Faktual

Kepemimpinan Kedua Komjen (Purn) Eddy Hartono di BNPT dan Urgensi Reformulasi Pemberantasan Terorisme di Era AI

Presiden Prabowo Subianto kembali melantik Komjen (Purn) Eddy Hartono sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Istana Negara, Jakarta, Senin 25 Agustus 2025. Pelantikan ini menandai periode kedua Komjen (Purn) Eddy memimpin lembaga yang menjadi garda terdepan dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.

Komjen (Purn) Eddy bukan figur baru di kursi itu. Sebelumnya ia telah menjabat sebagai Kepala BNPT menggantikan Komjen Rycko Amelza Dahniel yang memasuki masa purna tugas pada 2024 lalu. Kembali dilantiknya Komjen (Purn) Eddy memimpin BNPT di bawah pemerintahan baru ini menjadi penegasan bahwa pemerintah masih menaruh kepercayaan penuh pada kapasitasnya menghadapi tantangan terorisme yang kian kompleks.

Lahir pada Mei 1967, Komjen (Purn) Eddy adalah lulusan Akpol angkatan 1990 dengan karier panjang di dunia intelijen dan unit anti-teror Polri. Rekam jejaknya mulai dari penyidik IT dan Cyber Crime Bareskrim hingga Deputi di BNPT, membuatnya dikenal sebagai salah satu perwira dengan spesialisasi kuat dalam operasi kontra-terorisme. Kita berharap, pengalaman itu bisa terus dimanfaatkan untuk menjawab tantangan baru, terutama di era teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mengubah wajah radikalisasi dan jaringan teror.

Pelantikan kedua Komjen (Purn) Eddy tentu tak sekadar untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Momentum ini sekaligus menandai kebutuhan mendesak akan reformasi agenda pemberantasan terorisme di Indonesia. Dunia tengah bergerak cepat, dan AI menjadi faktor pengubah yang menghadirkan peluang sekaligus ancaman. Bagi kelompok radikal, teknologi ini bisa menjadi senjata baru untuk menyebarkan ideologi radikal mereka.

Era AI dan Lanskap Terorisme Baru

Kecerdasan buatan telah memperluas medan operasi para pelaku teror. Jika dulu radikalisasi dilakukan melalui tatap muka atau media cetak, kini ia bisa berjalan lewat algoritma media sosial, forum digital, hingga platform komunikasi yang terenkripsi. AI bahkan memungkinkan propaganda dilakukan secara otomatis dengan chatbot atau melalui deepfake.

Hal yang lebih mengkhawatirkan, AI dapat dimanfaatkan untuk menyusun instruksi pembuatan senjata sederhana, menyebarkan doktrin dengan gaya bahasa meyakinkan, hingga mengelola pendanaan melalui sistem blockchain yang sulit dilacak. Dengan demikian, medan perang melawan terorisme bukan lagi hanya di jalanan, melainkan juga ruang maya.

BNPT di bawah kepemimpinan Eddy Hartono dituntut untuk segera beradaptasi. Melakukan reformulasi terstruktur  di berbagai sektor sebagai upaya tanggap atas wajah baru radikalisme yang kini mengancam kebangsaan kita. Jika tidak, lembaga ini berisiko tertinggal selangkah di belakang aktor-aktor teror yang semakin lihai memanfaatkan teknologi.

Kepemimpinan Komjen (Purn) Eddy untuk kedua kalinya membawa harapan akan adanya lompatan besar dalam agenda pemberantasan terorisme. Dengan pengalaman lapangan yang panjang, pemahaman mendalam tentang pola radikalisasi, serta jaringan kuat di dunia kepolisian dan intelijen, Komjen (Purn) Eddy berada pada posisi strategis untuk mendorong transformasi BNPT menjadi lembaga yang modern, adaptif, dan humanis.

Modern, dalam arti berbasis teknologi mutakhir. Adaptif, dalam membaca dan merespons perubahan lanskap ancaman. Humanis, dalam menempatkan masyarakat sebagai mitra, bukan sekadar objek perlindungan. Kombinasi ketiganya akan menentukan apakah BNPT mampu menjawab tantangan terorisme di era AI yang tidak menentu ini.

Harapan publik jelas: BNPT tidak boleh hanya berfokus pada penindakan, melainkan juga memperkuat sisi pencegahan. Program deradikalisasi, pembinaan mantan napi terorisme, serta pemberdayaan masyarakat lokal tetap penting. Namun semua itu harus dikombinasikan dengan strategi digital yang sejalan dengan perkembangan teknologi global.

Tantangan di era AI menuntut keberanian untuk berinovasi, memperkuat kolaborasi, dan memanfaatkan teknologi untuk menghadapi ancaman terorisme modern. Inilah ujian nyata kepemimpinan Komjen (Purn) Eddy pada periode keduanya—apakah ia mampu membawa BNPT tidak hanya bertahan, tetapi juga unggul dalam menghadapi terorisme era baru.

Farisi Aris

Recent Posts

Game Online dan Soft Propaganda: Waspada Cara Baru Meradikalisasi Anak

Perubahan strategi terorisme di Indonesia dan secara global telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Mereka…

3 hari ago

Densus 88 Tangkap 4 Pendukung ISIS Penyebar Propaganda Terorisme di Medsos; Bukti Terorisme Masih Nyata

Penangkapan empat pendukung ISIS di Sumatera Barat dan Sumatera Utara oleh Detasemen Khusus (Densus) 88…

3 hari ago

Strategi Perlindungan Ketika Game Online Menjadi Gerbang Radikalisme

Di tengah riuhnya perkembangan teknologi digital, terselip kenyataan pilu yang dialami oleh anak generasi muda…

3 hari ago

Isu Radikalisme Daring Sebagai Proyek; Meluruskan Logika Berpikir Kaum Konservatif

Terorisme itu proyek Barat untuk melemahkan Islam. Isu radikalisme online itu sengaja digemborkan untuk proyek…

4 hari ago

Gamer Savage; Bagaimana Melawan Narasi Ekstremisme di Platform Permainan Daring?

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mewanti-wanti bahwa penyebaran narasi radikal ekstrem telah merambah ke platfrom…

4 hari ago

Rasa Aman Semu; Memetakan Revolusi Senyap Kelompok Radikal-Teroris

Rasa aman semu adalah sebuah kondisi ketika individu atau publik merasa diri mereka bebas dari…

4 hari ago