Kebangsaan

Indonesia Negeri Damai, Jangan Terpedaya Negara Ilusi

Di hamparan bumi yang terbentang luas ini, Indonesia adalah satu mozaik keindahan yang sulit ditandingi. Dari Sabang hingga Merauke, alam memahat lukisan surgawi: pegunungan hijau, pantai berpasir putih, lautan biru yang tenang. Kekayaan ini bukan hanya pada bentang alamnya, tetapi juga pada jiwa yang menghuni setiap jengkal tanahnya – manusia dengan segala ragam bahasa, budaya, dan keyakinan hidup harmoni dalam keragaman.

Dalam kehidupan yang penuh nuansa damai ini, kita patut bersyukur. Lihatlah kawasan di Eropa Timur, di mana konflik Rusia-Ukraina terus menanam benih kebencian di ladang kehidupan. Ekonomi terguncang, pendidikan terganggu, dan harapan generasi muda tercabik-cabik oleh perang yang seakan tak berkesudahan.

Di sisi lain, Timur Tengah yang kaya akan sejarah dan peradaban justru terjebak dalam konflik sektarian yang tiada habisnya. Perpecahan kepentingan atas nama keyakinan, yang seharusnya menjadi jalan menuju kedamaian, malah melahirkan derita. Kebebasan individu, sosial, dan beragama tercekik oleh api perselisihan yang mereka sulut sendiri.

Belum selesai kita memberikan kepedulian kemanusiaan di Gaza, Suriah meledakkan konflik dan perang saudara. Keruntuhan rezim bukan akhir dari perang saudara. Banyak pekerjaan rumah yang harus mereka hadapi untuk menyatukan keragaman. Menjaga keragaman bukan masalah sepele.

Indonesia, dengan segala tantangannya, adalah berkah yang tidak bisa kita dustakan. Kebhinnekaan kita adalah cermin kecil dari dunia yang harmonis. Sejak kemerdekaan, Pancasila berdiri kokoh sebagai penopang. Lima sila yang merangkum semua nilai luhur, menjadi landasan moral dan etika bernegara. Di tengah badai global yang mengguncang berbagai negara, Indonesia tetap bertahan dengan kerukunan yang, meski tidak sempurna, jauh lebih baik daripada banyak kawasan lain.

Namun, kita tidak sepenuhnya bebas dari ancaman. Ada suara-suara sumbang yang ingin mengganti arah bahtera negeri ini. Dengan dalih agama, mereka menawarkan ilusi tentang negara yang dijanjikan, sebuah utopia yang mereka yakini akan membawa keselamatan dan kesejahteraan.

Ada pula ajakan untuk mengajak warga negara Indonesia berangkat ke wilayah yang dijanjikan, dengan alasan tanda akhir zaman. Mereka berbicara dengan lidah manis, tetapi sering kali menyembunyikan niat yang jauh dari damai. Justru konflik, peperangan, dan penderitaan tiada henti yang lebih menampakkan kenyataan.

Kita harus membuka mata. Sejarah telah mengajarkan bahwa negara-negara yang terjebak dalam ilusi seperti itu sering kali berakhir dalam kehancuran. Ketika agama dijadikan dasar kepentingan politik tertentu, yang terjadi bukanlah kesatuan, melainkan diskriminasi dan ketidakadilan. Agama, yang sejatinya adalah jalan menuju kebahagiaan, malah menjadi alat pembenaran untuk menindas mereka yang berbeda.

Indonesia memiliki modal yang luar biasa untuk menghindari jebakan itu. Dengan Pancasila, kita punya dasar yang tidak hanya kuat, tetapi juga fleksibel. Ia mampu mengakomodasi keragaman tanpa kehilangan arah. Sila pertama mengingatkan kita akan pentingnya spiritualitas, tetapi juga menghormati pluralitas. Sila kedua hingga kelima menjadi panduan untuk memastikan bahwa kesejahteraan sosial, keadilan, dan persatuan tetap terjaga.

Mereka yang menawarkan negara ilusi sering kali melupakan realitas Indonesia. Mereka lupa bahwa negeri ini tidak dibangun oleh satu kelompok saja, tetapi oleh perjuangan bersama. Para pendiri bangsa lainnya telah menyadari bahwa kunci untuk menjaga negeri ini adalah inklusivitas. Dengan cerdas, mereka merumuskan Pancasila sebagai jembatan yang menghubungkan semua golongan.

Tentu saja, kita tidak boleh lengah. Provokasi untuk memecah belah bisa datang kapan saja, dari dalam maupun luar. Globalisasi dan teknologi informasi membuat ideologi-ideologi asing lebih mudah menyusup. Media sosial, dengan segala manfaatnya, juga menjadi ladang subur untuk penyebaran kebencian.

Indonesia adalah negeri damai yang harus dijaga dengan sepenuh hati. Jangan biarkan ilusi tentang negara yang dijanjikan atau impian kosong tentang utopia menggoyahkan fondasi yang telah dibangun dengan susah payah. Mereka yang memimpikan sesuatu yang lebih dari Indonesia ini mungkin lupa, atau tidak tahu, betapa beruntungnya kita hidup di negeri yang damai.

Maka, mari kita syukuri keberkahan ini. Mari kita jaga Indonesia dengan segenap cinta dan usaha. Jangan sampai kita tergelincir dalam perangkap konflik yang telah menghancurkan banyak bangsa lain. Indonesia adalah rumah, dan seperti rumah, ia membutuhkan pemeliharaan yang konsisten. Karena damai bukan sesuatu yang hadir begitu saja, tetapi hasil dari kerja keras, toleransi, dan cinta yang terus-menerus diperjuangkan.

Hana

Recent Posts

Menganulir Komodifikasi Hadis Glorifikasi Syam

Penggulingan rezim Bashar Assad oleh Hayyat Tahrir as-Syam (HTS) banyak dipersepsi sebagai glorifikasi kota Suriah…

9 jam ago

Menjernihkan Realitas Konflik Politik Suriah

Jatuhnya rezim Bashar al-Ashad di Suriah rasanya terlalu simplifikatif jika dilihat lewat kacamata agama, tetapi…

9 jam ago

Membaca Efek Domino Kemenangan Hayat Tahrir al-Sham di Suriah terhadap Kebangkitan Radikalisme di Indonesia

Kemenangan kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dalam menggulingkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, telah memunculkan…

1 hari ago

Tidak Ada Alasan Syar’i untuk Jihad dan Hijrah ke Suriah

Konflik di Suriah telah memasuki babak baru dengan runtuhnya rezim Bashar al-Assad. Kemenangan ini diraih…

1 hari ago

Jangan Masuk Jebakan Hijrah Jilid 2 untuk Konflik Suriah: Belajar dari Kasus ISIS

Runtuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah pada 8 Desember 2024 yang lalu menjadi rentetan dari…

1 hari ago

Euforia Hay’at Tahrir Al Sham; Waspada Kebangkitan Sel Teroris Lokal

Berita mengejutkan datang dari Suriah. Secara mengejutkan pemerintahan Bassar al Assad berhasil dikalahkan oleh milisi…

2 hari ago