini, eksponen gerakan khilafah sudah berhasil menyusup ke seluruh kelompok dan lapisan masyarakat, mulai dari instansi pemerintah, perusahaan swasta hingga lembaga kemasyarakatan-keagamaan.
Tidak cukup dengan menyusup, mereka juga menebarkan berita bohong, fitnah, provokasi dan adu domba untuk melemahkan jejaring kebangsaan dari dalam. Mereka berupaya membenturkan masyarakat dan pemerintah dengan mendelegitimasi peran dan kinerja negara. Di saat yang sama, mereka juga membangkitkan sentimen perbedaan antarkelompok dengan tujuan memecahbelah masyarakat. Saat masyarakat dan pemerintah berhasil dilemahkan, saat itulah mereka akan menyerang ke jantung pertahanan kita. Sebelum semua terlambat, kita perlu meningkatkan kewaspadaan guna menangkal semua tipu daya dan muslihat kelompok pengusung ideologi khilafah.
Jika kita amati, isu polemic RUU HIP ini dijadikan sebagai semacam “Kuda Troya” bagi kelompok pengusung ideologi khilafah untuk melemahkan soliditas bangsa dari dalam. Mereka membalikkan persepsi masyarakat dengan seolah-olah berada di garis depan pembela Pancasila. Pemerintah dan masyarakat tentunya tidak boleh lengah dan termakan oleh strategi busuk para pengusung ideologi khilafah ini. Sebaliknya, pemerintah dan masyarakat harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan menghadapi segala manuver kelompok pengusung ideologi khilafah.
Keputusan pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU HIP patut diapresiasi. Selanjutnya, pemerintah perlu meyakinkan publik bahwa komunisme tidak akan pernah mendapat ruang di negeri ini. Komitmen pemerintah itu perlu dikomunikasikan secara efektif agar publik tidak mudah terpengaruh propaganda para pengusung khilafah.
Tidak kalah penting dari itu ialah, pemerintah dan masyarakat harus terus menjaga Pancasila agar tetap dipahami dan ditafsirkan dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila dirumuskan para pendiri bangsa sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia yang berkarakter multikultural dan multirelijius. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara didesain sebagai ideologi terbuka yang harus diterjemahkan ke dalam undang-undang atau peraturan yang relevan dengan realitas sosial dan tantangan zaman. Meski demikian, penafsiran Pancasila idealnya tetap berada dalam koridor-koridor hukum dan perundang-undangan yang berlaku, serta tetap berada dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
This post was last modified on 13 Juli 2020 11:25 AM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…