Narasi

Kekerasan dan Watak Meditatif Gen Alfa

Dalam aktifitas dolanan di Jawa terdapat mainan yang disebut sebagai “gangsingan.” Ketika orang mengamati, semakin cepat perputaran gangsingan itu justru akan terlihat semakin anteng atau kelihatan diam terpusat. Karena itulah dalam estetika Jawa terdapat jenjang tentang ketinggian kualitas sebuah karya seni, dari yang mulai penuh gerakan hingga seolah menjadi minim gerakan dan bahkan diam, dari yang penuh bising hingga bahkan tanpa sesesap suara apapun atau hening. Dan justru yang seakan-akan tampak “tak peduli” pada persoalan teknis itulah yang disebut sebagai karya seni yang tinggi.

Pada titik ini, dalam dunia seni, orang sampai pada persoalan tentang rasa. Akan gamblang ketiga ketinggian kualitas dari sebuah karya ini ditelisik dari dunia agama yang konon, dalam prosesnya, menempatkan urusan rasa itu pada ekspresi yang paling puncak, namun ironisnya berada di seberang teks. Taruhlah istilah “khusyu’” yang menjadi ideal tertinggi dalam ibadah sebagaimana shalat yang justru, secara syar’i, bukan merupakan bagian dari syarat sah shalat yang jelas-jelas pula tak ada ukurannya yang pasti.

Namun, kenapa dalam estetika Jawa tradisional hal-hal yang di seberang persoalan teknis itu justru diberi penilaian yang tinggi?

Ternyata jawaban atas pertanyaan itu juga akan terang-benderang ketika orang menggunakan perspektif agama. Dalam agama Islam terdapat sebuah pemaknaan bahwa ibadah shalat itu konon dapat mencegah “kekerasan” atau yang lebih dikenal dengan istilah perbuatan keji dan munkar. Namun, kenapa pada faktanya ada orang yang terbilang rajin shalat masih melakukan perbuatan yang tergolong sebagai “kekerasan,” sebagaimana orang-orang yang dikategorikan radikal dan bahkan teroristik?

Dari estetika Jawa orang lalu menjadi paham bahwa seni-seni tradisional pada dasarnya adalah juga sebentuk olahrasa dimana idealnya orang-orang yang terlibat di dalamnya akan turut terbentuk pula rasanya, yang otomatis akan memengaruhi nalar dan tubuh. Maka, dalam seni gamelan Jawa atau karawitan, dikenal istilah “laras” yang bermakna tangga nada dan juga keselarasan atau keharmonisan.

Kekerasan, dengan demikian, pada dasarnya adalah persoalan rasa orang yang sedang tak laras atau tak selaras. Batin atau rasa yang tak selaras itulah yang akhirnya menjadi penyebab atas perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan. Jadi, kembali pada pesrpektif agama, ketika ibadah shalat yang konon mampu mencegah kekerasan itulah yang disebuat sebagai shalat yang sebenarnya, yang berarti, ketika shalat itu dilakukan dengan tak semata memenuhi kewajiban dan syarat sahnya, namun juga dalam rangka menyelaraskan diri.

Khusyu’, dalam dunia psikologi, dikenal sebagai kondisi meditatif dimana segala unsur yang ada pada diri manusia berada pada tahap keselarasan. Dan barangkali, generasi alfa, salah satu generasi pemilik masa depan, yang konon lahir pada 2010 dan meningkat pada kurun waktu 2020 hingga 2025, yang ditandai oleh pandemi korona, adalah salah satu generasi yang memiliki watak meditatif alamiah semacam itu, yang otomatis akan lebih pula berkembang dengan tingkat kekerasan yang minimum.

Heru harjo hutomo

Recent Posts

Bahaya Pemahaman Tekstual Al Wala’ wal Bara’ Untuk Perdamaian Antar Agama

Secara etimologi, al Wala' berarti kesetiaan. Sedangkan al Bara' artinya terlepas atau bebas. Istilah ini…

2 hari ago

Cinta dan Kasih Mempertemukan Semua Ajaran Agama

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, kasih sayang dan persaudaraan antar umat beragama menjadi salah satu…

2 hari ago

Lebih dari Sekadar Salaman dan Cium Tangan, Telaah Gestur Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal

Momen simbolis penuh hangat antara Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar bukan…

2 hari ago

Membaca al Wala’ wal Bara’ dalam Konteks Ke Indonesiaan

Yang harus ditegaskan adalah, apakah al wala' wal bara' kontradiktif dengan ajaran Islam? Tidak. Selama…

3 hari ago

Regenerasi Kepala BNPT dan Agenda Penanggulangan Terorisme di Era AI

Rabu, 11 September 2024, Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol)…

3 hari ago

Risalah Rasulullah kepada Kristen Najran; Dokumen Perdamaian Berharga Islam-Kristen di Abad ke-7 M

Ada semacam paradoks di tengah kultur sosial keagamaan kita, yaitu munculnya kelompok-kelompok yang mengaku mengikuti…

3 hari ago