Narasi

Jihad Bela Negara “Bukan” Terorisme

Sejarah Islam mencatat bahwa istilah jihad sering digunakan untuk membakar semangat umat Islam agar selalu taat terhadap perintah Allah. Sejak zaman nabi Muhammad hingga sekarang, istilah jihad dapat ditemukan dalam al-Qur’an dan hadis, misalkan di surat al-‘Ankabut ayat 69 “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. Jihad dalam ayat ini memiliki koridor yang spesifik, yaitu  jihad untuk berbuat baik agar mendapatkan keridhaan dari Allah Yang Maha Baik.

Seiring berkembangnya zaman, kata jihad menemukan momentumnya pada abad XX dan XXI, karena kata tersebut digoreng dan digunakan untuk meligitimasi perlawanan, pembebasan, dan perbuatan teror oleh para teroris (Esposito, 2002: 33). Aksi teroris yang berbuat kekerasan, seringkali tidak mau disalahkan, mereka selalu bersembunyi di balik kata jihad untuk menghindari bahkan menghapus tuduhan tersangka kejahatan. Kata jihad yang direlevansikan dengan aksi-aksi teror, membuat citra jihad semakin buruk. Kata jihad seolah bermakna tunggal, yang identik dengan kekerasan.

Padahal, jihad menurut John L. Esposito (2002: 33) dalam buku Unholy War dapat diartikan bermacam-macam, yaitu pertama, upaya untuk menjadi muslim yang baik, istikomah dalam beribadah, dan menjadi orang tua, suami, istri yang perhatian. Kedua, jihad disamakan dengan bekerja keras dalam menyebarkan Islam. Ketiga, jihad diartikan mendukung perjuangan yang dilakukan oleh umat Islam di Palestina, Kashmir, Kosovo. Keempat, jihad juga dapat diartikan sebagai usaha untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah-pemerintah di dunia muslim dan menyerang Amerika.

Lebih jauh Esposito (2002: 35) menjelaskan bahwa jihad merupakan perjuangan dari kesulitan dan kerumitan hidup, seperti perjuangan melawan kejahatan dalam diri sendiri untuk melaksanakan berbagai amal saleh dan membantu memperbaiki masyarakat. Perjuangan memperbaiki diri dan masyarakat ini dalam tatanan negara disebut dengan bela negara. Bela negara dapat dimulai dengan cinta diri terhadap diri sendiri dan cinta tanah air untuk mempertahankan keberlangsungan negara yang bermoral dari jajahan atau tekanan dari pihak luar.

Dalam konteks Indonesia, jihad sangat relevan dengan konsep bela negara. Jihad yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan non-fisik sama halnya dengan bela negara. Jihad yang diimplementasikan di negara Indonesia dapat menginspirasi masyarakat untuk aktif dalam bela negara, baik secara fisik maupun non-fisik. Kekuatan jihad yang populer sejak zaman nabi Muhammad dan zaman KH. Hasyim Asy’ari dengan resolusi jihadnya, dapat terakomodir di Indonesia melalui bela negara. Adanya konsep jihad dalam konteks negara, menuntut tingginya kecintaan dan patriotisme masyarakat Indonesia.

Bela negara secara fisik, dapat dilaksanakan melalui angkat senjata mempertahankan eksistensi negara jika ada serangan dari luar, baik dari negara maupun dari teroris. Komando tertinggi dalam hal ini ialah TNI, yang baru saja melaksanakan upacara hari ulang tahun yang ke-72. Di sini TNI beserta perangkat pertahanan negara lainnya menjadi subjek dan memiliki otoritas tinggi dalam bidang pertahanan. Mempertahankan negara merupakan kewajiban seluruh warga negara Indonesia, oleh karena itu setiap warga negara Indonesia mendapatkan kewajiban militer, baik dari usia muda maupun yang usia dewasa.

Sedangkan bela negara secara non-fisik ialah segala upaya individu atau kelompok untuk mempertahankan dan meningkatkan eksistensi pendidikan, moral, kesejahteraan, politik, dan hubungan antar agama, ras, golongan. Bisa dikatakan bela negara dalam konteks ini dilakukan sesuai dengan profesi masing-masing. Jika profesinya guru atau dosen, maka harus meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini. Jika politisi, maka ia harus memperagakan politik praktis yang bermoral dan tidak korupsi. Bagitu juga dengan profesi-profesi lainnya, harus tetap terus berjuang mengendalikan kualitas apapun untuk menuju Indonesia yang sejahtera.

Terorisme

Melihat paparan di atas, jelas sekali bahwa bela negara bukanlah satu konsep yang berkaitan dengan terorisme. Nuansa bela negara yang dibangun berdasarkan kebersamaan, kekeluargaan dan persaudaraan sangat berbeda dengan nuansa yang dibangun oleh teroris. Para teroris membangun nuansa kehidupan dengan penuh kerumitan, kebencian, dan kekerasan. Disekuilibirium antara bela negara dan terorisme sangat terlihat, karena konsep yang dususun berasal dari dasar yang berbeda.

Adanya bela negara ini justru untuk mempertahankan negara dan memberantas teroris yang sudah menggerogoti ideologi dan perdamaian negara. Adanya bela negara juga dapat mempersempit ruang gerak mereka, sehingga para teroris bisa diinsyafkan dengan permanen. Jadi jihad yang menginspirasi untuk melaksanakan bela negara tidak termasuk bagian dari tafsir jihad yang dikembangkan oleh para teroris. Dengan demikian, kata jihad lambat-laun tidak lagi diklaim sebagai term negatif di dunia, baik di kalangan muslim sendiri maupun para sarjana Barat.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

11 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

12 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

12 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago