Narasi

Kekosongan Moral dan Rekonstruksi Pancasila di Era Post-Truth

Peta sosiologis menunjukkan bahwa realitas sosial kebangsaan kita saat ini mengalami kekosongan ideologi yang mengakibatkan ideologi dari luar seperti terorisme dan radikalisme mudah masuk. Niscaya ini merupakan dampak dari gejala kebenaran baru di era kemajuan teknologi. Apa yang disebut sebagai word of the years bagi Casper Grathwohl merupakan maraknya kebenaran politik identitas yang telah lebih dulu hadir sebagai opini masyarakat yang akan menjadi ancaman terhadap suatu ideologi kenegaraan yang orientasinya lebih kepada kemaslahatan bersama.

Kita tahu di Indonesia media sosial telah menjadi wadah kebenaran yang sakral bagi masyarakat. Sehingga paham-paham radikalisme dan terorisme mudah masuk dalam mengambil konten kebenaran yang sangat signifikan. Faktor tersebut yang akan berdampak kepada melemahnya fakta-fakta kebenaran yang bersifat data murni yang disajikan oleh sistem nilai ideologi kebangsaan yaitu Pancasila.

Oleh sebab itu, realitas sosial kebangsaan kita saat ini mengalami kekosongan moral dalam bersikap atau saling menyikapi terhadap perbedaan hingga berdampak kepada ideologi kebangsaan kita rapuh. Karena sosial media telah menciptakan wadah kebenaran baru yang membuka ruang konflik hingga mengalami disentegritas sosial yang akan memunculkan budaya peperangan. Karena slogan-slogan agama yang intoleran dan kejam selalu eksis bertebaran.

Baca Juga : Jangan Sampai Terjadi Kekosongan Ideologi Pancasila!

Begitu juga fungsionalisme Pancasila akan buram akan kebenarannya dalam kehidupan masyarakat. Karena kekejian dan kekerasan kemanusiaan, di era post-truth tersebut seolah menjadi transparan dan tampak sebagai kebenaran. Inilah kebenaran baru tanpa moral. Kebenaran yang akan mengalami kehancuran bangsa ini jika kita tidak menciptakan bangunan Pancasila yang lebih eksis dan sistem nilai moral dalam menutupi kekosongan ideologi bangsa ini.

Kekosongan ideologi dan Rekonstruksi Pancasila  

Hilangnya ideologi kebangsaan (Pancasila) dimulai dari melemahnya moralitas kita yang diakibatkan oleh media sosial yang membawa kebenaran baru dalam menyikapi perbedaan agama. Maka harus kita perkuat dari berbagai element. Pendidikan di sekolah dan kampus dan penyuluhan masyarakat dengan mengadakan seminar-seminar moralitas yang menguatkan ideologi kebangsaan agar tidak kosong. Karena struktur ini tidak lain selain adanya solusi konstruktif dalam menangkal konsep ideologi khilafah yang ingin menegakkan negara Islam.

Fenomena ini dimulai dari doktrin ideologi radikalisme dan terorisme dengan cara mengiring opini publik di media sosial agar memiliki seperangkat pemahaman nilai-nilai kebenaran yang anti toleran. Akibatnya akan melemahnya moralitas kebangsaan kita yang akan menanggalkan ideologi kebangsaan tidak berfungsi lagi. Sehingga dengan merekonstruksi kembali Pancasila berarti menghadirkan

Peta sosiologi menunjukkan secara geografis bahwa keragaman agama saat ini justru memunculkan sikap-sikap intoleran. Banyaknya hate speech di dunia maya yang menjadi perang berkelanjutan di dunia nyata. Banyaknya hoax, provokasi, dan doktrin radikalisme dan terorisme di dunia maya menjadikan masyarakat mabuk. Hingga akhir-akhir ini cukup dikhawatirkan akan adanya pengantin bom bunuh diri yang baru. Seperti yang telah terjadi di Medan pada hari Rabu 13 November 2019 kemarin.

Realitas sosial kebangsaan kita mengalami kekosongan ideologi itu tidak lepas dari sikap-sikap kelompok tertentu di media sosial yang membangun opini dengan menghilangkan kesadaran masyarakat dalam bersikap yang baik. Kekeringan moral akan berdampak kepada hausnya sikap-sikap yang bijaksana. Sedangkan hausnya sikap-sikap kebijaksanaan akan mengalami kekosongan nilai. Maka untuk menyelamatkan masyarakat agar terhindar dari konflik dan bisa membangun konsep kemanusiaan, persaudaraan dan persatuan itu harus menyegarkan konsep moral tersebut dalam setiap lapisan masyarakat jangan dibiarkan kosong. Hingga ideologi kebangsaan kita yaitu Pancasila akan tetap selalu eksis.

Saiful Bahri

Recent Posts

Jebakan Beragama di Era Simulakra

Banyak yang cemas soal inisiatif Kementerian Agama yang hendak menyelenggarakan perayaan Natal bersama bagi pegawainya,…

22 menit ago

Melampaui Nalar Dikotomistik Beragama; Toleransi Sebagai Fondasi Masyarakat Madani

Penolakan kegiatan Natal Bersama Kementerian Agama menandakan bahwa sebagian umat beragama terutama Islam masih terjebak…

23 menit ago

Menanggalkan Cara Beragama yang “Hitam-Putih”, Menuju Beragama Berbasis Cinta

Belakangan ini, lini masa kita kembali riuh. Rencana Kementerian Agama untuk menggelar perayaan Natal bersama…

24 menit ago

Beragama dengan Kawruh Atau Rahman-Rahim dalam Perspektif Kejawen

Dalam spiritualitas Islam terdapat tiga kutub yang diyakini mewakili tiga bentuk pendekatan ketuhanan yang kemudian…

35 menit ago

Natal Bersama Sebagai Ritus Kebangsaan; Bagaimana Para Ulama Moderat Membedakan Urusan Akidah dan Muamalah?

Setiap menjelang peringatan Natal, ruang publik digital kita riuh oleh perdebatan tentang boleh tidaknya umat…

23 jam ago

Bagaimana Mengaplikasikan Agama Cinta di Tengah Pluralitas Agama?

Di tengah pluralitas agama yang menjadi ciri khas Indonesia, gagasan “agama cinta” sering terdengar sebagai…

23 jam ago