Narasi

Jangan Gagal Paham, Menutup Masjid karena PPKM Darurat Itu Sesuai Hukum Syariat!

“PPKM Darurat diberlakukan, bukan hanya 14 hari tapi didesain agar bisa menjangkau saat pelaksanaan sholat Idul Adha 1442H, sejak tanggal 3 Juli sampai 20 Juli 2021. Bukan untuk menyemarakkan Idul Adha, tapi justru hendak membungkam pelaksanaan dan syi’arnya.”

Demikian narasi yang mencuat di media sosial menyusul pemberlakukan PPKM Darurat. Kebijakan PPKM yang saat ini baru diberlakukan untuk wilayah Jawa dan Bali,  oleh oknum tertentu diartikan sebagai Pengekangan Pelaksanaan Ketaatan Masyarakat (PPKM). Lebih dari itu, juga dinilai sebagai protokol darurat untuk menjauhkan umat Islam dari Allah.

Pantas saja banyak orang yang menyebar-luaskan ulasan tersebut karena bahasanya sangat emosional; mengundak emosi dan simpati. Lebih-lebih jika dibaca oleh mereka yang sedang jenuh dengan Corona dan yang memiliki literasi keagamaan yang rendah. Artinya, jika ditelisik lebih mendalam, sejatinya artikel tidak berbobot, jika tidak ingin disebut sebagai ‘menyesatkan’.

Bagaimana tidak. Kebijakan PPKM (Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat dihubungkan dengan rencana jahat pemerintah untuk menjauhkan umat Islam dari Allah lantaran beberapa Masjid dianjurkan ditutup dan pelaksanaan Shalat Idul Adha, secara massal, ditiadan untuk sementara waktu sampai kondisi kesehatan nasional membaik.

Seolah-olah program PPKM Darurat dari pemerintah tidak pro terhadap umat Islam; didiskriminasikan karena aktivitas di Masjid dibatasi. Catat! Langkah itu diambil seiring perkembangan terkini menyebutkan bahwa penyebaran virus corona atau Covid-19 terutama varian Delta, tengah meningkat tajam. Oleh karena itu, muncul kebijakan penerapan PPKM Darurat, yang salah satu dari poinnya adalah penutupan rumah ibadah, serta pembatasan kegiatan yang melibatkan banyak orang.

Jadi poinnya karena tingkat keterpaparan Covid-19 meningkat tajam, maka hal yang paling efektif adalah membatasi kegiatan masyarakat. Pun tidak semua aktivitas peribadahan ditutup, melainkan hanya di zona PPKM Darurat saja. Jadi, jangan kemudian ‘dibelokkan’ dengan mendengungkan narasi bahwa PPKM Darurat itu hendak membungkam pelaksanaan dan syi’ar Idul Adha 1442 H. Toh kalau situasinya sudah membaik, pasti seluruh kegiatan masyarakat, tanpa terkecuali ibadah, akan normal seperti sebelum pandemi melanda.

Penutupan Masjid Selama PPKM Darurat Tak Bertentangan dengan Syariat

Otoritas keagamaan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), sudah menjelaskan kepada umat bahwa penutupan masjid dan kegiatan ibadah berjamaah karena kondisi darurat sesuai dengan hukum syariat Islam.

Mayoritas ulama, bahkan ormas besar di tanah air mendukung kebijakan pemerintah terkait pemberlakukan PPKM Darurat. Bahkan ormas-ormas tersebut telah merumuskan panduan terkait krisis covid-19. Ini menunjukkan, sekali lagi, PPKM Darurat, yang salah satu poinnya membatasi ritual keagamaan, sudah sesuai dengan syariat.

PP Muhammadiyah misalnya, telah mengeluarkan surat edaran Nomor 05/EDR/I.0/E/2021 yang berisi tentang panduan kepada pimpinan Persyarikatan dan warga Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Dalam SE tersebut, ada sembilan poin penting. Diantara poin itu adalah sebagai berikut:

Masjid dan mushala untuk sementara waktu agar dinonaktifkan terlebih dahulu dari segala aktivitas yang melibatkan jamaah. “Segala ibadah baik yang sunah maupun fardu yang melibatkan jamaah hendaknya dilaksanakan di rumah. Azan sebagai penanda masuknya waktu salat tetap dikumandangkan pada setiap awal waktu salat wajib dengan mengganti kalimat “ḥayya ‘alaṣ-ṣhalah” dengan “ṣallū fī riḥālikum” atau lainnya sesuai dengan tuntunan syariat,” kata Haedar Nasir dalam siaran persnya, Sabtu (3/7).

Jadi, PPKM Darurat bukanlah upaya atau didesain untuk meniadakan Shalat Idul Adha dan syi’arnya. Tetapi sebagai bentuk usaha bersama dalam melawan dan menghentikan laju pandemi Covid-19. Dan yang harus diperhatikan semua adalah, bahwa menjalankan PPKM Darurat adalah untuk menjaga keselamatan jiwa baik diri sendiri maupun orang lain, maka oleh karena itulah mengikuti dan menerapkan PPKM Darurat sejalan dengan perintah agama. Shalat Idul Adha akan tetap ada dan selalu ada, hanya saja pelaksanaannya pada tahun ini berbeda dengan sebelum pandemi merebak.

Hal tersebut sejalan dengan tujuan Syariah (Maqhasid Syariah), yakni mMenjaga jiwa (Hifdzun Nafs). Dalam kajian ilmu ushul fiqih disebutkan “Dar’ul mafâsid muqoddamalâ jalbil masholih”). (Menghindarkan kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawa keuntungan/kebaikan).

Marilah berpikir rasional dan jernih sebagaimana tuntunan agama. Mengutip pernyataan Haedar Nasir, bahwa Kita seharusnya sudah paham betul bahwa berdasarkan pertimbangan rasional dan ilmiah yang diajarkan Islam, Covid-19 bukan hasil konspirasi akan tetapi nyata adanya sebagai pandemi. Mencegah dan mengatasinya menunjukkan sikap keagamaan dan keilmuan untuk penyelamatan jiwa (ḥifẓ an-nafs).

Jadi, menutup masjid di wilayah zona merah Covid-19 sesuai dengan syariat. Dalam kajian ilmu fikih, ada istilah dharuriyah al Khamsah, lima elemen primer yang harus dipenuhi dan dijaga. Karena, semua ini demi kemashlahatan bersama. Jadi, apabila diabaikan, maka akan merusak sendi kehidupan manusia. Lima itu adalah , menjaga agama, jiwa, akal, kehormatan dan keturunan.

This post was last modified on 9 Juli 2021 2:09 PM

Ahmad Ali Mashum

Peminat Kajian Keagamaan dan Kebangsaan, Tinggal di Jawa Tengah

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

12 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

12 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

12 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

1 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

1 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

1 hari ago