Narasi

Kasih Perempuan Menyelamatkan Generasi Muda dari Infiltrasi Kekerasan dan Radikalisme

Belakangan ini kita disuguhkan dengan sejumlah berita yang mempertontonkan kekerasan yang ironisnya, dilakukan sejumlah generasi muda. Ironis sebab, generasi muda adalah generasi masa depan; generasi yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa. Jika keberadaan mereka sebagai generasi masa depan tersandera oleh berbagai skandal kekerasan, anarkisme, dan radikalisme, maka ini tentu adalah bencana bagi bangsa ini. 

Terlebih, populasi terbesar Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda. Menurut klasifikasi generasi yang ada, penduduk Indonesia didominasi generasi Z yang mencapai 10,88%, kedua milenial 27,94%, ketiga generasi X atau yang lahir 1965-1980 sebesar 21,88%. Sementara baby boomers (lahir 1946-1964) jumlahnya semakin langka 11,56%. Sisanya pre boomer (sebelum 1945) 1,87%, dan post Gen Z (lahir setelah 2013) (CNBCIndonesia, 21/1/2021).

  Sebagai generasi dengan jumlah populasi terbesar, dan paling rentan terpapar pengaruh buruk, tentu itu adalah persoalan tersendiri yang patut untuk diperhatikan secara lebih serius. Sebab, tidak berlebihan kiranya jika kita mengatakan bahwa hancurnya karakter dan moral generasi muda saat ini adalah indikasi hancurnya keutuhan bangsa di masa depan.

Peran Perempuan (Ibu) 

Membincang rusaknya karakter dan moralitasgenerasi muda,  kurang pas rasanya jika tidak melibatkan perempuan (ibu). Mengapa? Sebab, ibu–meski tidak sepenuhnya—adalah faktor penentu yang menentukan karakter generasi muda. Seperti diungkapkan seorang penyair kenamaan Hafiz Ibrahim: ”Al-Ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’bam thayyibal a’raq.” (Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya).

 Ungkapan Hafiz itu menunjukkan bahwa seorang perempuan (ibu) memiliki peran penting dalam mendidik dan membentuk karakter generasi muda. Di mana, jika seorang ibu gagal melakukannya, maka akan berakibat fatal pada karakter dan moralitas generasi muda. 

Beberapa studi mengemukakan bahwa karakter buruk yang ada pada generasi muda umumnya disebabkan karena pendidikan keluarga (ibu utamanya) kurang berfungsi dengan baik. Atau, memang tidak berfungsi sama sekali. Hal itu terjadi karena dengan tidak berfungsinya pendidikan keluarga (ibu) pada seorang anak menjadikan anak lepas kontrol.

 Sehingga, pada tahap selanjutnya kondisi lepas kontrol itu membuat anak/generasi mudah terpapar dan terkontaminasi oleh pengaruh-pengaruh buruk. Mulai dari pergaulan bebas, anarkisme, hingga yang paling parah, terpapar virus radikalisme yang beberapa tahun belakangan semakin marak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. 

Terlebih di era medsos, di mana anak/generasi muda yang mengalami kondisi lepas kontrol menjadi semakin mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa hadirnya medsos yang kini digandrungi setiap anak/generasi muda telah ikut menyumbang pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan pola pikir anak. 

Beberapa peneliti bahkan dengan khawatir menyebutkan bahwa medsos kini telah menjadi ladang baru bagi para propagandis melakukan infiltrasi terhadap anak/generasi muda. Lagi-lagi, hal yang paling menonjol dalam proses infiltrasi yang dilakukan oleh para propagandis dalam hal ini adalah radikalisme, sebuah paham dan doktrin yang anti-NKRI. Tentu, ini adalah persoalan serius yang sangat mengkhawatirkan. Sebab, hal itu menunjukkan bahwa generasi muda kita berada dalam persoalan dan ancaman serius, yang jika tidak diantisipasi sejak dini, akan menjadi buah simalakama di masa depan.

Karena itu, sebagai al madrasatul uwla, perempuan (ibu) sudah sepatutnya untuk kembali menjadi teman, guru, teladan, dan control system sekaligus bagi anak-anaknya yang notabene adalah generasi muda. Memang, sulit untuk menemukan ada perempuan (ibu) yang tidak ingin menjadikan anak-anaknya sebagai generasi terbaik. Akan tetap, hal yang terjadi di lapangan terkadang bertolak belakang dari apa yang dicita-citakan. Keluarga—perempuan (ibu) sebagai al madrasatul uwla kerap kali abai terhadap anak, sehingga anak menjadi generasi yang lepas kontrol, salah pergaulan, dan pada akhirnya terperosok ke dalam jurang dan skandal kekerasan, anarkisme, dan radikalisme.

This post was last modified on 8 Maret 2023 2:27 PM

Elly Ceria

Recent Posts

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago

Jatuh Bangun Konghucu Meraih Pengakuan

Hari Raya Imlek menjadi momentum untuk mendefinisikan kembali relasi harmonis antara umat Muslim dengan masyarakat…

2 bulan ago

Peran yang Tersisihkan : Kontribusi dan Peminggiran Etnis Tionghoa dalam Sejarah

Siapapun sepakat bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tidak didominasi oleh satu kelompok berdasarkan…

2 bulan ago

Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Islam melarang sikap diskriminasi, hal ini tercermin dalam firman Allah pada ayat ke-13 surat al-Hujurat:…

2 bulan ago

Memahami Makna QS. Al-Hujurat [49] 13, Menghilangkan Pola Pikir Sektarian dalam Kehidupan Berbangsa

Keberagaman merupakan salah satu realitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Allah SWT dengan tegas menyatakan…

3 bulan ago

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ideologi : Pilar Mereduksi Ekstremisme Kekerasan

Dalam visi Presiden Prabowo, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa.…

3 bulan ago