Categories: Narasi

Kepemimpinan Berwawasan Nusantara dan Upaya Membabat Gerakan Radikal

Kepemimpinan merupakan unsur terpenting dalam perjalanan menuju bangsa yang adil dan makmur. Prinsip dasar kepemimpinan adalah upaya untuk mempengaruhi dan mengajak khayalak terkait agar terjadi keselarasan dalam suatu pemahaman dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan visi dan misi yang dirumuskan.

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam suatu proses kepemimpinan tidak akan terlepas dari karakter seorang pemimpinnya. Dalam konteks perdamaian antar umat beragama, proses kepemimpinan yang dibutuhkan adalah model kepemimpinan yang humanis. Dimana sisi-sisi kemanusiaan menjadi fokus yang paling utama, lebih utama dibanding klaim-klaim kebenaran yang diacung-acungkan oleh kelompok-kelompok frontal dari berbagai agama.

Munculnya gerakan radikal, terutama dalam hal beragama, merupakan salah satu imbas dari pola kepemimpinan yang salah. Pemimpin agama, yang memiliki previlage untuk memimpin jamaahnya dari dua sisi sekaligus; sisi personal dan spiritual, memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan model dan corak keberagamaan jamaahnya. Pemimpin yang mengajarkan dan mencontohkan agama dengan perspektif damai akan memiliki pengikut (jamaah) yang memahami dan mengamalkan agama secara damai pula, sementara pemimpin agama yang gemar berlaku dan berkata kasar cenderung akan memiliki jamaah yang tidak lagi sungkan untuk berlaku onar.

Gerakan radikal yang mencomot nama agama bermunculan tiap harinya, media pemberitaan kita ramai dengan berita aksi-aksi anarkis yang dilakukan oleh kelompok radikal yang meski mengaku paham agama tetapi masih santai saja membuat kerusuhan dimana-mana. Dilihat dari pengertian definitifnya, radikalisme agama berarti berlebihan dalam meyakini kebenaran agamanya, tidak segan untuk berlaku onar dan brutal demi mempertahankan atau memamerkan kebenaran versi mereka. Meski mencaplok nama agama, namun tujuan utama yang dikejar oleh kelompok radikal agama adalah sesuatu yang bersifat politis, seperti; perebutan kekuasaan, perebutan wilayah, dan penjajahan.

Pemahaman yang radikal tentang agama menyeret orang jauh dari sikap dan semangat humanis. Tidak lagi memperdulikan kebaikan dan persaudaraan dengan sesama manusia akibat sudah terlalu ‘dibutakan’ oleh imaji tentang surga lengkap dengan para bidadarinya. Kekerasan yang dilakukan diartikan sebagai jalan menuju Tuhan. Tentu ini sangat mengkhawatirkan.

Pemimpin agama yang otoriter, selalu merasa paling benar dan tidak akan terima jika ada orang atau kelompok lain yang mengkritisi, apalagi menolak kebenaran versinya, cenderung ‘melahirkan’ jamaah yang memiliki pandangan serupa. Jamaah ini, lengkap dengan pemimpinnya, akan tumbuh menjadi kelompok radikal dalam beragama yang meyakini bahwa kebenaran hanya ada pada kelompok mereka. Kelompok lain yang tidak sepaham dengan mereka sudah pasti salah, oleh karenanya darah mereka boleh tumpah.

Model keberagamaan yang kaku dan cenderung brutal ini tentu bertentangan dengan semangat persatuan dan kesatuan yang diusung oleh Indonesia sebagaimana tercantum dalam pancasila. Keberagaman yang ada pada masyarakat Indonesia adalah berkah yang harus selalu disyukuri, bukan malah digerogoti. Agama juga tidak pernah mengajarkan manusia untuk berlaku brutal terhadap sesama, sekalipun kepada mereka yang berbeda agama.

Kita perlu pemimpin agama yang meletakkan dasar-dasar keadilan dan kesejahteraan manusia sebagai fondasi utamanya. Tidak berlaku layaknya Tuhan yang paling mengerti segala kebenaran. Kita perlu pemimpin agama yang bukan saja arif dan bijaksana, tetapi juga mengerti dan cinta Indonesia, yang mengajarkan kita mengenal dan menjalankan perintah Tuhan namun dengan tetap menjunjung tinggi tanah kelahiran.

This post was last modified on 30 September 2015 8:22 PM

Service

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

5 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

5 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

5 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

1 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

1 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

1 hari ago