Narasi

Kenalkan Islam Ramah pada Anak

Banyaknya generasi muda yang terperangkap ke dalam kelompok radikalis tak dapat dilepaskan dari pendidikan Islam masa kecilnya. Ketika mereka dilahirkan dari keluarga muslim namun tidak cukup mendapatkan pendidikan agama, maka di kala remaja akan mencari secara mandiri. Ia akan mencari guru yang dianggap mumpuni dalam mengajarkan agama Islam. Mereka yang masih “polos” akan dengan mudah terpana oleh kelompok Islam yang secara casing berpenampilan muslim kaffah. Selanjutnya, mereka menjadikan kelompok ini sebagai guru sekaligus panutan.

Kabar buruknya, ketika banyak generasi muda tertarik pada kelompok agama Islam karena casing, terbukti tidak semuanya mengajarkan ajaran agama Islam yang humanis. Bahkan, tidak sedikit dari kelompok ber-casing muslim justru mengajarkan radikalisme. Ajaran agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam raya) justru dimaknai sebagai agama yang penuh dengan kekerasan. Dakwah yang mestinya disampaikan dengan cara mauizah hasanah justru pentakfiran, pembid’ahan, dan lain sebagainya. Orang yang berbeda dengan keyakinan seakan tidak pernah bisa lepas dari belenggu neraka.

Radikalisme yang dilakukan sebagian kelompok muslim pun tak lepas dari ajaran yang disampaikan kepada para generasi muda yang sedang mendalami ilmu agama. Dengan dalih menjalankan ajaran agama Islam, para generasi muda yang belum mengetahui ajaran agama Islam ini mendapatkan doktrin agar melakukan beragam aksi kekerasan sehingga mendapat surga Allah berikut puluhan bidadari yang terdapat di dalamnya. Karena kepolosan dalam bidang agama, para generasi muda ini pun dapat dengan mudah menerima doktrin yang dijejalkan kepada dirinya. Alhasil, mereka menjadi korban sekaligus pelaku radikalisme yang mengatasnamakan agama Islam.

Kondisi betapa banyak generasi muslim yang awalnya benar-benar ingin mempelajari agama Islam, namun karena mendapatkan “guru” yang sehingga terperangkap menjadi pelaku radikalisme, adalah hal yang memrihatinkan sekaligus perlu mendapat perhatian bersama. Jangan sampai hal ini terus terjadi pada generasi muslim di dunia, khusunya Indonesia. Karena, jika hal ini terus terjadi, maka akan semakin banyak pelaku radikalisme atas nama agama Islam, dan agama Islam yang mengajarkan kasih sayang pun dicitrakan sebagai agama radikalis.

Kenalkan pada Anak

Ketika generasi muda banyak yang tidak mengatahui ajaran agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan mudah terperangkap dalam jejaring kelompok radikalis, maka salah satu jalan yang ampuh dilakukan untuk menanggulangi adalah setiap orang tua memberi pendidikan agama yang cukup kepada anak-anaknya. Para orang tua mesti mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa agama Islam mengajarkan perdamaian, baik kepada sesama muslim maupun kepada pemeluk agama lain. Para orang tua bisa memberikan kisah hikmah kepada anak-anaknya bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW ataupun sahabatnya, mereka sangat mencintai perdamaian. Orang tua bisa menceritkan betapa Sahabat Ali bin Abi Thalib harus berjalan mengendap-endap di belakang pemeluk agama lain yang usianya sudah tua. Ali menghormati orang tua yang ada di depannya hingga tidak mau mendahului, padahal saat itu ia akan menjalankan shalat Jamaah.

Ketika orang tua sudah mampu secara ilmu, waktu, dan tenaga dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak, maka ia dapat mengajari secara mandiri. Namun, bagi mereka yang terkendala dalam memberikan pengajaran, baik kendala ilmu, waktu, ataupun tenaga, maka bisa menitipkan anaknya pada guru yang dianggapnya mampu memberikan pengajaran. Selain itu, anak-anak juga harus dipantau dalam kesehariannya, apakah sudah menerapkan ajaran agama yang rahmatan lil ‘alamin atau belum. Hal ini menjadi penting karena ajaran agama Islam bagi umat muslim tidak hanya sebatas ilmu yang harus dipelajari dan dimengerti namun diamalkan. Dan, pengamalan secara kontinu semenjak masih belia akan menjadi bekal sebagai kepribadian di masa mendatang.

Ketika para generasi muda muslim telah diberikan pendidikan dasar agama Islam yang rahmatan lil ‘alamun berikut pembiasaan dalam pengamalan, maka di kemudian hari mereka tidak akan mudah terpikut pada ajaran-ajaran agama yang beragam modelnya. Mereka akan mempelajari ajaran agama berikut perbedaan pada setiap kelompok sebagai khazanah keilmuan sehingga semakin mendewasakan diri. Dalam praktik berinteraksi, mereka pun akan semakin menyamankan sesama.

This post was last modified on 23 Maret 2017 10:38 AM

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Emansipasi Damai dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sejatinya tidak pernah pincang di dalam memosisikan status laki-laki dan perempuan. Di dalam banyak…

2 hari ago

Langkah-langkah Menjadi Kartini Kekinian

Dalam era modern yang dipenuhi dengan dinamika dan tantangan baru sebelum era-era sebelumnya, menjadi sosok…

2 hari ago

Aisyiyah dan Muslimat NU: Wadah bagi Para Kartini Memperjuangkan Perdamaian

Aisyiyah dan Muslimat NU merupakan dua organisasi perempuan yang memiliki peran penting dalam memajukan masyarakat…

2 hari ago

Aisyah dan Kartini : Membumikan Inspirasi dalam Praktek Masa Kini

Dua nama yang mengilhami jutaan orang dengan semangat perjuangan, pengetahuan dan keberaniannya: Katakanlah Aisyah dan…

3 hari ago

Kisah Audery Yu Jia Hui: Sang Kartini “Modern” Pejuang Perdamaian

Setiap masa, akan ada “Kartini” berikutnya dengan konteks perjuangan yang berbeda. Sebagimana di masa lalu,…

3 hari ago

Bu Nyai; Katalisator Pendidikan Islam Washatiyah bagi Santriwati

Dalam struktur lembaga pesantren, posisi bu nyai terbilang unik. Ia adalah sosok multiperan yang tidak…

3 hari ago