Narasi

Inilah Sosok Guru yang Dibutuhkan dalam Negara Majemuk seperti Indonesia!

Dalam negara majemuk seperti Indonesia, posisi guru tidak hanya berkaitan dengan tugas mengajar di ruang kelas, tetapi juga memikul tanggung jawab besar sebagai penopang harmoni sosial, penjaga kebinekaan, dan penguat karakter bangsa.

Indonesia yang terdiri atas ratusan etnis, bahasa daerah, agama, serta kultur lokal menuntut kehadiran guru yang tidak sekadar kompeten secara akademik, tetapi juga matang secara emosional, bijaksana secara sosial, dan inklusif secara ideologis.

Di tengah derasnya arus digitalisasi, meningkatnya paparan radikalisme berbasis internet, dan menguatnya kembali politik identitas yang membelah ruang publik, keberadaan guru menjadi faktor fundamental dalam membentuk generasi toleran, kritis, dan cinta tanah air.

Inilah Sosok Guru yang Kita Butuhkan!

Karena itu, dalam konteks ini, hari ini butuh sosok guru yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi memiliki literasi kebinekaan yang utuh. Literasi kebinekaan tidak berhenti pada pengetahuan bahwa Indonesia beragam, tetapi meliputi kemampuan memahami nilai budaya, menghormati perbedaan keyakinan, serta menciptakan lingkungan kelas yang aman.

Guru yang memiliki literasi kebinekaan akan mampu menjelaskan kepada peserta didik bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan modal sosial. Mereka dapat menjembatani konflik kecil di kelas, mendeteksi bibit intoleransi sejak dini, serta mengarahkan siswa agar mampu melihat realitas keberagaman bangsa dari berbagai sudut pandang dan perspektif.

Di samping itu, negara majemuk seperti Indonesia membutuhkan guru yang memiliki orientasi kemanusiaan yang kuat. Guru yang humanis melihat bahwa pendidikan bukan hanya soal capaian akademik, tetapi pembentukan manusia yang utuh—yang dapat merasakan, peduli, menghargai, dan berbagi. Guru humanis memberi ruang bagi dialog, mendengar suara murid dengan empati, serta membangun ikatan emosional yang sehat tanpa kekerasan.

Dalam konteks keberagaman, guru humanis dapat mengelola perbedaan menjadi kekuatan, bukan keretakan. Mereka menanamkan nilai-nilai universal seperti keadilan, kesetaraan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap hak-hak orang lain. Pendidikan humanis di tangan guru semacam ini membuat ruang kelas menjadi miniatur Indonesia yang damai.

Di sisi lain, dalam negara majemuk, kita guru butuh guru yang memiliki wawasan kebangsaan yang kokoh. Wawasan kebangsaan yang diperlukan bukan wawasan nasionalisme sempit, melainkan nasionalisme inklusif yang mengakui kontribusi setiap golongan.

Guru dengan wawasan kebangsaan yang sehat mampu menanamkan kepada siswa mengapa Indonesia harus dipertahankan, mengapa perbedaan harus dirawat, dan bagaimana peran generasi muda dalam menjaga persatuan di tengah banyak tantangan multidimensi. Mereka mampu menjelaskan bahwa Pancasila bukan doktrin kosong, tetapi fondasi etis yang memungkinkan keberagaman tumbuh tanpa harus saling meniadakan satu sama lain.

Dengan begitu, niscaya guru akan mampu menjadi jembatan bagi para peserta didik, yakni jembatan yang mempertemukan anatara pengetahuan dan karakter, antara perbedaan dan persatuan, antara teknologi dan kemanusiaan. Dalam negara majemuk, guru bukan hanya pengajar, melainkan pemersatu. Dan selagi Indonesia terus bergerak menghadapi tantangan global, guru dengan kualitas seperti itu adalah aset bangsa yang tidak tergantikan.

susi rukmini

Recent Posts

Peran Guru dalam Mencetak Generasi Nasionalis Anti-Radikalisme; Hal yang Tak Bisa Digantikan AI

Di tengah arus digitalisasi yang kian deras, keberadaan kecerdasan buatan (AI) menjadi bagian tak terpisahkan…

12 jam ago

Kelas Sebagai Etalase Kemajemukan; Bagaimana Melahirkan Generasi Kritis dan Empatik?

Sekolah modern mengenal pembagian kelas berdasar umur dan kemampuan murid. Kelas sebagai bangunan fisik didesain…

12 jam ago

Mengapa Anak Rentan Terpapar Paham Kekerasan?

Fenomena terpaparnya 110 anak usia 10–18 tahun oleh paham radikal-terorisme, sebagaimana ditemukan Densus 88 melalui…

4 hari ago

Mengapa Anak-Anak Sangat Menyukai Konten Provokatif? Ini Penyebabnya!

Minat anak dan remaja terhadap konten provokatif kini semakin terlihat jelas. Video tawuran yang dianggap…

4 hari ago

True Crime Community; Bagaimana Telegram Menjadi Paltform Penyebar Kekerasan Mimetik?

Kepala BNPT Komjen Edy Hartanto menyebut bahwa pelaku pemboman di SMAN 72 Jakarta mengakses konten…

4 hari ago

Teror Tak Kasat Mata: Menghadapi Virus Ideologi yang Menginfeksi Nalar Siswa

Kita sedang berada di fase sejarah di mana "ruang aman" adalah sebuah kemewahan yang nyaris…

4 hari ago