Narasi

Kampanye Ramah Tanpa Fitnah

Pilpres adalah ajang memilih pemimpin yang amanah, bukan sarana untuk melecehkan dan menfitnah.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan pengundian nomor urut para calon presiden RI pada Jumat (21/9/2018) malam. Pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin mendapat nomor urut 1. Sementara pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan nomor urut 2. Dua hari kemudian (Minggu, 23/9/2018), di Monas, KPU secara resmi membuka kampanye pemilu 2019. Pada acara tersebut, Ketua KPU memimpin pembacaan deklarasi damai yang diikuti oleh ketua umum parpol pendukung dan capres-cawapres. Masa kampanye akan dimulai sejak 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Dalam deklarasi damai tersebut, ada tiga poin yang menjadi komitmen bersama. Pertama, mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kedua, melaksanakan kampanye pemilu yang aman, tertib, damai, berintegritas, tanpa hoax, politisasi SARA, dan politik uang. Ketiga, melaksanakan kampanye berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Semua pihak, khususnya tim sukses masing-masing kandidat, wajib menjadikan kampanye sebagai tahapan yang menarik dan menyenangkan. Kampanye harus diisi dengan adu gagasan kebangsaan dan tawaran program kerja yang akan diimplementasikan. Simpati publik dikumpulkan dengan beragam visi dan misi kreatif. Seperti strategi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, perluasan akses pendidikan berkualitas, kemandirian pangan, meninggikan martabat bangsa, dsb. Dengan hal ini, publik dapat menilai secara kritis dan akhirnya memutuskan dengan jernih kandidat mana yang memiliki rencana matang dan benar-benar siap memimpin rakyat di nusantara. Capres-cawapres itulah yang akan dipilih dengan segenap pertimbangan di dalam bilik suara pada hari pencoblosan. Suguhan seperti ini yang diharapkan memenuhi ruang publik dalam promosi meraih suara pemilih selama kurang lebih 7 bulan ke depan.

Sebaliknya, terlarang bagi siapapun untuk melakukan kampanye yang penuh dengan fitnah dan kebencian. Apalagi jika dihubung-hubungkan dengan sentimen SARA. Misalnya menyatakan ada kandidat yang lebih religius dibanding kandidat lainnya, keharaman memilih salah satu kandidat dan kehalalan memilih kandidat lainnya, dll. Bahasa-bahasa seperti ini harus dihindari karena tidak mencerminkan pluralitas di negeri ini. Ingat, bangsa ini disatukan oleh mozaik keberagaman. Menegasikan keberagaman niscaya akan menghancurkan gambar Indonesia. Model kampanye dengan konten rendahan pun akan mengakibatkan perpecahan di masyarakat. Masyarakat juga harus memperhatikan informasi hoax. Jika menerima berita palsu, biarkan berhenti di gadgetnya masing-masing. Tidak perlu terus disebarkan tanpa henti.

Tingkat kejelian masyarakat ditingkatkan. Sebab produsen hoax melakukan upaya agar hoax dapat dikonsumsi publik. Salah satunya sisipan pesan negatif dalam suatu artikel. Sebelumnya, artikel hoax dapat dideteksi dengan melihat awal tulisan, sehingga dapat langsung dihentikan peredarannya. Tetapi kini, banyak hoax yang paragraf awalnya seperti tulisan biasa. Tetapi ternyata di tengah-tengah tulisan, banyak fitnah dan ujaran kebencian. Ada juga artikel yang berasal dari tokoh-tokoh penting, tetapi pada beberapa bagian, sudah ditambahkan dengan tulisan palsu. Ada pula yang mencatut nama tokoh agar masyarakat langsung mempercayainya. Melihat modus peredaran hoax yang semakin beragam, dibutuhkan kekritisan tingkat tinggi para pengguna media sosial. Jangan sampai kita ikut-ikutan menyebarkan hoax perusak persatuan.

Hal penting lain yang perlu dipahami, dua kandidat capres-cawapres yang akan berkompetisi merupakan sosok-sosok anak bangsa yang kompeten dan prestatif. Kedua kandidat memiliki kelebihannya masing-masing. Basis kesadaran ini diperlukan agar siapapun pemenangnya dapat dianggap sebagai pilihan terbaik oleh masyarakat Indonesia. Joko Widodo adalah petahana sehingga memiliki pengalaman dalam memimpin bangsa ini, sementara wakilnya -Ma’ruf Amin- merupakan ulama dengan prinsip yang tegas. Pada sisi lain, Prabowo Subianto adalah mantan tentara sehingga keberanian dan pengorbanannya untuk mempertahankan NKRI sudah tidak diragukan lain. Wakilnya, Sandiaga Uno, adalah pengusaha sukses yang sejak muda telah menunjukkan kemampuannya dalam mengelola perusahaan. Dari latar belakang sederhana para kandidat, jelas mereka semua sangat layak menjadi presiden-wakil presiden di negeri ini. Tidak perlu saling serang dengan cara fitnah dan keji.

Kita berharap, hari-hari ke depan kampanye dan pilpres di Indonesia dihadapi dengan penuh keceriaan dan senyuman. Provokasi yang merendahkan pihak lain diganti dengan semangat bersama untuk membangun Indonesia. Hoax dimusnahkan dan diganti dengan  informasi menyejukkan. Dengan cara inilah, pemilu dapat menjadi tangga menuju bangsa yang bermartabat.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

4 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

4 hari ago

“Multikulturalitas vis-à-vis Syariat”, Studi Kasus Perusakan Makam

Anak-anak tampak menjadi target prioritas kelompok radikal teroris untuk mewariskan doktrin ekstrem mereka. Situasi ini…

4 hari ago

Bertauhid di Negara Pancasila: Menjawab Narasi Radikal tentang Syariat dan Negara

Di tengah masyarakat yang majemuk, narasi tentang hubungan antara agama dan negara kerap menjadi perbincangan…

5 hari ago

Penangkapan Remaja Terafiliasi ISIS di Gowa : Bukti Nyata Ancaman Radikalisme Digital di Kalangan Generasi Muda

Penangkapan seorang remaja berinisial MAS (18 tahun) oleh Tim Densus 88 Antiteror Polri di Kabupaten…

5 hari ago

Jalan Terang Syariat Islam di Era Negara Bangsa

Syariat Islam dalam konteks membangun negara, sejatinya tak pernah destruktif terhadap keberagaman atau kemajemukan. Syariat…

5 hari ago