Narasi

Idul Fitri sebagai Penguat Persaudaraan (Ber)kebangsaan

Maaf memaafkan merupakan ciri khas akhlak mahmuddah yang dilakukan umat Muslim saat ber-Idul Fitri. Di Indonesia, hari raya keagamaan ini justru menjadi hari yang sangat fenomenal, di mana hampir seluruh instansi diliburkan hingga lebih dari satu pekan. Hal ini dimaksudkan agar umat muslim bisa berleluasa dalam menyempurnakan ibadah kemanusiaan yang telah dituntunkan dalam agama.

Maaf memaafkan menjadi penting karena dalam setiap hembusan manusia selalu diliputi dengan bujuk rayu setan agar bebuat kejahatan terhadap orang lain. Jangankan kepada orang yang berbeda keyakinan atau suku, terhadap saudara seiman atau bahkan saudara kandung sendiri saja bisa berbuat tidak baik. Permusuhan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan bahkan sebab apa saja. Semua itu bisa terjadi karena setan selalu membujuk manusia agar terpecah belah dan saling bermusuhan.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah (kaum muslimin) yang sholat di Jazirah Arab, akan tetapi dia belum putus asa untuk memecah belah di antara mereka.” (HR. Muslim).

Terhadap upaya setan ini, Allah SWT memerintahkan agar umat manusia bersaudara dengan cara menjaga lisan. Di dalam al-Qur’an, Dia berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isra’ [17]: 53).

Sungguh, Allah SWT sendiri telah menciptakan manusia dalam beragam bentuk. Dan semua itu bukan berarti manusia harus bercerai berai. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri berpesan bahwa perbedaan merupakat rahmat. Dalam bayak keterangan, rahmat diartikan “ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan)”. Sehingga, dengan adanya perbedaan diharapkan akan adanya kebaikan-kebaikan tambahan dibandingkan tanpa adanya perbedaan.

Agar perbedaan berdampak pada rahmat, maka ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan dalam bingkai Islam) dan meluas pada ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan sebangsa) serta ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan sesama manusia) mesti dihidupkan.

Nabi Muhammad SAW merupakan teladan terbaik dalam membangun ukhuwwah Islamiyyah, ukhuwwah wathaniyyah, dan ukhuwwah insaniyyah. Ketika awal berhijrah ke Madinah, ia mampu mempersatukan kaum muhajirin dan anshar. Keduanya merupakan umat muslim yang awalnya tidak saling kenal. Namun, Nabi Muhammad SAW mampu menyatukan mereka sehingga bak satu tubuh yang manakala ada anggota tubuh satu terkena musibah maka anggota yang lain ikut merasakan.

Dalam ber-ukhuwwah wathaniyyah serta insaniyyah, Nabi Muhammad SAW mengajak pemeluk agam lain untuk saling menghormati. Bahkan, Nabi Muhammad SAW membuat “Piagam Madinah” dalam rangka menciptakan kerukunan antar-umat beragama di Madinah.

Bermula dari sinilah, sungguh kita sangat beruntung menjadi warga Indonesia, di mana nilai-nilai kerukunan menjadi modal utama dalam menjalani kehidupan. Para pendahulu bangsa telah mencontohkan bahwa perbedaan merupakan sunatullah yang mesti dihormati. Dan, perbedaan bukan alat untuk memecah belah setiap individu ataupun golongan. Para pendahulu telah menanamkan semboyan “bhineka tunggal ika”. Warisan luruh ini mesti kita lestarikan. Dan, tradisi Idul Fitri yang dimaknai membuka pintu maaf seluas-luasnya adalah salah satu wadah yang dapat kita manfaatkan untuk menguatkan persaudaraan dan persatuan.

Wallahu a’lam.

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Pesantren, Moderasi, dan Sindikat Pembunuhan Jati Diri

Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga penjaga moralitas dan peradaban. Dari masa perjuangan…

2 hari ago

Dari Khilafah ke Psywar; Pergeseran Propaganda ISIS yang Harus Diwaspadai

Gelombang propaganda kelompok teror ISIS tampaknya belum benar-benar surut. Meski kekuasaan teritorial mereka di Suriah…

2 hari ago

Framing Jahat Media terhdap Pesantren : Upaya Adu Domba dan Melemahkan Karakter Islam Nusantara

Islam di Indonesia, yang sering kali disebut sebagai Islam Nusantara, memiliki ciri khas yang sangat…

2 hari ago

Belajar dari ISIS-chan dan Peluang Kontra Radikalisasi neo-ISIS melalui Meme

Pada Januari 2015, sebuah respons menarik muncul di dunia maya sebagai tanggapan atas penyanderaan dan…

3 hari ago

Esensi Islam Kaffah: Menghadirkan Islam sebagai Rahmat

Istilah Islam kaffah kerap melintas dalam wacana publik, namun sering direduksi menjadi sekadar proyek simbolik:…

3 hari ago

Kejawen, Kasarira, dan Pudarnya Otentisitas Keberagamaan

Menggah dunungipun iman wonten eneng Dunungipun tauhid wonten ening Ma’rifat wonten eling —Serat Pengracutan, Sultan…

3 hari ago