Narasi

Islam Wasathiyah Sebagai Vaksin Anti-Radikalisme di Tengah Pandemi

Di tengah pandemi corona adalah ancaman terbesar yang ada di Indonesia berasal dari dalam negeri ini adalah radikalisme. Radikal merupakan suatu paham yang menginginkan perubahan secara cepat yang dilakukan dengan cara kekerasan, sedangkan terorisme merupakan suatu kegiatan atau serangan yang bertujuan untuk memberikan ketakutan kepada masyarakat. Adapun tindakan kekerasan dapat dilakukan dengan cara antara lain pengeboman, pembunuhan secara sadis, penculikan, penyanderaan, hingga pembajakan.

Radikalisme destruktif atau merusak bermakna suatu faham yang mengakar pada penganutnya dengan ciri atau berbentuk radikalisme  keagamaan munculnya beberapa aliran sesat. Radikalisme destruktif bercirikan  etnis/kesukuan seperti munculnya GAM di Aceh, RMS di Maluku, GAP/OPM di Papua. Radikalisme kriminal murni kejahatan asusila, Narkoba, kejahatan kekerasan dll juga bersifat merusak, dan radikalisme bercirikan liberal dengan membolehkan segalanya. Radikal juga dapat ditandai oleh beberapa hal, salah satunya yang yaitu sikap intoleran.

Salah satu organisasi yang berkembang saat ini dan berpotensi menjadi gerakan radikal adalah Islam radikal yang dapat menginspirasi munculnya kondisi rawan terjadi pergesekan antar umat Islam. Faham radikal dapat memecah belah NKRI karena bertentangan dengan ideologi Pancasila. Radikalisme perlu diwaspadai karena dapat memecah belah NKRI dan Islam radikal merupakan salah satu bagian dari radikalisme yang bertujuan untuk menegakkan khilafah, dan perlu diingat oleh bangsa Indonesia bahwa Islam radikal bukanlah organisasi Islam yang lahir dari daerah atau provinsi tertentu di Indonesia, sehingga Islam radikal adalah aliran transnasional yang masuk ke Indonesia.

Vaksin radikalisme di Indonesia hanya bisa disembuhkan dengan moderasi Islam. Moderasi sendiri adalah jalan pertengahan, yang sesuai dengan inti ajaran Islam dan juga fitrah manusia. “Karena itu, umat Islam disebut dengan Ummatan Washathan yang berarti umat pertengahan. Umat yang serasi dan seimbang, yang mampu memadukan antara dua kutub agama terdahulu.

Baca Juga : Dari Piagam Madinah ke Pancasila: Ikhtiar Membumikan Islam Rahmat dalam Konsensus Bernegara

Moderasi Islam telah dijelaskan dalam Al Quran dan hadis banyak disebutkan tentang pentingnya sikap moderat, serta posisi umat Islam sebagai umat yang moderat dan terbaik. Toleransi dan moderasi adalah nilai inti dalam ajaran Islam. Sangat penting mengembangkan nilai-nilai toleran dan moderat untuk mengatasi persoalan umat seperti radikalisasi keagamaan, kekerasan atas nama agama, pengafiran pihak lain, sikap ekstrim, fanatisme berlebihan.

Islam wasathiyah merupakan bagian dari moderasi Islam yang dapat dijadikan vaksin Radikalisme di Indonesia. Islam Wasathiyah sejatinya merupakan ajaran ulama nusantara yang selama ini dianut dan diamalkan oleh umat Islam di nusantara. Namun setelah terjadinya revolusi teknologi informasi, di mana semua paham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masyarakat, maka mulailah ajaran keagamaan yang awalnya tidak dikenal di Indonesia dan berkembang di negara lain, mulai masuk dan diajarkan di Indonesia. Termasuk ajaran keagamaan yang radikal yang bisa membimbing pemeluknya melakukan tindakan teror. Karena itu merupakan hal yang sangat penting untuk mengembalikan umat Islam kepada ajaran ulama nusantara. Antara lain dengan mengembalikan pemahaman Islam wasathiyah.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 143 yang artinya : “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam); umat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.

Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah meliputi: pertama, Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama), Kedua, Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan). Ketiga, I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Keempat, Tasamuh (toleransi) yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Kelima, Musawah (egaliter) yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Karena itu, untuk menangkal Radikalisme di Indonesia dengan memanfaatkan adanya musim pandemi ini, maka diperlukan interenalisiasi kesadaran terhadap nilai-nilai vaksin Islam Wasathiyah sehingga Islam radikal dapat dibendung. Moderasi Islam dengan penanaman Islam Wasathiyah merupakan senjatan ampuh membukan pemikiran orang orang Islam yang berpikiran radikal, sehingga dapat dicegah sejak dini. Semoga.

This post was last modified on 23 Juni 2020 2:03 PM

Afidah Aeni

Pemerhati Sosial, Tinggal di Pekalongan.

Recent Posts

Kerapuhan Khalid Basalamah dalam Menyikapi Islamisasi Tradisi Lokal

Salah-satu sosok penceramah yang sangat gencar menolak islamisasi tradisi lokal adalah Khalid Basalamah. Bahkan, beberapa…

10 jam ago

Anggapan Keliru Kearifan Lokal dan Tradisi Menodai Akidah

Akidah mana yang tercemari oleh pujian-pujian kepada nabi, bunyi rebana, wewangi kemenyan, atau bahkan ziarah…

15 jam ago

Kearifan Tuhan dalam Kearifan Lokal

Peran “khalifah” adalah mandatory dari Tuhan yang Maha Kuasa yang dilimpahkan kepada manusia sebagai penduduk…

15 jam ago

Islam dan Kearifan Lokal : Jejak Dakwah Nabi Muhammad Mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin

Dalam sejarah Islamisasi di jazirah Arab, Nabi Muhammad SAW sangat bijak dalam memberdayakan tradisi lokal…

2 hari ago

Belajar Kearifan Lokal dalam Relasi Islam-Kristen di Desa Ilawe

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dikenal akan kekayaan budaya, tradisi, dan kearifan lokalnya…

2 hari ago

Gejala Inferioritas Beragama; Dari Puritanisme ke Romantisisme

Fenomena keberagamaan kita hari ini diwarnai oleh gejala inferiority complex. Sejenis sindrom rendah diri atau…

2 hari ago