Narasi

Islam Politik Merambah ke Nusantara

Beberapa penulis sejarah Islam menilai bahwa Islam yang berkembang pasca berakhirnya Khulafaurrasyidin (Abu Bakar RA, Umar Bin Khattab RA, Osman bin Affan RA dan Ali Bin Abi Tholib RA) bukan lagi Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw di era Madina dan sekitarnya, tetapi Islam yang dikembangkan oleh mereka adalah Islam Politik. Tujuannya adalah bukan lagi menanamkan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya, tetapi kekuasaan, kemewahan dan ekspansi wilayah untuk menumpuk kekayaan sehingga jihad yang diusung oleh mereka sudah berbeda dengan makna jihad yang pernah diusung oleh Nabi Muhammad Saw dan sahabat-sahabatnya.

Penilaian ini mungkin memang ada benarnya, karena jika memperhatikan sistem khilafah setelah para sahabat-sahabat terdekat Nabi cenderung mengarah kepada sistem monarki dan kekaisaran. Musyawarah dan dengar pendapat sudah tidak lagi berlaku sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi dan sahabat-sahabatnya. Apa yang terjadi adalah penunjukan dan peralihan kekuasaan secara kekuatan. Oleh karena itu, sejumlah ulama tidak lagi menempatkan mereka sebagai khilafah umat Islam yang patut dijuluki sebagai penerus Nabi yang haqiqi bahkan tidak sedikit yang korban akibat prilaku penguasa pada era itu. Walaupun juga tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian di antara para khilafah tersebut ada yang sungguh-sungguh berusaha mengembalikan nilai-nilai yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw baik di era Muawiyah maupun di era Abbasiah dan Turki Utsmani.

Jika ekspansi yang dilakukan oleh para khilafah saat itu adalah menggunakan kekuatan dengan jumlah pasukan dan peralatan yang cukup besar dan teknik pertempuran yang sudah canggih, Islam politik saat ini sudah tidak lagi menggunakan kekuatan militer dan peralatan yang canggih, tetapi menggunakan pendekatan lunak melalui berbagai sarana yang tersedia yang ada di sekitar kita dan dekat dengan kita. Mereka mampu menjamah orang-orang terdekat kita anak, saudara, tetangga tanpa kita sadari.

Mesjid, sekola; dasar, menengah, dan atas,  universitas, sekolah tinggi, pesantren menjadi sarana penting untuk membina dan mengkader generasi-generasi yang akan datang yang akan memperjuangkan misi mereka. Tidak ada satupun ruang kosong yang tidak dimanfaatkan oleh mereka untuk mendoktrin dan membina kader-kader muda. Ini dapat dilihat dari fenomena di tengah-tengah masyarakat kita saat ini yang mulai banyak menganut paham dan ideologi transnasional yang menentang keras budaya-budaya lokal dan mengusung secara tegas ide-ide mereka yang bertentangan dengan nilai dan budaya kita selama ini. Bahkan mereka mengkafirkan dan melabeli berbagai istilah kepada sesamanya. Artinya ke depan kader dan generasi pendukung khilafah akan semakin banyak dan melebihi jumlah yang kontra terhadap mereka. Generasi-generasi muda mereka akan tampil menjadi pionir-pionir pejuang khilafah, sebagaimana yang terjadi pada budak-budak Turki  yang pernah dibina oleh khilafah umawiyah yang kemudian tampil menjadi khalifah-khalifah di beberapa wilayah Kekhilafahan saat itu seperti di Mesir.

Metode ini nampaknya juga berlaku di negeri ini dengan merekrut elemen-elemen yang selama ini dianggap tidak memiliki akses ke negara sehingga dengan mudah mendoktrin dan memanfaatkan mereka di masa yang akan datang. Islam politik akan terus bergerilya di negeri ini dengan menggunakan berbagai label bahkan dengan rela meminjam istilah-istilah yang telah digunakan oleh kelompok tertentu di negeri ini sehingga dengan mudah di terima oleh masyarakat kita. Islam Rahmatan lil-alamin misalnya juga menjadi slogan mereka, bahkan tidak segan-segan menyatakan mendukung NKRI walaupun pada dasarnya bertujuan mendobrak prinsip-prinsip dasar yang selama ini dianut oleh seluruh bangsa ini. strategi al-taqiyah berlaku di sini untuk menjamin kelangsungan perjuangan mereka.

Islam politik yang kini berkembang di negeri ini tidak akan jauh berbeda dengan Islam politik yang pernah berkembang dalam sejarah dunia Islam beberapa abad yang silam. Pergolakan dan intrik-intrik internal menuju kekuasaan tetap mewarnai jalannya pemerintahan, saling membunuh dan kudeta berdarah merupakan cara efektif mencapai kekuasaan dan yang paling menakutkan jika sistem khilafah yang kini dibangun oleh ISIS menjadi ciri khas khilafah yang akan dibangun oleh Islam Politik di negeri ini.

This post was last modified on 5 Mei 2017 3:00 PM

Suaib Tahir

Suaib tahir adalah salah satu tim penulis pusat media damai (pmd). Sebelumnya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi timur tengah. Selain aktif menulis di PMD juga aktif mengajar di kampus dan organisasi

Recent Posts

Pilkada dan Urgensi Politik Santun untuk Mencegah Perpecahan

Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat…

11 jam ago

Pilkada Damai Dimulai dari Ruang Publik yang Toleran

Dalam menghadapi Pilkada serentak, bangsa Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan atmosfer damai yang…

11 jam ago

Tiga Peran Guru Mencegah Intoleran

Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini sangat penting lantaran guru merupakan…

11 jam ago

Guru Hebat, Indonesia Kuat: Memperkokoh Ketahanan Ideologi dari Dunia Pendidikan

Hari Guru Nasional adalah momen yang tepat untuk merenungkan peran penting guru sebagai motor penggerak…

11 jam ago

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago